Festival Teluk Jailolo 2013

Sekedar kumpulan footage video ketika menikmati perjalanan gratis dari penyelenggara Festival Teluk Jailolo 2013. Tujuan pertama kesana tentunya adalah menikmati keindahan alam Halmahera Barat, ya dokumentasi ini adalah bonus 😀

Sebenarnya saya sendiri belum punya gambaran apa yang nanti bisa saya rencanakan disana, awalnya sih pengen membuat video dokumenter tentang Jailolo yang serius. Namun waktu tidaklah memungkinkan untuk melakukannya, terlebih lagi dokumenter tentu memerlukan narasumber lokal yang kompeten. Serta Gear yang cukup mumpuni. Sedangkan saya waktu itu pengennya yang ringkas2 saja, dan akhirnya cukup membawa sebuah backpack kecil.

Jadi tidak mungkin juga konsep diatas saya lakukan, akhirnya mau tidak mau, jadilah video dokumentasi perjalanan seperti biasanya, tidak terkonsep, random dan sekenanya saja, diambil sembari menikmati perjalanan yang sudah direncanakan oleh pihak panitia.

Sebenarnya ada satu hal lagi yang ingin saya angkat, Kuliner khas Jailolo atau Indonesia Timur pada umumnya. Hal yang membuat mata saya berbinar-binar ketika mengunjungi tenda gelar masakan Halmahera Barat. Aduh serasa lapar seketika :D.

Suatu hari jika ada kesempatan lagi pengen menilik mulai dari proses memasaknya, jikalau bisa lagi malah mulai dari mendapatkan bahan bakunya. Ingin sekali mendokumentasikannya dalam bentuk video pendek.

Ah iya satu hal lagi yang membuat saya kurang puas. Hanya karena kurang persiapan diri sehingga saya kemaren tidak berani turun diving, padahal Jailolo adalah tempat idaman para diver. Sehingga saya pulang tanpa membawa footages underwater Jailolo sama sekali. Ya Bolehlah penyelenggaraan tahun depan pihak panitia mengundang saya lagi untuk kesana, hahahah *ngarep :p.

Sudah ah tidak perlu berpanjang-panjang lagi, silahkan dinikmati saja video dokumentasi perjalanan saya selama mengikuti Festival Teluk Jailolo 2013 kemaren.

Jejalan Aceh

Mengawali postingan di tahun baru 2013. Maka jejalan menampilkan catatan visual untuk perjalanan akhir tahun 2012 yang menyenangkan, bertemu banyak kawan baru serta destinasi-detinasi yang menawan. Dan tentu saja kopi istimewa yang selalu tersedia menambah semangat untuk menjelajah Propinsi paling barat di Indonesia ini.

Diawali menghabiskan hari di pantai Lampuuk, pantai yang luas memanjang, dengan pasir putihnya dan deburan ombak air laut yang  bersih dan jernih. Sebuah tempat dengan pemandangan matahari tenggelam yang memanjakan mata. Posisi pantai yang tepat menghadap ke barat, membuat matahari terlihat tenggelam sempurna di ujung cakrawala Samudra Hindia.

Perjalanan kemudian berlanjut random, mulai dari destinasi populer hingga menerobos daerah dengan kondisi jalan desa yang berlumpur akibat genangan air sisa hujan. Jangan ditanya, tentu saja konturnya menjadi sangat tidak beraturan. Hal ini diperparah oleh hujan yang sesekali masih datang menyapa dan memaksa kami untuk berteduh. Untung saja saya berada di Ibukota-nya kopi Indonesia (bahkan mungkin dunia). Sehingga setiap kali kami berhenti entah karena lelah, lapar atau hujan, maka akan selalu ada warung kopi kopi Aceh yang bisa disinggahi.

Sempat pula saya menyebrang hingga ke Pulau Weh. Melalui pelabuhan Sabang saya sempat menuju tempat bernama Iboih, sebuah tempat yang sudah sangat tersohor di kalangan para pecinta laut. Waktu sehari yang tersedia rasanya tidak cukup untuk menjelajah Iboih. Butuh waktu yang lebih panjang untuk dapat menikmati terumbu karang dan keaneka ragaman biota laut yang menjadi andalan wisata bahari Iboih. Jangan datang sendirian, saya sarankan datang kesana bersama kawan, tempat yang menyenangkan untuk melakukan aktivitas berkelompok. Kecuali Anda memang berniat menyendiri disana.

