Musim Semi Di Kebun Raya Cibodas

Sudah lama saya mendengar bahwa di Kebun raya Cibodas ada beberapa pohon sakura, pohon ini katanya ditanam sejak tahun 1953. Sebagai penduduk negara dengan dua musim; hujan dan kemarau, boleh dong menikmati suasana musim semi seperti di Jepang. Yang paling terkenal tentu ditandai dengan berbunganya pohon sakura.

Tak perlu jauh maka saya mencoba menikmati suasana ala musim semi di Kebun raya Cibodas, tentu ketika pohon sakura sedang berbunga. Di Kebun raya Cibodas pohon sakura berbunga dua kali dalam setahun, yakni bulan februari dan bulan september.

Saya mendapati beberapa satwa kecil juga turut menikmati mekarnya bunga khas Jepang ini. Pohon sakura atau beberapa orang menyebutnya bunga sakura ini sebenarnya tergolong dalam familia Rosaceae, genus Prunus sejenis dengan pohon prem, persik, atau aprikot. Bahasa inggrisnya umum disebut dengan nama cherry blossoms.

Tak hanya soal bunga sakura sebenarnya, secara umum Kebun raya Cibodas cukup asyik dan nyaman untuk digunakan sebagai tempat melepas penatnya Jakarta, tentu pilih waktu berkunjung yang pas, agar gak malah jadi tambah penat ketika mendapati jalur puncak Bogor yang macetnya ampun-ampun, hehe.

Yang membedakan Kebun raya Cibodas dengan Kebun raya Bogor rasanya soal sejuknya udara, ya karena lokasi Kebun raya Cibodas memang pas di lereng atau kaki gunung Gede Pangrango, wajar jika lebih dingin. Yang jelas koleksi flora faunanya ya memang berbeda sih, secara otomatis suasananya juga berbeda.

Bagaimana seru kan? Mungkin lagu Uci bing slamet dengan judul Bukit Berbunga cocok diputar saat berkunjung ke sana, hehe.

Di bukit indah berbunga
Kau mengajak aku kesana
Memandang alam sekitarnya
Karena senja telah tiba
Mentari tenggelam
Di gunung yang biru
Langit merah berwarna sendu

Kita pun turun bersama
Melintasi jalan setapak
Tanganmu kau peluk di pundak
Membawa aku melangkah
Tak lupa kau petik
Bunga warna ungu
Lalu kau selipkan di rambutku

Bukit berbunga
Bukit yang indah
Di sana kita selalu datang berdua
Memadu cinta
Bukit berbunga
Tempat yang indah
Di sana kita selalu datang berdua
Di bukit berbunga

Cerita Tuna Dari Larantuka

Ttuuuuttt… handphone bung Arif rekan saya berbunyi, di seberang terdengar om Yos mengabari jika kapalnya sore ini melaut, kami diminta segera bergegas ke dermaga agar tidak kemalaman. Dalam perjalanan menuju dermaga kami mampir ke beberapa kios untuk membeli logistik tambahan agar tidak membebani awak kapal ketika menampung kami untuk pergi memancing tuna di perairan Flores.

Siang sebelumnya kami menemui beberapa orang untuk mencari kapal yang akan berlayar mecari ikan dan sesuai dengan jadwal kami. Singkatnya kami hanya mencari kapal yang hanya berlayar satu hari saja, karena itu waktu kami yang tersisa di Larantuka, karena keesokan sorenya kami harus mengejar pesawat yang akan membawa kami kembali ke Kupang. Kondisi ini menjadikan aktivitas kami sangat fleksibel, jika beruntung ada kapal yang jadwalnya sesuai, kami berangkat melaut, jika tidak kami menyiapkan pilihan ativitas lain untuk esok hari.

Jadwal kapal di Larantuka untuk berangkat melaut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ketersediaan umpan yang akan mereka gunakan untuk memancing. Ada dua jenis umpan, yang pertama jika berniat memancig Tuna-handline, maka umpan yang harus dicari adalah umpan ikan dengan ukuran besar, namun jika hendak memancing Cakalang-Pole and line maka umpan yang dicari adalah umpan ikan kecil.

Hampir semua kapal nelayan yang berukuran lebih kurang 6 GT dapat beralih fungsi antara handline (pancing ulur) dan pole and line atau orang lokal menyebutnya huhate. Semua bergantung keputusan kapten kapal mau memancing ikan apa dan mendapatkan umpan jenis apa.

dsc00092

Yang membuat kami tertarik untuk ikut melaut barang sehari dengan nelayan di Larantuka adalah praktik penangkapan ikan mereka termasuk yang ramah lingkungan. Ketika praktik perikanan yang merusak mulai diperangi oleh ibu menteri kelautan dan perikanan Susi Pudjiastuti, maka metode mencari ikan ala kebanyakan nelayan Larantuka adalah solusinya. Ketika laut sehat dan terlindungi, maka dengan motode seperti ini keberlanjutan perikanan tangkap akan terjamin. Sebaliknya juga ketika praktik perikanan tangkap yang merusak jika terus dibiarkan berlanjut, maka nelayan seperti orang-orang di Larantuka ini dapat terkena imbasnya. Saya justru khawatir, jika praktik perikanan yang merusak terus berlangsung, maka kehidupan mereka akan terancam, atau bisa jadi mereka akan turut jadi pelaku karena merasa sudah tidak ada pilihan lain untuk bisa bersaing mendapatkan ikan.

Kapal kami bergerak perlahan menuju bagan nelayan di sekitar perairan Adonara. Sekitar satu jam kami baru sampai lokasi yang dituju, membeli umpan untuk memancing tuna. Umpan akhirnya didapat, dan kapal langsung bergerak ke lokasi biasanya mereka memancing tuna.

