“Cetar.. Membahana..” meminjam ungkapan yang lagi ngetrend saat ini, pertunjukan kembang api yang sederhana disekeliling panggung itu mendapat applaus meriah dari para penonton, terutama bagi mereka yang masih kanak-kanak. Memadati area sekeliling kompleks Candi Jawi – Pasuruan, mereka tidak sabar menunggu penampilan yang akan tersaji dalam acara Gebyar Suro menyambut pergantian tahun itu.
Lalu lintas didepan kompleks candi sempat macet sesaat kala pertunjukan kembang api tadi membuka pagelaran Jumat malam itu. Diawali dengan tarian SekarSari, dimana tiga penari putri berbalut pakaian tradisonal tampil membius penonton dengan gerakan anggun gemulai. Penampilan perdana dari rangkaian pertunjukan yang digelar Padhepokan Seni Saraswati ini, mulai menarik minat beberapa pengguna jalan untuk berhenti sejenak dan menyaksikan kemeriahan acara di Candi Jawi.
Menyusul kemudian penampilan tari Jaipong yang khas dengan irama dan ketukan yang sedikit menghentak. Suasana Candi Jawi sedikit lebih meriah dengan lantunan musik Jaipong yang khas itu. Apalagi selanjutnya disusul pula dengan tari Jaipong pasangan muda-mudi yang tak kalah seru. Sepasang penari itu demikian piawai menarikan gerakan yang melambat dan mendadak cepat sesuai dengan tempo musik Jaipong.
Puas dihibur tarian khas tanah Sunda ini, beberapa penari belia asal Bali mulai turun memeriahkan suasana. Suara tetabuhan khas Pulau Dewata dari tarian Cilinaya yang mereka bawakan, sontak membuat Candi Jawi malam itu seakan bernuansa Bali. Para penonton dan undangan yang sebagian besar adalah komunitas tari dari Malang dan Bali ini semakin memberi applaus yang tak kalah meriah.
Penampilan tak kalah menarik adalah salah satu tari Bali yang dibawakan seorang bocah kecil, talenta cilik seusia siswi Sekolah Dasar ini adalah penderita disabilitas (tuna rungu dan tuna wicara) yang sebenarnya cukup berbakat. Dipandu seorang instruktur didepan panggung, gadis cilik ini mulai mengikuti gerakan lambaian tangan dan jentikan jari sang pelatih didepannya.
Sungguh luar biasa, kode dan aba-aba dari instruktur dapat diterjemahkan dengan sempurna olehnya. Si gadis kecil menari seirama dengan alunan musik tradisonal Bali pengiring Tari, yang sebenarnya sama sekali tidak mampu didengarnya. Dia percaya penuh dengan aba-aba dari instruktur, dan ketepatan gerakan tubuh terhadap irama musik itu membuat saya lupa bahwa dia sebenarnya seorang gadis dengan keterbatasan fisik.
Pertunjukan tari yang sangat menguras emosi penonton, awalnya mereka merasa iba dengan kekurangan yang dimiliki si bocah. Namun kini justru rasa salut dan tatapan mata penuh keterkaguman, serta tiada henti memberi applaus tatkala pertunjukan itu telah berakhir. Sayapun sampai nyaris melempar kamera dari pegangan, hanya karena refleks ingin memberi tepuk tangan dipenghujung penampilan. Bahkan ibu-ibu dibelakang saya juga bertepuk tangan dengan pelupuk mata berkaca-kaca, kagum bercampur haru.
Menjelang akhir acara, penampilan Tari Sintren Topeng Tayub yang kreatif dan penuh humor membuat para penonton tersenyum puas. Dengan mengikuti alunan musik yang temponya naik turun, penari tunggal ini menyesuaikan gerakan serta menyempatkan berganti-ganti topeng mengikuti karakter musik yang pas dengan karakter Topengnya. Hahaha, sayapun ikut tertawa dalam hati menyaksikan beberapa karakter Topeng Tradisional yang dipakainya, ternyata cukup lucu dan menggambarkan kondisi sosial masyarakat sehari-hari. Dan acara Gebyar Suro itupun, ditutup dengan sambutan yang cukup meriah dari para penonton yang ikut naik keatas panggung untuk menari bersama sang pemakai Topeng.
Comments
1 Commentkagum
May 2, 2013hmmm… suka sekali dengan tarian jawa, terutama gerakan lembutnya yang sangat menawan…