Musim Semi Di Kebun Raya Cibodas

Sudah lama saya mendengar bahwa di Kebun raya Cibodas ada beberapa pohon sakura, pohon ini katanya ditanam sejak tahun 1953. Sebagai penduduk negara dengan dua musim; hujan dan kemarau, boleh dong menikmati suasana musim semi seperti di Jepang. Yang paling terkenal tentu ditandai dengan berbunganya pohon sakura.

Tak perlu jauh maka saya mencoba menikmati suasana ala musim semi di Kebun raya Cibodas, tentu ketika pohon sakura sedang berbunga. Di Kebun raya Cibodas pohon sakura berbunga dua kali dalam setahun, yakni bulan februari dan bulan september.

Saya mendapati beberapa satwa kecil juga turut menikmati mekarnya bunga khas Jepang ini. Pohon sakura atau beberapa orang menyebutnya bunga sakura ini sebenarnya tergolong dalam familia Rosaceae, genus Prunus sejenis dengan pohon prem, persik, atau aprikot. Bahasa inggrisnya umum disebut dengan nama cherry blossoms.

Tak hanya soal bunga sakura sebenarnya, secara umum Kebun raya Cibodas cukup asyik dan nyaman untuk digunakan sebagai tempat melepas penatnya Jakarta, tentu pilih waktu berkunjung yang pas, agar gak malah jadi tambah penat ketika mendapati jalur puncak Bogor yang macetnya ampun-ampun, hehe.

Yang membedakan Kebun raya Cibodas dengan Kebun raya Bogor rasanya soal sejuknya udara, ya karena lokasi Kebun raya Cibodas memang pas di lereng atau kaki gunung Gede Pangrango, wajar jika lebih dingin. Yang jelas koleksi flora faunanya ya memang berbeda sih, secara otomatis suasananya juga berbeda.

Bagaimana seru kan? Mungkin lagu Uci bing slamet dengan judul Bukit Berbunga cocok diputar saat berkunjung ke sana, hehe.

Di bukit indah berbunga
Kau mengajak aku kesana
Memandang alam sekitarnya
Karena senja telah tiba
Mentari tenggelam
Di gunung yang biru
Langit merah berwarna sendu

Kita pun turun bersama
Melintasi jalan setapak
Tanganmu kau peluk di pundak
Membawa aku melangkah
Tak lupa kau petik
Bunga warna ungu
Lalu kau selipkan di rambutku

Bukit berbunga
Bukit yang indah
Di sana kita selalu datang berdua
Memadu cinta
Bukit berbunga
Tempat yang indah
Di sana kita selalu datang berdua
Di bukit berbunga

Menghabiskan Sabtu di Grojogan Sewu

Penunjuk waktu yang tertera dilayar ponsel sudah menunjuk pukul tujuh, tidak terlalu pagi kami berempat tiba di kota Karanganyar, Jawa Tengah. Perjalanan saya kali ini ditemani Zakky, Diky, dan Faris, tiga kawan dari Pasuruan yang juga doyan travelling. Sesuai rencana awal, tujuan jejalan kali ini adalah menyambangi Air Terjun Grojogan Sewu di Tawangmangu. Dan kami tidak sendirian, saya juga mengajak Maya, sahabat lama jaman sekolah yang kebetulan sudah lama stay di kota ini. Karena kami yang buta rute menuju destinasi, akhirnya sepakat menemui Maya di pusat kota Karanganyar pagi-pagi sekali.

Lima jam berkendara dari Surabaya menembus pekat malam terasa cukup melelahkan bagi kami. Sembari menunggu si Maya tiba di lokasi, sejenak saya dan kawan-kawan merebahkan diri di jok kendaraan, dengan diiringi lantunan musik dari audio mobil setidaknya bisa membuat kami rileks.

IMG_3125

Tak berapa lama, yang kami nanti sudah tiba. Dengan senyum manisnya Maya menyapa kami yang sedang terkantuk-kantuk didalam mobil. “ayo sarapan dulu”, dia mengajak kami menuju warung Timlo yang tidak jauh dari tempat kami menunggu. “Pagi yang masih dingin disuguhi kuliner Timlo yang hangat tentu sangat mengundang selera” pikir saya.