Walaupun kondisi malam itu cukup gelap namun saya masih bisa melihat daratan dalam bentuk siluet besar diatas air dan juga jutaan titik bintang di langit yang sangat terang. Saya mengamati dan merasa jika posisi daratan bertukar antara yang kiri dan kanan. Saya mendapatkan penjelasan dari awak kapal jika mencari ikan umpan, kapal bergerak ke arah selatan menuju Adonara, namun sebenarnya lokasi mencari tuna yang hendak dituju adalah perairan utara Larantuka, jadi kita berbalik arah saat ini setelah umpan tadi di dapat.

Dalam satu jam berikutya kota Larantuka terlihat kembali dengan lampu-lampu cantiknya yang memantul dipermukaan perairan selat di depannya. Kapal kami kembali tidak untuk bersandar, namun hanya melintas untuk keluar ke perairan terbuka di laut Flores, tempat favorit tuna sirip kuning berenang bebas.

Pukul 8 malam beberapa awak kapal sudah mulai mempersiapan bahan masakan untuk kita mengisi perut malam ini. Kita makan dulu sebelum beristirahat kata salah satu awak kapal yang bertugas memasak. Mereka melanjutkan penjelasan bahwa kapal diperkirakan baru sampai lokasi memancing antara pukul 3 atau 4 pagi nanti. Satu jam berikutnya nasi sudah matang, beserta olahan ikan kue (giant trevally) yang kami dapatkan ketika memancing saat kapal berjalan tadi, sebagian di goreng, sebagian dimasak kuah asam. Awak kapal yang kesemuanya lekaki ini ternyata juga koki yang handal. Kenyang perut kami semua dengan masakan mereka. Setelah kenyang, tanpa disuruh lagi kami mengambil posisi untuk segera beristirahat dan terlelap.

Pukul 3 pagi saya terbangun, saya turun ke dek melihat kondisi sekeliling. Sebagian besar awak kapal masih tertidur pulas, hanya juru kemudi yang terlihat serius mengarahkan laju kapal ke titik lokasi memancing. Saya bergerak sempoyongan menuju bagian depan kapal. Rupanya kapal baru saja memasuki di wilayah memancing, terlihat di depan banyak lampu dari kapal lain yang sudah tiba lebih dulu. Diluar dugaan saya ternyata banyak juga sampan kecil yang hanya berisi satu orang nelayan turut berebut mendapatkan rejeki dengan mencari ikan di lokasi ini.

Kapal memutar, sembari juru kemudi kemudian mulai membangunkan kapten kapal dan dilanjutkan membangunkan awak kapal lainnya. Dalam waktu singkat mereka sudah bangun semua, ada yang membuat kopi untuk menemani memancing pagi itu, sebagian lainnya mempersiapkan umpan dan juga peralatan memancing.

nelayan larantuka memancing

Umpan telah dilempar, tali pancing mulai terulur. Setidaknya 5 tali pancing telah bersiap menerima kejutan dari bawah laut. 15 menit berlalu, umpan belum juga disambar. Setelah 20 menit satu pemancing mulai mengulur talinya, tanda ikan dibawah sana memakan umpan. Sayang tali yang sedikit kusut di tempat gulungan menghampat terulurnya tali mengikuti tarikan ikan besar, pemancing mencoba menahan sejenak tarikan ikan untuk memberi kesempatan rekannya mebetulkan kusutnya tali di gulingan tadi. Sayangnya tarikan ikan terasa sangat kuat pemancing kewalahan sehingga tali kemudian putus. Hilang sudah ikan pertama yang seharusnya didapatkan pagi itu. Memancing membutuhkan keahlian antara tarik dan ulur agar ikan tidak terlepas dari mata kail dan juga memutus tali pancing. Memancing bukan sekedar dapat dan asal tarik saja, nelayan handline di Larantuka sangat paham akan itu.

dsc00367

Kekecewaan akan terlepasnya ikan pertama kemudian terobati, pemancing di bagian depan berteriak tanda umpannya disambar ikan lainnya. Tarik dan ulur umpan kembali dilakukan, untuk melayani gerakan ikan dibawah sana. Selama lebih kurang 15 menit kemudian Tuna sirip kuning dengan berat berkisar 30 Kg berhasil mereka angkat ke dek kapal. Setelah memastikan ikan tersebut sudah mati, kru kapal lain segera mengambil pisau untuk mengeluarkan isi perut ikan sebelum dimasukkan ke dalam salah satu palka kapal yang bersisi es sebagai tempat menyimpan hasil tangkapan.

Sinar mentari sudah mulai menerangi langit pagi itu, ketika ikan tuna berikutnya menyampar uman pemancing bagian bekalang kapal. Perlahan pemancing bergerak ke bagian samping-depan kapal untuk memudahkan proses tarik ulur dan mengangkat ikan hasil tangkapan nantinya. Ikan tuna sirip kuning kembali terangkat ke tas dek.

dsc00373

dsc00405

Menunggu umpan lainnya dimakan ikan, saya mengamati sekeliling, kapal-kapal liannya juga melakukan kesibukan yang sama. Armada pole and line juga mulai sibuk mengangkati Cakalang satu-persatu dengan pemancing yang berjajar di bagian depan kapal. Terlihat begitu mudahnya memancing ikan Cakalang dengan metode seperti ini. Pagi itu setidaknya 3 kapal pole and line beroperasi di wilayah favorit nelayan sekitar Flores timur ini.

nelayan pole and line

Untuk pertama kalinya saya melihat langsung proses bagaimana Nelayan Flores timur, khususnya Larantuka ini melakukan praktik perikanan tangkap yang ramah lingkungan, dengan memancing ikan satu-persatu. Metode ini sangat meminimalkan resiko “by catch”, yakni tertangkapnya satwa laut lainnya yang dilindungi atau ikan belum layak konsumsi ikut tertangkap. Sangat berbeda dengan trawl besar yang sekali menebar jaring, 50 ton isi laut terangkat semua tanpa bisa dipilah, tak jarang ikan kecil, hiu, penyu dan mamalia laut lainnya ikut mati sia-sia.

