Angkor Night Market
Walau masih merasa lelah seusai berpanas ria di Danau Tonle Sap, dan merasa sedikit JetLag akibat flight beruntun. Malam itu kami masih menyempatkan diri mencoba menikmati suasana malam di kota SiemReap. Ada banyak spot-spot menarik yang layak dikunjungi pada malam hari. Dan pilihan kami kali ini jatuh pada Angkor Night Market. Sesuai dengan namanya, pasar ini buka setiap sore hingga tengah malam.
Angkor Night Market terletak di area Pusat Kota SiamReap, tepatnya di sebelah utara-barat kawasan Old Market yang legendaris. Menempati area yang berbentuk persegi panjang dengan akses masuk satu-satunya dari arah Timur, Pasar Malam ini didesain sedemikian rupa sehingga tampil demikian gemerlap namun masih bernuansa aroma lokal.
Pada pintu masuk utamanya, anda akan disuguhi oleh hiasan sebuah andong dengan balutan lampu kecil gemerlapan. Disebelahnya ada sekelompok warga lokal yang duduk diatas tikar, memainkan alat musik tradisional Khmer (Pinpeat Ansambel). Berupa kendang, dawai, dan gitar kecil. Alunan dawainya bernada naik turun tidak jelas, diiringi ketukan kendang yang bersahutan dengan tempo yang tak bisa ditebak. Kadang mencerminkan lagu sedih, kadang datar tanpa ekspresi. Walau sedikit bingung mengapresiasinya, namun setidaknya cukup menghibur telinga saya saat memasuki gerbang pasar malam.
Stan-stan jualan ditata sedemikian rupa, dengan pencahayaan dan tata lampu yang terang benderang. Selasar pasar malam dihias dengan taburan batu-batu kerikil berwarna putih, menimbulkan suara gemerisik khas saat bergesekan dengan langkah kaki. Benar-benar sensasi yang unik dan istimewa untuk sebuah pasar malam di Negara seperti Kamboja.
Masing-masing stan menjual Produk-produk Khas kamboja. Ada patung gajah dan miniatur Angkor temple, kain sutera tenun, pashmina dengan motif tradisional, kaus dan pakaian khas kamboja, tas, dompet dan aksesoris tradisional. Bahkan ada pula yang menjajakan minuman fermentasi ataupun minuman beralkohol. Pendek kata, bagi para shopaholic, mereka bisa memuaskan diri berburu barang belanjaan di stan-stan buatan dengan atap rumbia itu.
Menjajal Cambodian Culinary di Pithnou Street
(20.30 waktu Kamboja)
Puas berjalan-jalan hampir satu jam di Night Market, kami berdua memutuskan sekaligus mencari makan malam. Awalnya kami mencoba mencari fastfood di sekitar pusat kota. Memang kami menemukan gerai KFC disana, namun mereka hanya menyisakan burger. Padahal sudah seharian kami tidak menemukan nasi.
Yup.., akhirnya rencana berubah. Dari sekian banyak rumah makan dengan menu ala Eropa disini. Pilihan kami jatuh pada Bar Food Area disekitar Pithnou Street, masih disekitar Night Market tentunya. Pada siang hari, ini adalah jalan raya biasa dengan segala hiruk pikuknya. Namun ketika hari beranjak malam, area sontak berubah menjadi kawasan kuliner jalanan yang hampir mirip dengan Kya-Kya di Jalan Kembang Jepun, Surabaya.
[wpcol_1half id=”” class=”” style=””][/wpcol_1half] [wpcol_1half_end id=”” class=”” style=””][/wpcol_1half_end]
Walau terkesan sederhana, hanya sekedar menata meja dan kursi seadanya diatas trotoar. Menu-menu yang ditawarkan sangat beragam, mulai dari BBQ, menu Cambodian food, Thai Food, Western, Mandarin, bahkan menu-menu FastFood dan SeaFood. Pastinya, disini kami bakal menemukan nasi, baik yang steamed rice ataupun fried rice. Lampion dan lampu hias digantung diranting pohon tepat diatas meja kursi. Yaa, hanya digantung saja dengan tarikan kabel yang terjulur kesana kemari. Tak dapat dibayangkan jika turun hujan. Kawasan kuliner yang hanya beratap langit itu tentu langsung bubar.
Berada di Kamboja tanpa mencoba menu kamboja…? Aaahh… tentunya patut disayangkan. Dari beragam pilihan Cambodian Menu, kami tertarik dengan Cambodian Fish Amok. Mengapa memilih Fish Amok…? Ya karena ini adalah salah satu kuliner tradisional disini, pilihannya bisa daging Ikan, daging Sapi, juga daging Babi. Bagi kami sepertinya daging ikan lebih recommended.
Tak lama kemudian pesanan tiba, semangkuk Fish Amok dan sepiring Steamed Rice. Keduanya masih mengepulkan asap, bau masakan terasa menggelitik indera penciuman membuat kami tidak sabar mencoba. Tampilan Fish Amok ini seperti kari, berkuah agak keruh dengan potongan daging ikan yang direbus bersama bumbu. Disertai dengan sayuran berupa kubis dan lobak yang dipotong tipis-tipis.
Bagi lidah orang Indonesia seperti saya, rasa Fish Amok tergolong aneh memang. Anda bisa bayangkan sebuah masakan ikan yang berbumbu kari, dengan kuah yang keruh kental. Namun rasa gurih dan asin masih kalah dominan dengan rasa manisnya. Apalagi sengatan pedas merica tidak begitu kami rasakan dalam masakan ini. Bisa ditebak, baru separuh porsi kami menjajalnya, sudah mulai terasa eneg. Untunglah daging ikan dan sayur teksturnya terasa lembut dan sedikit gurih. Didukung oleh rasa lapar karena sehari belum mencoba nasi, semangkuk FishAmok dan sepiring nasi akhirnya ludes kami santap.
[wpcol_1half id=”” class=”” style=””][/wpcol_1half] [wpcol_1half_end id=”” class=”” style=””][/wpcol_1half_end]
Harga makanan di Pithnou Street memang tergolong sedikit diatas standar. Bersama dengan sebotol air mineral dingin ukuran sedang, kami mengeluarkan 6 USD untuk dua porsi. Pantas saja dari tadi disekeliling kami, kursi-kursi hanya terisi tamu-tamu bule saja. Bahkan diawal sebelum memesan menu, pramusaji sedikit mengacuhkan kami, mengira kami adalah warga lokal yang tidak berniat mencari makan. Hahaha, memang tampang orang Kamboja tidak beda jauh dengan kita.
Notes : Pilihan masakan Thailand dan beberapa macam barbeque lebih ramah di kantong, dibandingkan dengan masakan Khmer atau western food.
Jika ingin lebih menghemat, bawalah minuman sendiri dan hanya memesan makanan. Air mineral di pedagang asongan seharga 1000 Riel (0,25 USD) per botol 600 ml. Lebih hemat dibanding minuman disini yang minimal seharga 1,5 USD.