Sambil saling mengenalkan kawan-kawan saya dengan si Maya, kami bercakap-cakap ringan ditemani sajian nasi hangat dan semangkuk sup Timlo yang masih mengepulkan uap panas, sup hangat dengan tampilan bening ini terasa segar di tenggorokan. Irisan telur pindang, dadar gulung, sosis, ditambah dengan mihun, potongan wortel dan sedikit jamur, semakin menggugah selera dengan suwiran daging ayam serta taburan bawang goreng yang menambah aroma. Ahh, kami hampir lupa untuk segera berkemas lagi menuju destinasi.

Dari kota Karanganyar, lokasi Grojogan Sewu Tawangmangu tidak lebih dari 30 kilometer. Jalur khas pegunungan berkelok dengan pemandangan perkebunan indah dikiri kanan jalan adalah salah satu daya tarik yang tidak bisa dilewatkan. Sejenak kami lupa akan rasa kantuk sebelumnya, dan fokus menikmati rute sepanjang perjalanan. Apalagi Maya mengajak serta dua temannya, Ami dan mas Ari. Perjalanan semakin menarik dan penuh dengan obrolan.

IMG_3133

Atas saran mas Ari, kami diarahkan masuk melalui pintu gerbang kedua Grojogan Sewu, mengingat jika melalui gerbang utama, jumlah undak-undak turunan anak tangga yang konon katanya mencapai 1200 lebih itu bisa membuat kaki gemetaran. Karenanya kami memilih alternatif gerbang kedua yang mana lokasi parkirnya lebih jauh, namun trek jalannya relatif lebih ringan. Apalagi teman saya Maya kala itu belum sepenuhnya fit akibat didera flu, medan yang berat dan cuaca hujan bisa menambah resiko.

Menerobos hutan pinus dan menapaki jalur bebatuan yang lembab berlumut bagaikan olahraga pagi buat kami. Cuaca mendung dan hawa pegunungan yang sejuk memang tidak membuat berkeringat, tapi setidaknya bisa menyegarkan paru-paru kami yang sudah lama merindukan udara segar travelling di alam terbuka. Trek relatif datar yang tidak terlalu menguras tenaga membuat kami lekas sampai pada view point Air Terjun Grojogan Sewu yang Legendaris itu.

 IMG_7267
 IMG_7289

 

Dari makna kata, Grojogan Sewu berasal dari kata Grojogan : Pancuran, Air Terjun dan kata Sewu : Seribu. Yang secara sederhana berarti Air Terjun Seribu. Entah darimana nama itu berasal, terkait mitos atau legenda, saya belum sempat bertanya. Tapi yang jelas, setelah berjalan menurun menuju aliran sungai, saya berdiri diatas jembatan dan menatap sebuah tampilan alam yang luar biasa. Sebuah air terjun yang cantik, hanya sebuah bukan seribu.

Sejenak saya terdiam menikmati hempasan uap air yang menerpa halus kulit muka, sementara yang lain mulai sibuk mengabadikan momen melalui kamera. Salah satu pesona wisata di kaki Gunung Lawu ini memang luar biasa, gemuruh deras aliran air yang tumpah dan hempasan angin bercampur uap air demikian terasa dari Air Terjun setinggi kurang lebih 80 meter ini. Kebetulan waktu itu bertepatan dengan musim penghujan, dimana debit air sedang tinggi. Kami benar-benar menikmati kemolekan Grojogan Sewu dengan sosok yang nyaris sempurna.

IMG_3147

Sedikit berhati-hati dengan banyaknya kera liar yang ada disana, kami harus pandai-pandai menyimpan benda-benda berwarna mencolok yang menarik perhatian mereka. Kacamata, jam tangan, gantungan kunci, makanan, bahkan ponsel. Satwa yang satu ini kadang tak segan bersitegang dengan pengunjung dan berani melakukan intimidasi. Tapi maklum sajalah, kita datang ke habitat mereka, mestinya kita yang harus tahu diri. Hehehe.

snapshot_00.02

Pukul sebelas siang mendung mulai bergelayut disusul rintik hujan, kabut juga mulai memenuhi udara disekitar kami. Hawa semakin terasa dingin dan jaket yang mulai basah mengingatkan kami untuk segera meninggalkan lokasi. Sembari menyempatkan diri mengambil beberapa gambar sepanjang trek menuju pintu keluar, perjalanan kami diiringi dengan obrolan dan debat santai terkait pilihan menu makan siang nanti. Hahaha, benar-benar Sabtu siang yang menyenangkan.