Kuliner Aceh juga cukup menggelitik lidah.  Mie Aceh plus Udang menjadi santapan yang memanjakan indra pengecap saya. Kari kambing-pun demikian, dengan bumbu yang kuat, dan tekstur daging kambing yang khas, masakan ini ‘wajib’ dicoba bagi orang yang berkunjung ke Banda Aceh.

Untuk selebihnya silahkan melihat sendiri video dokumentasi perjalan saya diatas. Sebuah perjalanan singkat yang menyenangkan. Sebuah tempat yang akan membuat anda  ingin kembali kesana lagi.

Ayo Berlayar Bersama Candola

Hari minggu itu (16 desember 2012), kami dari Jejalan berencana mencoba tawaran berlayar gratis dari AyoBerlayar, sebuah akun resmi program berlayar milik PB Porlasi. Dengan menaiki Candola, sebuah nama kapal layar kecil bertiang tunggal, kami mengarungi teluk Jakarta untuk sampai ke pulau Onrust. Untuk cerita lengkap berikut banyak pengetahuan baru seputar dunia berlayar yang kami dapatkan saat itu, tunggu di free e-Magazine Jejalan volume 2 ya. Jika tidak ada halangan akan kami luncurkan pada pertengahan Januari. Sementara itu silakan menikmati video pendek berlayar hasil dokumentasi kami diatas.

Tari Jawi

“Cetar.. Membahana..” meminjam ungkapan yang lagi ngetrend saat ini, pertunjukan kembang api yang sederhana disekeliling panggung itu mendapat applaus meriah dari para penonton, terutama bagi mereka yang masih kanak-kanak. Memadati area sekeliling kompleks Candi Jawi – Pasuruan, mereka tidak sabar menunggu penampilan yang akan tersaji dalam acara Gebyar Suro menyambut pergantian tahun itu.

Lalu lintas didepan kompleks candi sempat macet sesaat kala pertunjukan kembang api tadi membuka pagelaran Jumat malam itu. Diawali dengan tarian SekarSari, dimana tiga penari putri berbalut pakaian tradisonal tampil membius penonton dengan gerakan anggun gemulai. Penampilan perdana dari rangkaian pertunjukan yang digelar Padhepokan Seni Saraswati ini, mulai menarik minat beberapa pengguna jalan untuk berhenti sejenak dan menyaksikan kemeriahan acara di Candi Jawi.

Peserta Tari di Candi Jawi, tari bali
Peserta Tari di Candi Jawi asal Bali

Menyusul kemudian penampilan tari Jaipong yang khas dengan irama dan ketukan yang sedikit menghentak. Suasana Candi Jawi sedikit lebih meriah dengan lantunan musik Jaipong yang khas itu. Apalagi selanjutnya disusul pula dengan tari Jaipong pasangan muda-mudi yang tak kalah seru. Sepasang penari itu demikian piawai menarikan gerakan yang melambat dan mendadak cepat sesuai dengan tempo musik Jaipong.

Puas dihibur tarian khas tanah Sunda ini, beberapa penari belia asal Bali mulai turun memeriahkan suasana. Suara tetabuhan khas Pulau Dewata dari tarian Cilinaya yang mereka bawakan, sontak membuat Candi Jawi malam itu seakan bernuansa Bali. Para penonton dan undangan yang sebagian besar adalah komunitas tari dari Malang dan Bali ini semakin memberi applaus yang tak kalah meriah.

Penampilan tak kalah menarik adalah salah satu tari Bali yang dibawakan seorang bocah kecil, talenta cilik seusia siswi Sekolah Dasar ini adalah penderita disabilitas (tuna rungu dan tuna wicara) yang sebenarnya cukup berbakat. Dipandu seorang instruktur didepan panggung, gadis cilik ini mulai mengikuti gerakan lambaian tangan dan jentikan jari sang pelatih didepannya.

Sungguh luar biasa, kode dan aba-aba dari instruktur dapat diterjemahkan dengan sempurna olehnya. Si gadis kecil menari seirama dengan alunan musik tradisonal Bali pengiring Tari, yang sebenarnya sama sekali tidak mampu didengarnya. Dia percaya penuh dengan aba-aba dari instruktur, dan ketepatan gerakan tubuh terhadap irama musik itu membuat saya lupa bahwa dia sebenarnya seorang gadis dengan keterbatasan fisik.