Saya hanya berharap praktik perikanan bertanggung jawab ini bisa dipromosikan lebih luas lagi, agar sumber daya perikanan laut kita dapat terjaga hingga anak cucu kita nantinya.

nelayan larantuka dan tuna
yellow fin larantuka
]tuna larantuka

dsc00155

Dua Benang Air Di Kaki Rinjani

Benang Stokel dan benang Kelambu, merupakan dua air terjun yang cukup poluler di Lombok. Keduanya berada berada di kaki gunung Rinjani, yang hanya dipisahkan dengan jarak lebih kurang 2 kilometer dari gerbang masuk kawasan wisata. Jika hendak ke air terjun benang Stokel, pengunjung cukup melakukan trekking sekitar 300 meter dari arah kiri pintu masuk, sedangkan menuju ke benang Kelambu, tinggal berjalan lurus mengikuti jalur dengan jarak tempuh sekitar 1500 meter.

Benang Stokel memang paling mudah dijangkau karena jaraknya relatif lebih dekat, cukup mempersiapkan alas kaki yang nyaman dan anti selip jika berencana mengunjunginya, terlebih jika musim hujan tiba. Begitu juga dengan benang Kelambu, jaraknya yang lumayan jauh dengan jalur trekking  berkombinasi naik turun akan merepotkan, apabila alas kaki kita tidak nyaman. Saya sempat melihat beberapa wisatawan yang pada akhirnya kesulitan berjalan ketika mengenakan alas kaki dengan hak tinggi (High Heels).

Satu hal lagi, demi keamanan bawaan dan benda berharga, anda sebaiknya membawa tas kedap air. Tidak hanya soal hujan yang kerap turun mendadak di tempat seperti lereng gunung, namun juga soal percikan air terjun acapkali menerpa cukup deras dari ketinggian.

Pilihan pertama saya untuk memulai trekking kala itu tentu saja menuju lokasi air terjun benang Stokel, yang dalam bahasa lokal artinya seikat benang. Trek yang relatif ringan dan dukungan cuaca masih cerah, hampir tidak ada kesulitan sama sekali untuk mencapainya. Sesampai di lokasi kita bisa melihat terdapat dua air terjun yang berdampingan, dimana terdapat kolam tampungan air terjun di bagian bawahnya. Beberapa pengunjung terlihat asyik mandi dan menikmati guyuran kesejukan air terjun di kaki gunung Rinjani ini.

air-terjun-benang-stokel-4

[one-half-first]air-terjun-benang-stokel-1[/one-half-first]
[one-half]air-terjun-benang-stokel-2[/one-half]

Tidak jauh di bawah air terjun benang Stokel terdapat satu air terjun dengan kolam yang cukup dalam. Seorang pemandu perjalanan sempat menantang tamunya untuk melompat dari tebing atas hingga terjun ke kolam di bawahnya. Abang pemandu perjalanan akhirnya mempraktikkan untuk meyakinkan tamunya bahwa kolam sangat dalam sehingga aman jika kita meloncat dari ketinggian yang cukup lumayan ini. Setelah melompat akhirnya mereka berjalan menyusuri sungai sebentar, mencari tebing sedikit landai yang mengantar mereka naik kembali ke lokasi awal.

air-terjun-benang-kelambu-jalur-treking

Destinasi selanjutnya tentu saja benang Kelambu. Butuh stamina yang cukup untuk mencapai Air terjun ini. Hal yang diluar prediksi sewaktu saya ke sana adalah, hampir saja handphone dan dompet saya basah karena hujan yang turun mendadak. Beruntung sebelum turun ke bawah air terjun saya sempat mengantongi dua bungkus plastik tempat makanan ringan yang sudah habis dan dibuang begitu saja di jalan oleh pengunjung. Yakin bahwa dompet dan handphone saya aman dari air, sayapun memutuskan trekking sekalian berhujan-hujanan saja, karena memang sudah sangat mustahil menghindari air hujan dalam kondisi ditengah jalur treking seperti ini. Tiada tempat berteduh jika sudah memastikan turun menuju ke lokasi air terjun, tempat-tempat strategis seperti di bawah pohon yang rindang pun, sudah penuh dengan pengunjung lain.air-terjun-benang-kelambu-dari-atas

air-terjun-benang-kelambu-2

[one-half-first]air-terjun-benang-kelambu-tangga-turunan[/one-half-first]
[one-half]air-terjun-benang-kelambu-1[/one-half]

Di bawah rintik hujan yang lebat saya menyempatkan mengamati air terjun Benang Kelambu. Namun tak lama saya memutuskan segera naik karena saya merasa terlalu beresiko berteduh dibawah tebing-tebing curam dalam kondisi hujan lebat seperti ini, apalagi jika berada dibawah sekitar air terjun. Mengambil tidakan berhati-hati tentu adalah prioritas yang saya utamakan, mengingat saya bukan orang lokal yang pastinya belum tahu kondisi dan tingkat keamanan disini.

air-terjun-benang-kelambu-hujan

Hujan semakin lebat dengan suara guntur terdengar dengan intensitas semakin sering. Saya memutuskan menyudahi kunjungan dengan berjalan balik ke arah motor sewaan saya terparkir. Kembali menyusuri medan naik turun sejauh 1500 meter untuk mencapai gerbang masuk bukan hal yang singkat. Lagipula, berjalan sendirian ditengah hujan di kaki Rinjani cukup dingin juga rupanya. Jangan dibayangkan jalurnya murni hutan di lereng gunung, jalur ke air terjun tadi merupakan kombinasi hutan dan kebun warga sekitar, yang mana kebanyakan berupa kebun pisang. Ah sepertinya saya harus cari penjual kopi dan pisang goreng ketika sudah sampai sekitar parkiran motor, demikian pikir saya selama menyusuri jalur menembus dinginnya hujan.