Benteng Vredeburg

Jari jemari saya menari lincah diatas permukaan layar sentuh itu. Sesekali mengetuk menu, atau juga menggeser dan memilih segala jenis informasi yang ditampilkan diatas layar selebar lebih dari 50 inchi itu. Memang tidak terlalu banyak informasi yang tersedia dimasing-masing layar menu, namun setidaknya sudah cukup membuat saya tersenyum puas. Karena layanan informasi berupa touchscreen ukuran besar ini tersedia sebagai sebuah fasilitas informasi di sebuah museum Indonesia. Yaa… betul… tepatnya di Museum Nasional Benteng Vredeburg Jogjakarta.

Menjadi salah satu dari beberapa bangunan kuno di area Titik Nol Kilometer pusat kota Jogja, Benteng yang dibangun pada tahun 1760-an ini berdiri kokoh hingga saat ini. Terletak berhadapan dengan Gedung Agung (salah satu Istana Kepresidenan yang ada di Indonesia), Benteng Vredeburg merupakan museum yang kerap menjadi jujugan pelajar sekolah selama wisata di kota Jogja. Seperti halnya saya, dengan membayar tiket masuk Cuma 2000 rupiah. Saya memuaskan diri menjelajah satu demi satu ruangan yang ada di dalam kompleks benteng.

Setelah melewati gerbang disisi Barat, saya disambut oleh halaman luas memanjang kearah Timur. Dengan bangunan-bangunan kembar dikiri kanannya, semakin memperkuat konsep simetris dari bangunan berbentuk persegi ini. Masing-masing bangunan menyimpan banyak barang bernilai sejarah. Terutama koleksi asli berupa senjata, pakaian perang, bahkan alat-alat rumah tangga. Juga ada koleksi berupa foto maupun diorama yang menggambarkan perjalanan perjuangan bangsa Indonesia. Diorama itu dibuat demikian detail dan ekspresif sehingga cukup memuaskan para pengunjung. Namun jujur saja, yang membuat saya puas dan bangga adalah sistim informasi layar sentuhnya itu, benar-benar berkelas…!! Hahaha…

Puas berkeliling didalam masing-masing ruangan, saya mencoba beralih menikmati suasana diluar. Sembari memperhatikan bentuk arsitektural bangunan, pula menikmati penataan landscape benteng yang cukup sederhana, dan sekali lagi… semua nyaris Simetris.

Dikelilingi oleh tembok yang kokoh disemua sisi, dan beberapa lubang-lubang intai diujungnya. Segala akses didalam benteng dibuat demikian mudah, banyak undak-undakan, trap tangga, lantai yang dibuat tinggi untuk dudukan meriam, dan keempat sudutnya dilengkapi menara pantau. Semakin menunjukkan betapa kuatnya pertahanan benteng ini dari sisi dalam. Sementara area luar dikelilingi parit dan dinding yang tinggi licin. Kiranya pada masa itu sulit sekali bagi lawan untuk menembus kedalam, karena pastilah dengan mudah dibabat habis jauh sebelum mendekati benteng.

Sementara bagi yang didalam benteng, tentulah merasa sangat aman dengan kondisi pertahanan yang demikian kuat. Mungkin kondisi itulah yang awalnya membuat benteng ini dinamakan Benteng Rustenburg, artinya Benteng Peristirahatan. Karena mungkin tentara yang ada dalam barak secara psikologis merasa aman-aman saja sehingga lebih cocok beristirahat didalam barak. Hehehe.