Peserta Tari Candi Jawi
Peserta Tari Candi Jawi
Peserta Tari Candi Jawi
Peserta Tari Candi Jawi

Pertunjukan tari yang sangat menguras emosi penonton, awalnya mereka merasa iba dengan kekurangan yang dimiliki si bocah. Namun kini justru rasa salut dan tatapan mata penuh keterkaguman, serta tiada henti memberi applaus tatkala pertunjukan itu telah berakhir. Sayapun sampai nyaris melempar kamera dari pegangan, hanya karena refleks ingin memberi tepuk tangan dipenghujung penampilan. Bahkan ibu-ibu dibelakang saya juga bertepuk tangan dengan pelupuk mata berkaca-kaca, kagum bercampur haru.

Menjelang akhir acara, penampilan Tari Sintren Topeng Tayub yang kreatif dan penuh humor membuat para penonton tersenyum puas. Dengan mengikuti alunan musik yang temponya naik turun, penari tunggal ini menyesuaikan gerakan serta menyempatkan berganti-ganti topeng mengikuti karakter musik yang pas dengan karakter Topengnya. Hahaha, sayapun ikut tertawa dalam hati menyaksikan beberapa karakter Topeng Tradisional yang dipakainya, ternyata cukup lucu dan menggambarkan kondisi sosial masyarakat sehari-hari. Dan acara Gebyar Suro itupun, ditutup dengan sambutan yang cukup meriah dari para penonton yang ikut naik keatas panggung untuk menari bersama sang pemakai Topeng.

Menanti Buka di Kebun Bunga

 

Mesin motor butut kami meraung menerobos jalan setapak di areal perkebunan sore ini, sesekali melakukan manuver luar biasa mengikuti kontur pematang kebun yang naik turun tanpa bisa diduga. Diiringi oleh berisik petasan mainan bocah-bocah yang semakin marak di penghujung Ramadhan ini, kami terus melaju di areal perkebunan kering yang dipenuhi beragam jenis tanaman itu.

Seperti tekad semula, di akhir-akhir Ramadhan tahun ini tim jejalan berniat ngabuburit menghabiskan sore ditempat-tempat yang berbeda dari biasanya. Khusus kali ini, kami menyambangi areal perkebunan Bunga Sedap Malam di perbatasan Kecamatan Bangil dan Kecamatan Rembang, Pasuruan. Bukan tanpa sebab kami memilih “berkebun” sebagai aktivitas pilihan jejalan. Karena menjelang Hari Raya Idul Fitri, warga Bangil dan Pasuruan pada khususnya tentu tidak asing dengan Bunga Sedap Malam, salah satu jenis Bunga untuk pelengkap Ziarah Kubur. Selain itu Bunga ini baru bermekaran jika hari menjelang malam, cocok untuk dinikmati semerbak wanginya langsung dari kebunnya.

Sesampainya ditengah areal perkebunan, kami memarkir motor ditengah pematang kebun. Hamparan batang-batang bunga Sedap Malam memenuhi pandangan di sekeliling kami. Semebak bau harumnya yang khas mempesona indera penciuman kami. Tak sabar lagi, kami segera turun menyerbu mendekati batang demi batang tanaman untuk sekedar mengambil gambar mendokumentasikan bunga dengan nama latin Polianthes Tuberosa ini.

Selain sebagai bunga pelengkap untuk ziarah kubur, Bunga yang oleh warga lokal sering disebut Bunga Sundel itu juga termasuk jenis Bunga Hias. Sangat bagus bila dipakai Bunga Rangkai untuk acara2 pernikahan, juga untuk Bunga pengharum ruangan dan Penghasil Parfum. Kelebihan lain Bunga Sedap Malam adalah daya tahan keawetannya yang lebih unggul dibanding beberapa jenis bunga lain. Meski sudah dipotong, batangan bunga yg ditaruh dalam vas berisi air, bisa bertahan lebih dari satu minggu, serta bau harumnya tetap tidak berkurang. Oleh karena itulah, keberadaan Flora maskot unggulan Jawa Timur ini menjadikan beberapa kantor pemerintah di Pasuruan, memasang hiasan Bunga Sedap Malam di ruang tamu kantornya.