Menyisir Rute Pantai Bali Selatan

Pada awalnya tujuan saya ke Bali hanya sekedar transit sekitar dua hari, serta menjemput seorang partner jejalan untuk berpetualang ke destinasi selanjutnya. Akan tetapi entah kenapa mendadak dia punya ide sedikit nekat. Di waktu singkat yang harusnya kami gunakan untuk beristirahat itu, dia justru mengajak saya sehari penuh menjelajah pantai-pantai disekitar Bali Selatan. “Packing semuanya malam ini, besok kita seharian keliling pantai”, demikian celotehnya.

Serasa perintah komandan pada bawahan, saya tak kuasa menolak, lagipula mampir ke Bali tanpa ke pantai memang serasa ada yang kurang. Akhirnya pada esok pagi kami berdua langsung menyewa motor dan memulai petualangan singkat, Menyisir Rute Pantai Bali Selatan. Bisa jadi rekan-rekan pejalan cukup familiar dengan beberapa lokasi berikut, namun tidak ada salahnya mencoba urutan rute perjalanan singkat kami menjelajah pantai-pantai yang sudah terdeteksi didalam radar.

Pantai Balangan, Bak Bilabong Hijau Dibawah Tebing

Pantai Balangan

Keluar dari hotel di kawasan Kuta, kami memacu motor menuju kearah Selatan. Seusai melewati Bandara dan kawasan Jimbaran, sampailah di perempatan yang menuju kearah pantai Balangan. Trek jalan memang cukup rumit dan berkelok-kelok, akan tetapi kami berdua cukup mengikuti jalur aspal utama hingga akhirnya sampai menuju lokasi.

View pantai berpasir putih terhampar dihadapan mata, disisi sebelah kiri terdapat tenda-tenda berwarna putih untuk para wisatawan yang mencoba menikmati pantai sambil tiduran diatas kursi malas. Sementara sisi sebelah kanan, air laut berwarna biru kehijauan dengan ombaknya yg lebih tenang justru lebih menarik minat kami. Berenang dan bermain air laut yang bening bak billabong adalah pilihan yang tidak boleh dilewatkan.

Dreamland, Dengan Aneka Spot Populer

Dreamland beach

Tujuan berikutnya adalah pantai dreamland, pasirnya yang putih lembut, dan viewnya yang menghadap ke barat adalah pilihan menkmati sunset yang cukup ideal. Bosan dengan bermain-main air laut, coba mendaki bukit di sisi utara adalah alternatif lain, sekedar mendapatkan tampilan yang sedikit berbeda dari ketinggian. Para pecinta selfie dan suka eksis, bakal menemukan banyak spot foto yang mainstream disini. Jadi, yang ke Dreamland jangan pernah melupakan tongsismu yah. Hehehe

Pantai Padang-padang, Sedikit Petualangan Menyisir Celah Karang

[one-half-first]pantai-padang-padang-1[/one-half-first]
[one-half]pantai-padang-padang-2[/one-half]

 

Pantai ini sebenarnya sudah terlihat jelas dari atas jembatan Labuan Sait, akan tetapi jangkaunnya masih cukup jauh menuruni karang dibawah. Perjalanan disela-sela tepian celah karang sempit dan gelap, dengan undak-undakan buatan menyuguhkan petualangan singkat bak memasuki gua. Tetapi semua terbayar lunas dengan kecantikan pantai berpasir putih, dengan batu-batu karangnya yang dipenuhi rumput.

BluePoint Uluwatu, Beragam Pilihan Viewpoint dari Kafe dan Resto

Blue Point Uluwatu

Petualangan menuruni hampir dua ratus anak tangga memang cukup menguras tenaga, tetapi banyaknya pilihan Kafe dan Resto dengan view menjanjikan dari atas karang, sudah cukup mengobati rasa lelah kami berdua selama perjalanan. Disebelah kiri viewpoint terdapat tangga menuju hamparan pasir pantai Uluwatu. Birunya laut bergradasi ke hijau tosca memang cukup memancing minat untuk terjun dan bermain-main air disana.

GreenBowl, Privat dan Tersembunyi dibawah bukit Karang

Green Bowl

Tiga Ratus Sebelas anak tangga. Itulah hitungan kami berdua tatkala turun menyusuri jalan setapak menuju pantai ini. Tersembunyi jauh dibawah bukit karang, melewati semak belukar dan jalan setapak yang kadang ditemui kera-kera liar, adalah perjuangan yang cukup melelahkan. Green Bowl menyuguhkan view yang istimewa, diapit bukit di kiri dan kanan, hamparan pasir putihnya serasa pantai privat yang hanya dikunjungi turis secara terbatas.

Pantai Pandawa, Pantai Populer Favorit Setting FTV

Pandawa beach

Tulisan “Pantai Pandawa” berwarna putih besar terpampang diatas bukit karang yang sudah “terbelah” ditembus jalan aspal. Jangkauan pantai ini memang sangat mudah dengan akses jalur yang berkelok-kelok hingga ke area parkir bawah. Beragam tenda dan bangunan permanen berjajar disepanjang pantai, aneka permainan air semacam perahu kayak dan pelampung disewakan disana. Mass tourism memang kental terasa di pantai yang juga populer sebagai setting Sinetron FTV ini, namun perjalanan dengan view pantai dari jalanan aspal diatas jalur karang adalah momen yang patut untuk diabadikan.