Sembari membayangkan sebagai seorang komandan benteng, saya menaiki salah satu sisi tembok utara benteng. Terlihat dengan jelas area pasar Beringharjo yang ada di Utara benteng, begitu pula dengan sisi benteng yang lain. Memang keberadaan benteng ini sangat strategis, pantaslah jikalau dulu benteng ini dibangun sebagai reaksi Belanda atas keberadaan Kraton Jogja disebelah Selatan. Kekhawatiran Belanda akan segala perkembangan dalam Kraton, membuat mereka membangun Benteng yang katanya hanya berjarak sekali tembakan meriam dari Kraton Jogja.

Namun pada tahun-tahun selanjutnya, perkembangan politik di Kraton tidak terlalu mengkhawatirkan pihak Belanda. Sehingga pada tahun 1860-an, nama benteng diubah menjadi Vredeburg, atau Benteng Pedamaian. Seiring dengan adanya sedikit renovasi di beberapa bangunannya yang rusak karena Gempa.

Tapi kiranya saya tidak perlu berkisah panjang lebar mengenai asal-usul benteng ini, karena saya pikir anda bisa mendapatkan informasinya jauh lebih lebih lengkap melalui berbagai sumber di internet. Yang perlu saya tekankan, keberadaan benteng ini hanyalah sebuah bukti penggalan sejarah dimasa lalu. Terlepas dari tampilannya yang kokoh dan terkesan mengintimidasi, serta simbol Benteng selalu identik dengan Perang, Vredeburg adalah simbol wacana Perdamaian dimasa lalu. Biarlah para pelajar serta generasi muda yang mengunjunginya, bisa mengenal sejarah dan berusaha mewujudkan iklim Perdamaian di masa depan. Dan jari-jemari sayapun masih terus menari diatas layar sentuh raksasa itu, membuat iri dan dengki Hape touchscreen ukuran mini milik saya, yang sudah hampir dua jam dibiarkan merana dalam kantong celana. Hehehe.

A Trip to Siem Reap [part 3]

[flickr id=”7397497112″ thumbnail=”large” overlay=”true” size=”large” group=”” align=”center”]

Trekking Gambling Pusat Kota – Kompleks Angkor Wat

(06.30 Waktu Kamboja)

Sesuai rencana semula, pagi buta itu kami akan memulai mengunjungi kompleks Angkor Temple. Dari peta yang kami download via internet, jarak pusat kota ke AngkorWat kurang lebih 6-8 km. Namun kami masih ragu untuk menuntaskan perjalanan kesana menggunakan Tuk-Tuk carteran, mengingat jiwa muda masih menggelora, rasa-rasanya 6-8 km tidaklah terlalu jauh. Akhirnya, dengan modal kenekatan serta fisik yang lagi on fire, kami berdua sepakat untuk melakukan trekking dari Pusat Kota – Angkor Wat dengan berjalan kaki mulai pukul 06.30. Hitung-hitung sembari mencari sarapan yang bisa ditemukan di kios pinggir jalan.

Namun segalanya tidak semudah yang dibayangkan. Jam segitu, kondisi kota SiemReap masih serasa pukul 05.00 pagi, masih sedikit gelap dan sepi. Tidak ada satupun gerai makanan yang buka, bahkan toko swalayan di pinggir kota pun tidak menyediakan roti ataupun snack yang cukup untuk bekal sarapan. Di ujung perbatasan kota, beberapa pengemudi tuk-tuk menawari kami tarif 20 USD untuk antar jemput ke kompleks candi, namun kami terpaksa menolaknya. Sudah kepalang tanggung trekking terlanjur separuh perjalanan, sebentar lagi juga sampai.

Continue reading “A Trip to Siem Reap [part 3]”

A Trip to Siem Reap [part 2]

Angkor Night Market

angkor night market

Walau masih merasa lelah seusai berpanas ria di Danau Tonle Sap, dan merasa sedikit JetLag akibat flight beruntun. Malam itu kami masih menyempatkan diri mencoba menikmati suasana malam di kota SiemReap. Ada banyak spot-spot menarik yang layak dikunjungi pada malam hari. Dan pilihan kami kali ini jatuh pada Angkor Night Market. Sesuai dengan namanya, pasar ini buka setiap sore hingga tengah malam.