Bunga Sedap Malam tumbuh berbentuk batangan, rumpun bunga berkelopak dengan warna putih kecil. Dedaunan berwarna hijau berbentuk tipis memanjang, dan tumbuh di sekitar area pangkal batangnya. Saat dipanen, biasanya dipotong langsung dari pangkal batangnya, atau juga sekedar memetik satu demi satu masing-masing bunga. Karena kebetulan menjelang Hari Raya Idul Fitri banyak dibutuhkan bunga ziarah kubur, saya melihat beberapa ibu tampak cekatan memanen kelopak bunga. Pemandangan yang istimewa, jari jemari ibu tua itu seolah menari-nari bak pendekar kungfu wanita, mencabut dengan mudah bunga yang berada disekelilingnya. Padahal saya mencoba mengambil beberapa saja, tidak semudah ibu itu. Dan dia tersenyum menjauh ketika kamera kami arahkan kepadanya.

Seketika ibu pemanen bunga tadi pergi, sang surya mulai tenggelam di ufuk barat. Kami semakin fokus mengambil dokumentasi si Kelopak Putih, perpaduan warna bunga dan semburat gradasi warna jingga dilangit sepertinya adalah kombinasi warna yang luar biasa. Membuat kami semakin kagum pada varian bunga yang konon berasal dari Meksiko ini. Hingga adzan maghrib berkumandang, dan bocah-bocah pemain petasan berlarian pulang kerumah. Kamipun mengucap syukur, selain karena waktu berbuka puasa telah tiba, sore ini kami bisa menikmati menghabiskan waktu untuk berkenalan dengan salah satu Flora ciptaan Tuhan yang sangat istimewa ini.

Dokumenter of Klepon

Sensasi Cairan Gula “Muncrat” didalam Mulut…

Semenjak pertengahan tahun 90-an, kuliner ini memang sudah lama menjadi makanan khas yang dijajakan disepanjang jalan utama Gempol – Pasuruan. Anda akan temukan puluhan kios yang menjual klepon disepanjang jalan wilayah Gempol, Wahyu Klepon, Lisa Klepon, Ridho Klepon, Klepon Barokah, Klepon Gangsar, dan banyak lagi yang lainnya.

Sejatinya, Klepon termasuk salah satu dari rangkaian Jajanan Pasar tradisional yang sudah ada sejak lama. Di pasar-pasar tradisional, Klepon dijual bersama jajanan lain semisal Cenil, Lupis, Gempo, Klanting, dan lain-lain.

Jajanan ini cocok buat anda yang sibuk, apalagi jika Anda sangat selo, akan sangat amat disarankan untuk mencoba. Untuk ceritanya silahkan baca artikel jadul kami disini saja ya . Selamat menikmati  🙂

Jember Fashion Carnaval 2012

“Pertunjukan Kelas Dunia dari Kota TERBINA (Tertib, Bersih, Indah dan Aman)”

Adalah seorang Dynand Fariz yang sukses membawakan sebuah karnaval kelas dunia di kota tempat dirinya berasal. Ya Jember adalah sebuah kota kabupaten kecil di Jawa Timur  bagian selatan, di kota ini seorang Dynand Faris tumbuh dan berkembang, sebelum akhirnya sukses merintis karir didunia seni dan fashion. Beliau berhasil menjadikan Jember sebagai tempat untuk menyelenggarakan sebuah karnaval tahunan yang mampu menyedot perhatian wisatawan luas, baik domestik maupun internasional.

Hari minggu kemaren (8 Juli 2012), saya menyempatkan diri untuk melihat langsung gelaran karnaval fashion ke 11 ini, yang mengusung tema “EXTREMAGINATION”. Agar lebih leluasa dalam pengambilan dokumentasi acara, jauh-jauh hari saya sudah diberi tahu teman untuk mendaftarkan diri sebagai fotografer di website resmi panitia. Ya dengan mendaftarkan diri maka diwaktu pelaksanaan acara kita akan medapatkan Id card photografer. Dengan adanya Id card ini, akan memudahkan kita memasuki area utama karnaval ketika sudah berlangsung, termasuk juga kemudahan mengambil gambar di area persiapan rias dan make-up peserta sebelum acara dimulai.

Karena baru pertama kali ini saya berkunjung ke kota, tentu butuh guide lokal nan handal, untuk menjelajah kota dalam waktu kunjungan yang singkat. Pilihan saya jatuh pada sahabat lain, Arman Dhani seorang fresh graduate wartawan dari media lokal yang kerap dijuluki sebagai ‘sing nduwe Jember’ (yang punya Jember), oleh teman-temannya. Dengan ditampung di Istananya yang mewah dengan puluhan kamar (baca: kost-kostan), maka terhindarlah saya dari serangan udara dingin kota Jember dikala malam menjelang.

