Tekstur Lembut, Kenyangkan Perut
“…Gethuk, asale saka tela… Mata ngantuk, iku tandane opo…?” (…gethuk, asalnya dari ketela… Mata mengantuk, itu tandanya apa…?)
Demikian sebuah penggalan lirik lagu campursari yang populer pada eranya. Walau dari syairnya jelas menyebut nama jajanan “Gethuk”, tapi yang pasti tidak ada kaitan samasekali dengan mata mengantuk (hanya akhiran kata yang lafalnya sama), apalagi kalau sampai menganggap Gethuk adalah obatnya mata mengantuk. Hehehe.
Apa yang dinyanyikan dalam syair isi lagu tersebut ada benarnya. Sebagai salah satu jajanan tradisional tempo dulu, Gethuk memang berbahan dasar dari ketela. Salah satu jenis umbi-umbian yang sebenarnya mengandung banyak gizi serta manfaat, dan pada intinya termasuk bahan makanan yang bisa mengenyangkan. Apalagi setelah diolah menjadi kue gethuk. Bergizi, mengenyangkan, dan rasanya lebih lezat.
Bagi saya, penjual gethuk dengan rombong sepeda kayuhnya adalah momen spesial yang layak dinanti. Apalagi sore hari menjelang berbuka puasa seperti saat ini. Tentunya beberapa potong kue Gethuk dengan warna-warni menarik diantara taburan kelapa parut, menjadi sebuah tampilan yang layak untuk menjadi makanan pembuka saya petang nanti.
Pembuatan kue gethuk sebenarnya sederhana dan cukup mudah. Setelah dikupas dan dibersihkan, ketela direbus hingga matang. Selanjutnya ketela tadi ditumbuk hingga benar-benar halus. Adakalanya sebagian orang menggunakan gilingan untuk menghaluskan ketela. Karena itulah disebagian tempat, kue ini kerap disebut gethuk Lindri, (lindri = dibuat dengan cara digiling/dilindri).
Setelah ketela dihaluskan, kemudian diberi gula dan garam secukupnya hingga terasa manis sesuai keinginan. Untuk lebih menarik biasanya sebagian orang menambahkan pewarna makanan. Lantas, barulah adonan gethuk diiris, dicetak atau dibentuk seperti untaian benang dengan cara dimasukkan gilingan daging. Gethuk pun siap disajikan dengan disertai taburan kelapa parut.
Dengan harga relatif murah, 500,- rupiah per-potong. Saya bisa menikmati potongan demi potongan kue gethuk sebesar genggaman itu. Rasanya demikian mantab, teksturnya lembut di mulut, rasanya manis ringan tidak membuat eneg. Dan yang pasti, cukup tiga atau empat potong saja sudah sanggup mengganjal rasa lapar saya. Nyaamm…, saya hampir melupakan nasi rawon diatas meja sebagai menu berbuka puasa saya yang utama. Kue Gethuk memang benar-benar istimewa.