Angkor Night Market terletak di area Pusat Kota SiamReap, tepatnya di sebelah utara-barat kawasan Old Market yang legendaris. Menempati area yang berbentuk persegi panjang dengan akses masuk satu-satunya dari arah Timur, Pasar Malam ini didesain sedemikian rupa sehingga tampil demikian gemerlap namun masih bernuansa aroma lokal.

Continue reading “A Trip to Siem Reap [part 2]”

Kebun Teh Lawang

Pantang Surut Memburu Kabut

Tidak sampai dua jam perjalanan santai dari arah Surabaya, kami telah memasuki daerah Lawang, Malang. Sengatan terik mentari menjelang siang yang kami rasakan disepanjang jalanan dari Surabaya, sontak berubah seketika sejuk dan adem tatkala memasuki area Kebun Teh Wonosari Lawang. Kami mengurangi laju kecepatan motor, melepas helm sambil mengemudi lebih santai menikmati perjalanan memasuki area Kebun Teh yang berada di Lereng Gunung Arjuna ini.

view pegunungan dari kebun teh
View Pegunungan di Kebun Teh
Kebun teh
Areal Perkebunan Teh
pencari kayu bakar
Pencari Kayu Bakar

Tepat pukul sebelas siang, kami memasuki areal parkir perkebunan yang konon telah eksis sejak tahun 1910 ini. Walau dulunya bekas peninggalan pekebunan jaman Belanda, semenjak Kemerdekaan perkebunan Teh Wonosari Lawang sudah diambil alih, dan saat ini dikelola oleh PTPN sekaligus dijadikan sebuah wisata alam perkebunan yg menyajikan beragam fasilitas dan berbagai jenis rekreasi.

Kami mencoba berkeliling melihat segala aktivitas pengunjung yang asyik menikmati fasilitas di areal ini. Ada kereta kelinci, mini zoo, taman bunga, play ground. Juga arena outbund yang dilengkapi dengan jogging track dan jalur trek kendaraan ATV. Sementara untuk pengunjung yang menginap, disediakan fasilitas penginapan dengan meeting room dan fasilitas kolam renang air panas. Cukup kompleks untuk areal tempat wisata perkebunan. Apalagi di dekat pabrik pengolahan teh, terdapat Koperasi swalayan wonosari yg menjual souvenir dan oleh-oleh khas, kebanyakan memang olahan daun teh. Dan di sudut koperasi disediakan area Tea Corner yang menyediakan sajian teh alami dari hasil perkebunan itu sendiri.

Memang keberadaan fasilitas pendukung itu cukup memuaskan pengunjung. Disamping mereka bisa menikmati hamparan hijaunya perkebunan teh disepanjang jalur trekking yang sebagian lintasannya sudah beraspal dan bisa dilalui mobil. Namun bagi kami, sabtu siang itu lebih menarik jika kami gunakan berkeliling sembari menyaksikan ibu-ibu setengah baya yang asyik memetik teh langsung dari perkebunan. Kami sarankan waktu paling baik berkunjung kemari adalah sabtu menjelang akhir pekan, karena jika bertepatan hari Minggu, bisa dipastikan tempat ini akan dipenuhi pengunjung, serta anda tidak akan menemukan momen para pekerja yang asyik memanen teh, karena hari Minggu segala aktivitas pengolahan teh termasuk pabrik libur.

Setelah hampir satu jam trekking membelah perkebunan, serta menyempatkan diri mengambil gambar-gambar unik dan berpose serba menarik. Mendung gelap mulai menggelayut disertai rintik hujan gerimis. Seketika para pengunjung berlarian mencari area berteduh, namun tidak dengan kami. Begitulah, kami justru semakin dalam masuk kearea perkebunan sembari memasang perlengkapan tempur yang telah kamisiapkan. Mantel hujan, sandal anti selip, serta seperangkat kamera.

awan tebal menggantung di kaki gunung arjuno
Awan Tebal Menggantung 

 

Pemetik teh
Pemetik teh

[/wpcol_1half_end]

Inilah salah satu konsep Jejalan yang sedikit berbeda, dikala pengunjung lain mengutuk datangnya hujan yang mengganggu liburan mereka, kami justru berniat kemari untuk menunggu datangnya hujan. Karena salah satu daya tarik Kebun Teh yang jarang ditemui adalah keunikan kabutnya yang kerap muncu seusai hujan lebat. Karena itulah kami berkunjung tepat di musim hujan dan menjelang sore, sengaja untuk memburu kehadiran kabut yang eksotik itu.

