“Sebuah keunikan dibalik suara siulan yang Legendaris”
Jalanan masih sedikit basah setelah diguyur hujan berjam-jam. Apalagi sudah menjelang jam Sembilan malam. Aktivitas di kota kecil tempat saya tinggal tentunya sudah mulai sepi. Orang-orang lebih suka menghabiskan malam yang dingin ini dengan menonton teve dirumah, atau mungkin membungkus tubuh erat-erat dengan selimut diatas tempat tidur.
Bagi saya, melewatkan malam yang dingin dengan perut lapar bukanlah kompromi yang baik, apalagi dihadapan saya hanya ada secangkir teh hangat dengan rasa aroma melati, sungguh bukan malam yang sempurna, pikir saya.
Sayup-sayup dari kejauhan, terdengar suara siulan yang cukup panjang. Seperti bunyi seruling satu nada yang mendengung tanpa henti. Bagi sebagian orang, suara siulan dimalam hari yang sepi ini, tentunya menimbulkan rasa penasaran dan tentunya pikiran akan dipenuhi dengan nuansa mistis. Beda halnya dengan saya, siulan malam ini adalah indikator kedatangan penjual makanan favorit saya.
Dengan sedikit tergesa, saya keluar dari rumah. Jauh disudut jalan, si empunya suara terlihat samar-samar melangkah diantara sorot-sorot lampu jalanan. Dengan tertatih-tatih membawa pikulan dipundaknya, Pak Juki sudah hampir sebelas tahun menekuni profesinya sebagai penjual Kue Putu keliling di pinggiran Kota Bangil.
Kue Putu, sebuah jajanan tempo dulu. Bentuknya seperti potongan pipa kecil dengan warna hijau atau putih. Terbuat dari adonan tepung beras dengan isi gula merah didalamnya. Disajikan bersama taburan kelapa parut diatasnya. Sederhana memang, tapi penuh dengan keunikan tersendiri.
Bagi saya, menikmati kuliner Kue Putu, tidak bisa hanya diapresiasi ketika dirasakan dalam mulut saja. Tapi kesempurnaan Kuliner ini, tentunya dengan meluangkan waktu untuk menyaksikan proses pembuatannya.
Adonan tepung beras dan gula jawa, dimasukkan kedalam cetakan-cetakan yang biasanya terbuat dari potongan bambu sepanjang 7-8 centi, dengan diameter seukuran ibu jari kaki. Lantas kedua ujung dipijat-pijat dipadatkan, selanjutnya ujung bambu tadi dikukus diatas lubang-lubang uap air panas. Tentunya dengan bergantian di kedua ujungnya.
Belum lima menit, kesepuluh cetakan kue putu pesanan saya sudah matang. Pak Juki dengan cekatan jari-jemarinya mengambil semua tabung bambu yang masih panas itu. Lubang – lubang tempat memasak kue Putu tadi lantas ditutupnya lagi dengan batangan bambu seukuran tusuk gigi. Lirih terdengar suara siulan panjang yang nyaring dan khas. Kiranya inilah asal muasal sumber bunyi siulan itu.
Selanjutnya dengan sebuah potongan kayu tumpul dia mendorong (men-jedul) salah satu ujung cetakan hingga kue putu matang keluar dari sisi cetakan satunya. Semerbak bau khas kue putu panas yang keluar dari cetakan membius penciuman saya. Potongan-potongan kue itu tercetak sempurna, mengepulkan uap panas, ditiriskan diatas selembar daun pisang dengan taburan parutan kelapa diatasnya.
Inilah kue putu yang legendaris itu. Didaerah saya lebih pupoler dengan sebutan Putu Jedul, karena dibuat dengan cara mendorong (men-jedul) untuk mengeluarkan dari dalam tabung bambu cetakannya.
Didaerah lain mungkin kue ini ditemui dengan nama dan teknis penyajian yang berbeda. Termasuk penjualnya ada yang sudah memakai gerobak dorong, tidak dengan pikulan seperti didaerah saya.
Dengan harga 500 rupiah per potongnya, menikmati kehangatan dan kelembutan tekstur kue putu di malam hari yang dingin, adalah sebuah sensasi tersendiri. Keunikan rasa tepung beras dikukus, dan legitnya gula merah merupakan teman yang pas kala disantap dengan secangkir teh hangat manis.
Singkat cerita, saya tak sabar untuk segera menikmati sajian Kuliner istimewa kali ini. Pula Pak Juki kembali melanjutkan petualangan malamnya menyusuri jalanan pinggiran Kota Bangil, untuk menjajakan Kue Putu.
Akhirnya, suara siulan malam yang legendaris itu perlahan sayup-sayup terdengar semakin menjauh, bersamaan dengan lenyapnya sosok Pak Juki dan pikulan keranjang kue Putunya di tikungan ujung jalan perumahan.
note : di Semarang dikenal dengan nama “putu bumbung”
Comments
4 Commentsniniru
Aug 18, 2011pict. please,,,, 😀
Anonymous
Aug 18, 2011hehe iya ndak sempet motret waktu itu.
tapi pasti di update dengan foto2 putu jedul yg ciamik dan bikin ngiler pembaca.*itu kalo sempet ketemu orang yang jualan lewat 🙂
Mansyur Hasan
Sep 15, 2011iyooo..kurang greget gak enek gambare hihihi
Anonymous
Sep 16, 2011maklum masih pelan2 ngisi dan melengkapi content 🙂