Pesona Lain Dari Kawasan Coban Rondo

Coban Rondo memang terkenal dengan wisata Air terjunnya, coban adalah bahasa jawa untuk Air terjun, atau orang Jawa barat menyebutnya Curug. Namun sebenarnya banyak aktivitas lain yang dapat kita nikmati di kawasan ini selain kawasan air terjunnya, mulai dari bermain petak umpet di taman Labirin, memanah, berkemah, hingga air berkuda, atau hanya sekedar untuk menikmati segelas kopi dipagi hari ketika menanti sang mentari terbit dari arah timur, diatas kota Malang dan Batu.

coban rondo taman labirin

sunrise coban rondo

daun cokelat dancok coban rondo

Salah satu saran tempat yang nyaman buat duduk-duduk santai di sini adalah DANCOK: Daun Cokelat (Cafe, Trail & Jeep Station). Lokasi ini tepat di seberang jalan taman labirin. Masih rimbunnya pepohonan disekelilingnya menjadikannya cukup sejuk, karena sinar mentari tersaring oleh daun-daun hijau yang memanjakan mata sekaligus menyegarkan paru-paru kita. Tempat ini cocok untuk mengamati kota batu jauh di kaki bukit.

Selain segarnya udara, kicau burung adalah hal yang dapat kita nikmati di kawasan ini. Tempat yang sebenarnya tidaklah terlalu jauh dari gunung Banyak, lokasi wisata yang terkenal dengan wisata paralayangnya. Mungkin hanya dibutuhkan sekitar 15-20 menit berkendara dari gunung Banyak ke lokasi ini. Hanya perlu menyeberang di perbukitan sebelah selatan gunung Banyak.

Sudut peninapan Palawi Risorsis

pt risorsis

[one-half-first]palawi risorsis 4[/one-half-first]
[one-half]PT. Palawi Risorsis 4[/one-half]

pt risorsis 2

Sebuah tempat alternatif bagi wisatawan yang berkunjung ke Malang atau Batu. Saran saya malah sebaiknya Anda mencoba menginap di sini setidaknya sehari, dengan bangun dipagi hari Anda dapat berjalan santai menikmati segar dan dinginnya udara yang semakin langka akhir-akhir ini. Dingin sejuk yang tidak terlalu menusuk menurut saya, pas sekali untuk suasana liburan keluarga Anda.

Yakin tidak ingin mencobanya berkunjung kemari?. Atau setidaknya lain waktu sempatkan kemari 🙂

Sekedar catatan, semua foto di postingan ini menggunakan camera dari Xiaomi Mi 4i, selama setahun ini saya cukup puas mengabadikan perjalanan saya dengan kamera dari smartphone ini.

coban rondo tree 2

coban rondo tree 1

dancok daun cokelat coban rondo 5

daun cokelat coban rondo 3

daun cokelat coban rondo 2

daun cokelat coban rondo 1

 

Tujuh Pantai Di Lombok Yang Sayang Dilewatkan

Mendengar kata Pulau Lombok, sebagian traveler akan langsung berpikir pada keindahan alam pegunungan Rinjani dan pantai-pantai disekelilingnya. Yaa, Lombok dan jajaran pantai indah yang tersembunyi adalah impian bagi banyak pejalan dari dalam dan luar negeri. Baik pantai yang landai, maupun dengan perbukitan yang curam dan terjal. Pada postingan singkat kali ini, kami akan deskripsikan tujuh pantai Lombok yang sayang untuk dilewatkan, tentunya beserta sekelumit kisah versi kru jejalan.

Gili Trawangan, favorit pecinta island hopping

DSC00161

Kita mulai dari kawasan Lombok Barat dengan Trio Gili nya. Dari ketiga pulau yang ada (Gili Air, Gili Meno, Gili Trawangan) barangkali Gili Trawangan adalah salah satu destinasi yang patut dicoba. Tidak ada seorangpun yang bisa menolak keistimewaan pulau kecil berpasir putih, dengan fasilitas lengkap semacam hotel, vila, resto, night club, namun bebas dari kendaraan bermotor. Tentunya mengitari pulau dengan perahu bakal menjadi aktivitas yang tidak akan membosankan.

Pula berkeliling menggunakan andong cidomo atau sepeda angin, adalah pilihan tepat selain menghabiskan waktu bercengkrama dengan kemolekan pantai sepanjang hari, dan menikmati gempita night club dimalam hari. View sunrise yang fenomenal disetiap pagi, sekaligus sunset dengan latar Gunung Agung pulau Bali dikala senja adalah penawaran yang istimewa dari Gili Trawangan.

Senggigi, view sunset yang terkenal sejak dulu

senggigi sunset

Dari sekian banyak pantai Lombok yang “ngehits” di postingan social media saat ini, pantai Senggigi jarang sekali muncul. Hal ini bisa dimaklumi mengingat destinasi ini merupakan kawasan wisata jadul yang sekarang identik dengan area hunian hotel dan resort. Akan tetapi kendati sudah mulai ramai dan penuh sesak dengan mass tourism yang memadati, kecantikan view sunset dari pantai senggigi tidak pernah lekang dimakan waktu.