Tak terasa berapa lama waktu telah berlalu, tetapi kami dengan sabar menanti hujan usai sembari menggigil menahan dingin ditengah perkebunan. Jalur trek mulai banjir dan disepanjang hamparan hijaunya perkebunan itu tidak ada orang lain kecuali kami berempat yang sedikit gila, mematung dengan kamera ditangan menunggu hujan reda. Namun sayangnya, walau hujan telah reda, kabut beum juga muncul. Dengan kekecewaan yang menyesakkan dada, kami melangkah gontai dengan kaki gemetar menahan dingin menuju kearah Selatan Pabrik, dimana terdapat para penjual makanan.

berhujan-hujanan di kebun teh
Berhujan-hujanan Di Kebun Teh

Boleh jadi hujan siang itu memang lebat, namun suhunya belum cukup dingin untuk mendatangkan kabut. Apa boleh buat, kamipun terpaksa mampir ke warung-warung kaki lima, sekedar menikmati makan siang menjelang sore. Banyak pilihan makanan diarea ini, mulai bakso, nasi goreng, mie, gado-gado dan masakan praktis lainnya. Dengan ditemani para pengunjung lain yang nampaknya menikmati makan dan berteduh sejak siang tadi. Tiba-tiba hujan kembali turun lebih deras lagi.

Untuk kedua kalinya para pengunjung kecewa, rencana mereka menikmati liburan sampai sore kembali terganggu. Akan tetapi, kami semakin semangat dan deg-degan menunggu hujan reda. Walau pakaian masih sedikit basah, dan mantel hujan belum kering betul, kami Pantang Surut Memburu Kabut.

Tepat pukul tiga sore hujan mulai reda, disaksikan pandangan-pandangan aneh dari para pengunjung lain, kami menghambur masuk lagi kedalam area perkebunan. Memburu kabut yang mulai turun seiring berakhirnya hujan. Sungguh pemandangan yang luar biasa, kepadatan kabut menciptakan pemandangan yang samar diarea perkebunan hijau itu. Seolah ada nuansa mistis, imajinasi kami melayang pada berbagai hal tentang keindahan, misteri, dan juga rasa penasaran. Mengingatkan kami akan tampilan film-film horror kelas Hollywood. Walau jarak pandang terbatas, kami tetap menyeruak menerobis diantara dedaunan teh, mengambil gambar-gambar yang cukup menarik untuk disajikan bagi para penikmat Jejalan.

kabut tebal membatasi visual dan jarak pandang
kabut tebal membatasi visual dan jarak pandang
kebun teh diselimuti kabut
kebun teh diselimuti kabut tebal
kabut tebal di jalanan perkebunan teh lawang
kabut tebal di jalanan perkebunan teh lawang

 

memulai trekking menikmati kabut dan dingin
memulai trekking menikmati kabut dan dingin

 

menikmati kesegaran udara sejuk perkebunan teh
menikmati kesegaran udara perkebunan teh

 

menikmati kesegaran udara sejuk perkebunan teh
menikmati kesegaran udara sejuk perkebunan teh

Akhir cerita, jam empat sore kami mengakhiri perburuan dan keluar dari area perkebunan. Tentunya dengan kepuasan yang luar biasa karena berhasil mendapatkan apa yang kami buru. Meskipun demikan, daya tarik keberadaan kabut di Kebun Teh masih memancing penasaran kami hingga saat ini.

Semoga dimusim hujan lain waktu, tim Jejalan bisa mendokumentasikan keunikan ini dengan lebih baik. Jejalan Yuk…!

Petualangan Ke Air Terjun Alap-alap

Sumber Alap-alap
Air Terjun Alap-alap

Sudah sesuai dengan rencana sebelumnya, tengah minggu itu kami memutuskan menyambangi salah satu lokasi air terjun di kawasan prigen pasuruan. Berada sekitar 6-7 km sebelah selatan dari air terjun kakek bodo, warga sekitar menyebutnya dengan julukan Air Terjun Alap-Alap. Mengambil nama sejenis burung pemangsa yang merupakan satwa endemik di hutan penyangga ekosistem pegunungan Welirang – Arjuno.

Kendati tidak dibuka untuk umum, air terjun ini bisa dijangkau dengan trekking kurang lebih 1 jam dari area bumi perkemahan kakek bodo. Berjalan menyusuri jalur hutan yang berkelok, menembus semak belukar dan naik turun tanjakan, merupakan sensasi yang menarik bagi para penggemar trekking kelas menengah seperti saya.

Continue reading “Petualangan Ke Air Terjun Alap-alap”

Bersenang-senang dalam Jejalan

Sudah lama saya tidak bersenang-senang dalam melakukan aktivitas Jejalan. Akhir-akhir ini perjalanan saya lebih diribetkan  dengan urusan teknis seperti kamera, bekal dan sebagainya. Tetapi hal tersebut tidak bisa saya hindari sih, mengingat sejak saya memutuskan untuk men-sharing kisah perjalanan dalam bentuk blog ini, maka mutlak setiap perjalanan harus di rencanakan dan dokumentasikan secara lebih matang, walaupun proses menuju matangnya sendiri, saya masih perlu belajar banyak hal.

Kondisi ini membuat saya cukup merindukan saat-saat proses Jejalan masih sekedar mengunjungi sebuah destinasi dan mencoba beradaptasi dengan segala kondisinya. Kondisi alam yang tidak bersahabat, kekurangan bekal dan peralatan tidak menyurutkan saya untuk dapat menikmati perjalan apa adanya.

Seperti yang terlihat dalam Foto-foto berikut, sebuah perjalanan saya tahun lalu ke sebuah kawasan kebun teh di Lawang. Sebuah perjalanan singkat dengan tujuan menikmati udara dingin dan pemandangan yang terbentang hijau di areal perkebunan teh. Sebuah perjalanan yang cukup menyenangkan dengan teman-teman yang asyik, sehingga cukup untuk mengeluarkan segala bentuk ekspresi kami dengan spontan, keadaan dimana saat-saat kami teringat betapa anak kecil ketika bermain bisa bebas sebebas-bebasnya, tanpa beban dan pikiran aneh-aneh, just fun.

Dan itulah yang kami lakukan saat itu, padahal tidak lama setelah kami menginjakkan kaki di sana, awan mendung dan hujan deras menghampiri. Ketika pengujung yang lain pada berebut berteduh di pondokan dan kantin-kantin disekitar Pabrik teh, kami malah mengenakan jas hujan dari motor untuk dapat terus menerobos lebatnya hujan dan tetap berkeliling menikmati kebun teh hingga puas dan senang.

Mungkin ada kalanya Jejalan kami berikut-berikutnya tetap mengedepankan dokumentasi yang ciamik, tetapi juga tidak meninggalkan prinsip-prinsip mendasar untuk tetap menikmati setiap tahapan perjalanan. 🙂

Bersatu Kita Senang-senang
Bersatu Kita Senang-senang

 

Formasi Tiga Pendekar
Formasi Tiga Pendekar

 

Jurus Tangan Sewu
Jurus Tangan Sewu
Menantang
Tantangan Pendekar
Let's Fight
Adu Kesaktian “Let’s Fight”
The Brandals
The Brandals
Masih Kanak-kanak
Harap Maklum Masih Kanak-kanak

Air Terjun Sekuti Part 2

Kali ini saya mencoba sedikit berbagi cerita Jejalan yang tetap meng-explore keadaan air terjun Sekuti. Jika postingan cerita sebelumnya adalah tentang Sekuti atas (dapat dibaca disini), maka kali ini saya mencoba mengunjungi Sekuti dari view bawah air terjunnya. Untuk mudahnya kita sebut saja Sekuti bawah.