Tanjung Aan, Butiran pasir bak merica, dengan ombak yang ramah

tanjung aan

Sebagai salah satu destinasi populer di Lombok Tengah, Tanjung Aan menjadi incaran para pejalan mengingat pantainya yang memiliki ombak tenang karena keberadaan bukit di kiri kanannya. Para pecinta pantai yang malas untuk berbasah ria, menikmati keunikan butiran pasir bulat bak merica, dan ombak kecil yang menyapa mata kaki adalah suatu relaksasi menyenangkan dikala liburan.

Bukit Merese, setting favorit videoklip lagu

bukit merese

Tepat disebelah Barat Tanjung Aan, terdapat bukit menjorok ke laut. Kontur perbukitan yang berlayer dengan tebing-tebing curam di kiri kanan adalah salah satu view yang menarik bagi pecinta adventure khas pantai. Dimusim hujan, hamparan rumput hijau bak permadani berbukit-bukit adalah racikan alami yang nikmat dipandang. Sebaliknya ketika kemarau, tanah gersang kecoklatan dengan warna biru laut disekelilingnya merupakan tampilan landscape yang tak kalah istimewa.

Pecinta musik tanah air mungkin sudah tidak asing dengan perpaduan pantai berbukit-bukit ini. Sudah dua buah lagu dari penyanyi populer tanah air menjadikan tempat ini sebagai setting video klipnya.

Pantai Seger, Legenda Putri Mandalika

pantai seger

Lokasinya tak jauh dari Pantai Kuta dan Tanjung Aan, Pantai Seger dengan garis pantai yang lurus dan berpasir putih senantiasa menjadi suguhan yang luar biasa. Ritual Tahunan warga lokal berburu cacing laut (Bau Nyale) kerap diadakan di pantai ini. Mitos bahwa Nyale (Cacing Laut) adalah reinkarnasi Putri Mandalika menjadi kisah Legenda yang turun-temurun. Diluar kepercayaan lokal tersebut, pantai Seger memang menyajikan tampilan alam yang mungkin tidak kalah cantik dengan paras sang Putri.

Pink Beach, diapit dua bukit dengan pemandangan memanjakan mata

pink-beach-lombok

Beralih ke Lombok Timur terdapat Pantai Pink yang juga dikenal dengan pantai Tangsi. Menjadi populer beberapa waktu terakhir mengingat betapa fenomenal nama yang disandangnya. Yaa… sebuah pantai dengan pasir berwarna Pink Kemerahan. Memang ke alami an tempat dan habitat terumbu karang yang sehat, membuat pasir pantai yang basah oleh air laut terlihat berwarna pink kemerahan dibawah cahaya matahari.

Diapit oleh dua bukit di kedua sisinya, tempat ini memiliki garis pantai yang landai dengan hamparan vegetasi sebagai peneduh. Menyeruput kelapa muda yang banyak dijual di warung tepi pantai sembari menikmati sajian pasir pantai berwarna pink yang memanjakan mata, adalah salah satu alasan mengapa Pink Beach tidak boleh dilewatkan.

Tanjung Ringgit, sajian spektakuler di ujung Lombok

tanjung ringgit lombok

Dibalik bukit yang berada disisi Pink Beach, terdapat destinasi yang tak kalah menarik. Tempatnya tersembunyi di ketinggian bukit, dengan jalur akses yang cukup susah dijangkau. Inilah Tanjung Ringgit, ujung paling Selatan-Timur Pulau Lombok. Agak kurang pas memang jika disebut pantai, mengingat tempat ini dominan berupa tanjung dengan sisi-sisi yang curam. Gemuruh ombak lautan dengan warna biru pekat, adalah sajian spektakuler dari ketinggian.

tanjung ringgit

Ayunan dan Gili Trawangan

Pagi itu, suasana Tahun baru sangat terasa di Gili Trawangan, satu diantara tiga pulau kecil destinasi primadona para turis tatkala berkunjung ke Lombok. Kendati hingar bingar perayaan mungkin sudah lewat sedari tadi malam, namun sisa-sisa kemeriahan masih terasa. Keramaian pengunjung dari dalam dan luar negeri terlihat memenuhi jalanan dan café-café disepanjang tepi pantai Gili Trawangan. Kami memaklumi karena kebetulan libur awal tahun kali ini jatuh pada hari Jum’at, “If weekend start from Friday, you will find long weekend”, demikian celetuk partner saya sembari menyeruput es krim Gili Gelato yang banyak ditemui disekitar pusat keramaian menuju pantai.

Saya hanya tersenyum, walau pernah berkunjung ke Lombok, namun baru kali ini menginjakkan kaki di Gili Trawangan. Ditengah lamunan sepanjang langkah kaki menuju penginapan yang sudah kami pesan, saya bertekad sore nanti akan menjajal berkeliling dengan sepeda kayuh yang banyak disewakan di pulau ini.

IMG_20160101_170405_HDR

Sepeda kayuh, dan cidomo (kereta kuda tradisional) adalah alat transportasi yang lazim ditemui. Bebas polusi dan asap kendaraan adalah salah satu “kemewahan” (demikian saya menyebutnya) yang ditawarkan tempat ini. Para wisatawan bebas menikmati keindahan pantai khas Lombok, tanpa harus terganggu berisik mesin maupun polusi kendaraan. Dan hal inilah yang memang kami rasakan sore itu ketika bersepeda santai disepanjang pantai menjelajah semua sudut pulau.

Kira-kira butuh hampir satu jam untuk menyudahi berkeliling dengan sepeda, namun kenyataannya kami berdua menghabiskan lebih banyak waktu. Entah berapa kali berhenti, menyandarkan sepeda ke pepohonan, berlari sambil melepas alas kaki, membiarkan telapak merasakan kelembutan pasir putih pantai, kesegaran air laut yang sebening Kristal, dan memanjakan mata dengan pemandangan gradasi warna hijau biru air laut berhias buih ombak kecil yang cukup ramah menyapa mata kaki. Kami memulai hari di awal tahun dengan sangat menyenangkan.

 

IMG_20160102_183822_HDR

Sepeda, pantai, dan senja, adalah kombinasi istimewa yang memenuhi jepretan kamera saya sore ini. Namun ada satu lagi yang kiranya tak bisa dilewatkan, yakni ayunan. Entah siapa yang memulai membuat alat bersantai ini dan membangunnya di atas permukaan air pantai, namun kami menemukan banyak sekali ayunan disepanjang keliling garis pantai. Mulanya hanya sekedar obyek foto sculpture bagi saya, sebuah aksentuasi diantara dominasi keindahan alam pantai Lombok. Akan tetapi lain halnya dengan partner jejalan saya kali ini, nalurinya sebagai traveler cewek tentu menasbihkan ayunan adalah obyek “berfoto” yang sangat menyenangkan. Jadilah akhirnya senja kali ini dihabiskan untuk menikmati sunset disekitar ayunan pantai Gili Trawangan.

IMG_20160101_172524_HDR

Sculpture, aksentuasi, unik, artistik, dan mungkin juga romantis. Cukup banyak pilihan kata untuk menggambarkan keberadaan ayunan kayu dengan tali tambang sederhana itu. Beberapa ayunan milik villa atau hotel, didesain lebih menarik, safety, dan juga penuh nuansa etnik, ditempatkan di pantai depan hotel atau villa yang langsung menghadap ke laut.

Menjelang senja tiba, karya seni sederhana ini sontak ramai dan menjadi point of view para turis. Bergantian mereka berfoto dengan latar matahari tenggelam, berpose sendiri maupun bersama pasangan, mencoba mengambil kesempatan menyelami sisi romantisme diantara semburat lembayung jingga di ufuk Barat. Karena Gili Trawangan selalu menjanjikan lukisan alam senja yang istimewa, walau tidak setiap hari anda selalu bisa berada disana.

Berakhir Pekan Di Pantai Selatan

Debur ombak semakin jelas terdengar menghantam batu karang di pagi buta itu. Gemuruhnya seakan berlomba dengan hempasan angin laut yang menggoyang tenda kami, berisik kain penutup tenda inilah yang sejak tadi malam membuat sering terjaga. Bagi saya yang terbiasa camping di gunung dengan segala suasana sepi dan dingin suhu udara, coba menjajal menginap ditepi pantai adalah sesuatu yang baru. Saya belum beradaptasi dengan segala berisik ombak dan terpaan angin pantai yang terus menderu diluar tenda.

Akan tetapi semua suara yang semalam penuh menggema di telinga, seketika itu juga lenyap tatkala saya terbangun dan menyibak kain penutup pintu tenda. View sunrise pagi dengan setting ala pantai terpampang jelas seolah terbingkai pintu tenda yang memang sengaja kami tempatkan langsung menghadap ke laut. Jarang-jarang saya bisa menemukan pemandangan seperti ini, apalagi menyaksikannya disaat kali pertama membuka mata terbangun dari tidur. Hanya ada satu kata, Istimewa…

 

Sembari membenahi dan membersihkan sisa arang kayu bakar didepan tenda bekas api unggun semalam, saya tidak melewatkan kesempatan emas ini untuk sejenak menikmati terbitnya fajar dan mengabadikannya dengan kamera. “Selamat pagi anak pantai…!!” demikian sapa saya, menggoda teman-teman yang juga mulai terbangun dan ikut terperangah menyaksikan pemandangan pagi itu.

Yaa… itulah sambutan pagi paling menyenangkan yang kami alami weekend kemarin, disaat saya dan beberapa teman sengaja mengagendakan traveling ala Camping di tepi pantai. Hanya berbekal rencana dadakan ala “just pack and go”, saya dan Arin, traveller sekaligus adik kelas di kampus dulu, sepakat mengajak teman kami masing-masing untuk berpiknik ria dan ngecamp ala anak pantai.

Pilihan lokasi camping kami jatuh ke pantai Bolu-bolu di Malang Selatan. Sebenarnya cukup banyak pantai indah di sepanjang Malang Selatan, namun untuk berakhir pekan kali ini sengaja kami memilih pantai Bolu-bolu bukan tanpa alasan. Disamping pemandangannya yang lumayan indah, pantai ini juga relatif sepi dan diperbolehkan mendirikan tenda untuk menginap.

Jangkauan lokasinya cukup sulit memang, belum terdapat jalur darat yang representatif untuk menuju kemari, salah satu solusi adalah harus memutar menyeberangi perbukitan menggunakan perahu motor dari pantai Lenggoksono. Namun hal itu terbayar lunas dengan menikmati pantai yang masih cukup alami, berair bening, berpasir putih dan menjanjikan pemandangan eloknya laut di sebelah Timur, dan pastinya suara ombak khas laut selatan yang bergemuruh sepanjang hari. Hehehe.

Tidak banyak aktivitas yang bisa kami lakukan mengisi akhir pekan di tepi pantai, berburu foto, memasak menu instan dengan peralatan camping sederhana, berbagi cerita dan pengalaman sambil makan bersama, serta menikmati buah kelapa muda yang dipetik langsung dari pohonnya. Pantai ini memang tidak terlalu luas, kiri kanan dan belakang terkepung oleh bukit-bukit terjal, dan lautan dengan ombak besar membentang didepan. “Mirip tempat pengasingan yang terisolasi” gurau saya, “pengasingan yang menyenangkan tentunya”.