Air Terjun Sekuti Tretes Prigen
Air Terjun Sekuti Bawah Dari Kejauhan

Continue reading “Air Terjun Sekuti Part 2”

Kebun Raya Purwodadi

Jalan Utama
Jalan Utama Kebun Raya

Teriknya matahari yang menyorot jalan utama Surabaya-Malang siang itu, seolah tak kami hiraukan. Bising deru mesin kendaraan yang berlalu-lalang tanpa henti di jalan raya utama kawasan Purwodadi Pasuruan, juga samasekali tak mengganggu konsentrasi kami. Di tempat itu, kilometer 65 arah selatan raya arteri Surabaya – Malang, tepat pada sisi Timur jalan, rerimbunan pepohonan di Kebun Raya Purwodadi menjadi tampilan yang menarik bagi para pengguna jalan. Pagar pembatas warna oranyenya yang seragam, seolah merupakan aksen diantara warna hijau lebatnya dedaunan dan vegetasi didalam area Kebun Raya.

Tidak sedikit para pengguna jalan yang berhenti disepanjang tepian pagar pembatas Kebun Raya itu, sekedar untuk berteduh, atau meluangkan waktu beristirahat selama menempuh perjalanan. Begitu pula dengan kami, daya tarik Kebun Raya yang berdiri pada 30 Januari 1941 ini menyimpan banyak potensi untuk dijadikan tujuan travelling.

Dengan tarif tiket masuk yang cukup terjangkau (Rp. 4500,-), pengunjung bisa menikmati berbagai aktivitas santai di Kebun Raya seluas 85 ha ini. View jalan aspal yang menjadi akses utama menyambut para pengunjung membujur dari Pintu Masuk Barat ke arah Timur, dengan rangkaian pohon-pohon beragam jenis di kiri dan kanannya. Lantas jalan aspal tersebut terpisah di berbagai titik, menyebar di samping jalan akses utama, berupa lintasan aspal ukuran sedang, lintasan jalan cetakan beton atau bahkan jalan kecil berbatu. Cukup menarik bagi para penggemar treking kelas santai hingga menengah.

Jalur Treking
Salah Satu Jalur Treking

Sebagai penggila aktivitas trekking, kami tak sungkan lagi menyusuri liku-liku berbagai jenis jalan tersebut. Di beberapa titik jalan, bisa ditemukan penataan landscape yang unik dan bergelombang, beberapa jembatan buatan dari beton maupun komposisi antara besi dan kayu. Serta ada pula beberapa jalur berbatu yang diselimuti lebatnya vegetasi, hingga dasar jalan menjadi lembab dan dihuni ekosistem jutaan serangga. Hampir dua jam kami menyusuri kelokan demi kelokan serta percabangan jalan. Pada sisi Timur-Utara Kebun Raya, kami temui area Sungai Baung yang cukup terkenal. Suara gemuruh derasnya arus sungai menjadi sensasi tersendiri, menyatu dengan nuansa alami hijaunya Kebun Raya.

Keberadaan beberapa fasilitas pendukung juga tersebar secara acak disekeliling spot-spot area Kebun Raya. Diantaranya hamparan plaza pedestrian outdoor, kolam ikan dilengkapi dengan sepeda perahu, gazebo untuk beristirahat, serta kolam renang khusus anak-anak yang tepat berada disisi akses jalan utama.

Kolam Renang Anak
Fasilitas Kolam Renang Anak

Di beberapa lokasi dengan topografi datar, hamparan rumput hijau segar menyapa pengunjung bak permadani raksasa, menyajikan sebuah keunikan diantara lebatnya kurang lebih 10.000 jenis tumbuhan yang dikoleksi Kebun Raya Purwodadi.

Kendati beberapa fasilitas seperti kursi beton, sepeda perahu dan juga rumah-rumahan pohon kondisinya sedikit tidak layak pakai. Kebun Raya Purwodadi masih memiliki daya tarik untuk dijadikan sebagai sarana berlibur akhir pekan. Entah bersama keluarga, para relasi, teman satu komunitas atau bahkan bagi kelompok-kelompok pelajar sebagai sarana penelitian pendidikan di bidang bootani.

Udara Segar
Kebun Raya tempat yang cocok untuk menikmati udara segar