IMG_0271

 

Tatkala mulai jenuh, kami juga bisa mampir ke pantai Banyu Anjlok disebelah. Yang juga menjanjikan pemandangan air terjun dari perbukitan yang aliran airnya jatuh langsung ke laut. Walaupun debit airnya tidak terlalu besar, akan tetapi keunikan air terjun ditepi pantai adalah suatu sensasi tersendiri bagi para penggemar selfie yang ramai berpose ria dengan tongsisnya, berfoto dengan latar belakang air terjun banyu anjlok.

Namun bagi saya, Arin, dan para partner jejalan kali ini. Tiada aktivitas yang lebih menyenangkan selain tiduran didalam tenda, menikmati semilir angin, dan memandangi birunya air laut ditepian pantai. Karena bermalas-malasan di pantai ini, adalah salah satu cara bersantai menikmati akhir pekan yang paling menyenangkan.

IMG_0492 siluet

IMG_0411 api unggun

Romantisme Bawah Laut

Romantis, kira-kira itu yang terpikir dengan kegiatan baru yang saya coba sebulan terakhir ini. Scuba Diving membawa saya menemukan dunia yang terasa baru. Landscape yang begitu berbeda dengan dunia darat, satwa yang berbeda bentuk dan perilakunya pun begitu. Hal baru yang mengasyikkan, birunya lautan menyejukkan mata, membuat seolah banyak hal diluar sana terlupakan sejenak.

Aktivitas bawah air ini masih membuat saya terus dan terus takjub dengan segala hal yang diciptakan olehnya. Pertanyaannya kenapa saya baru mengenal dunia ini, dunia bawah air. Romantisme yang mengagungkan pencipta atas segala ciptaan-Nya.

Kemudian pertanyaan lain muncul juga, seperti apa sih orang-orang yang menyukai dengan dunia bernafas dengan mulut dan berkacamata besar dan repotnya menggendong tabung dipunggung mereka. Apakah merasakan hal yang sama, atau malah biasa saja?.

deepdeeplove2

deepdeeplove3

Mencoba Sony a6000 di Bromo

Kamera apa yang lebih cocok untuk menemani saya sebagai pejalan yang semakin tua ini? haha… ya sebenarnya seiring dengan tenaga yang sudah tidak meledak-ledak lagi seperti beberapa tahun yang lalu, tentu ada pertimbangan untuk mengganti kamera dslr lama yang cukup berat dengan kamera baru. Kamera yang lebih ringan dan praktis, tentu dengan tidak mengorbankan sisi kualitas fotonya secara “teknis”.

Maksud “teknis” diatas adalah secara sepesifikasi teknisnya. Karena kalau soal ranah bagus tidaknya kembali ke penggunanya, seperti pepatah yang cukup terkenal diantara tukang jepret saat ini, semua tergantung dari “Man Behind the Gun”. Saya cukup sepakat dengan kata tersebut, tapi juga bukan yang setuju seratus persen juga, haha. Bagaimanapun kamera yang secara teknologi semakin advance akan sangat membantu banyak penggunanya. Walaupun disini saya tidak akan menjelaskan detail teknik hasil foto-foto saya. Hanya sekedar built-in kualitas kamera dengan feel/style saya memotret.

Selebihnya saya tidak akan berpanjang lebar, foto-foto berikut adalah testing pertama saya yang mencoba menggunakan kamera mirrorless a6000 (alpha 6000) keluaran dari Sony. Untuk spesifiasi lengkapnya silahkan dilihat langsung disini.

DSC00347

DSC00348

DSC00331

Lensa yang saya coba hanyalah Kit-nya saja, Sony 16-50mm f/3.5-5.6 OSS, secara umum saya cukup puas dengan lensa ini, cukup tajam dengan rentang yang pas buat berjejalan. 16mm-nya lebih dari cukup untuk menangkap landscape alam. Bagaimana untuk Selfie? ya walaupun tidak memungkinan melihat melalui lcd, namun dengan lensa yang cukup lebar, selfie dengan gaya ngawur-pun akan ter-cover dengan baik :p.

DSC00524

DSC00272

DSC00111

IMG_1248

Kamera ini cukup ringan dan ringkas buat penyuka gaya snap-shoot, sangat nyaman untuk memotret dengan kondisi bergerak atau objek-nya yang bergerak, atau bahkan keduanya bergerak bersama. Pemotret dan objek yang dipotret sama-sama bergerak. Ya cukup nyaman untuk melakukannya.

IMG_1252

LCD-nya cukup tajam dengan warna yang cerah, komposisi peletakan menu di LCD juga cukup terorganisir dengan baik, untuk aksesnya sepertinya hanya butuh membiasakan diri saja, terlebih buat saya yang lebih familiar dengan urutan menu Canon setelah bertahun-tahun menggunakannya.

IMG_1253

Bagaimana dengan Electronic View Finder-nya? atau biasa disebut EVF. Sebelumnya saya belum pernah menggunakan kamera dengan penggunaan EVF, tetapi secara umum saya cukup puas dengan EVF milik a6000 ini, semua menu juga dapat terakses/tampil langsung di dalam EVF. Memudahkan untuk mengubah-ubah setingan sambil tetap fokus membidik melalui EVF. Cukup keren menurut saya.

DSC00286

DSC00282

DSC00319

Untuk kondisi low light-pun saya cukup puas. Percobaan dengan iso 3200-pun memunculkan noise yang menurut saya masih bisa diterima.

Slebihnya silahkan menilai sendiri melalui hasil jepretan saya lainnya.

DSC00327

DSC00395

DSC00414

DSC00415

DSC00439

DSC00447

DSC00550

DSC00544

DSC00497

DSC00570

DSC00490

DSC00480

DSC00468

DSC00466

DSC00465

DSC00160

DSC00181

Bagimana kalau pendapat Anda?