Tetapi sejujurnya saya bingung, sebenarnya saya itu ditampung di Istana atau di Perpustakaan sih? dari sudut kesudut ruangan isinya tumpukan buku, yang saya yakin 90% diantaranya belum pernah saya baca, hehe. Ya saya maklum, Dhani adalah seorang kawan yang gemar mengkoleksi buku. Dirumanya terenyata ada dua kamar penuh dengan buku ketika saya mencoba bertanya lebih jauh tentang buku koleksinya.

Reputasinya Dhani sebagai mantan wartawan lokal tak perlu diragukan lagi, orang ini kenalannya banyak, hampir disetiap tempat yang kami kunjungi banyak bertegur sapa dengan temannya. Belum lagi si Dhani hapal jalan-jalan dan sejarah sebuah bangunan tua di sudut-sudut kota Jember, benar-benar membantu saya untuk dapat mengenali dengan cepat seluk beluk kota tempat festival fashion ini  berlangsung.

Kembali ke acara Karnavalnya sendiri, acara yang di kukuhkan sebagai karnaval terbesar ke-4 dunia setelah Mardi Grass New Orleans, Rio De Jeneiro dan Fastnatch koln Jerman ini, baru dimulai sekitar pukul 12.30 minggu siang. Acara berlangsung cukup meriah, dengan mengusung tema EXTREMAGINATION, perserta dikelompokkan dalam beberapa grup dengan konsep kostum yang sama. Parade kostum yang extrem dan unik mengiasi delivile dengan jarak tempuh sekitar 3,5 KM tersebut. Setiap rombongan peserta dengan kostum satu konsep melintas di ikuti dengan sebuah mobil pick-up full dengan sound system memutar jenis musik yang menunjang dan  menghidupkan konsep kostum yang baru saja melintas di jalan. Memang ini adalah sebuah gelaran acara yang mampu membuat kota kecil Jember menjadi berwarna dan lebih semarak sehingga menarik minat wisatawan.

JFC

Hanya sedikit yang menurut saya kurang sreg dari acara ini tetapi masih dapat dimaklumi adalah konsep acara yang terpaku pada pakem fotografi. Baik pemahaman dari sudut peserta hingga panitia. Tetapi di sini saya cukup maklum, mengingat id undangan yang tersedia adalah fotografer, walaupun sebenarnya waktu acara kemaren, saya lebih menekankan untuk mengambil video. Yang bikin kurang sreg buat videografer adalah, peserta yang sering berpose patung sehingga kurang ekspresif untuk diambil dalam format video, hanya beberapa peserta yang terlihat cukup dinamis dengan berpose dan bergerak sesuai tema kostumnya. Mungkin akan sangat berbeda dengan official videografer,  mereka lebih leluasa melintasi dan bergerak diantara peserta sehingga bisa mendapatkan sudut-sudut pengambilan gambar yang lebih menarik dan variatif.

Diluar hal tersebut sih, acaranya tetap menarik untuk dinikmati, ya semoga tahun depan ada id khusus untuk videografer, dan tentunya dengan kewenangan yang lebih fleksible. Ya tentunya dengan verifikasi khusus agar hanya benar-benar orang yang berkepentingan dengan dokumentasi video yang bisa mendapatkannya.

Petirtaan Belahan, Candi Tetek

Sabtu pagi itu, saya sedang asyik berbelanja kebutuhan aquarium di pasar ikan. Maklum, selain suka travelling, saya sedari kecil adalah seorang penggemar ikan hias. Walau sudah menemukan apa yang dicari, namun saya masih menyempatkan diri melihat beberapa pernak-pernik aquarium dan kolam hias di pasar pagi yang ramai itu.

Sejenak tatapan mata saya tertumbuk pada beberapa benda replika kecil untuk kolam, seperti kincir air, patung kodok, patung ikan koi, dan yang paling menarik adalah patung replika ”manneken pis” yang legendaris itu. Yaaa betul, menneken pis yang selama ini kita kenal dengan tampilan patung bocah kecil nan lucu, dengan pose sedang pipis yang mana airnya terus-menerus keluar dan menjadi pancuran kolam. Sangat menarik memang, namun belum terlalu menarik bagi saya untuk membeli replika patung yang asalnya dari kota Brussels ini.

Segera saya mengangkat telpon dan mengontak Jeri, salah satu partner di jejalan. Tidak ada hubungannya dengan Pasar Ikan atau penggemar ikan hias tentunya, namun saya janjikan sebuah petualangan wisata yang menarik sebagai imbas terinspirasi dari manneken piss tadi. Hahaha, boleh jadi anda berpikir kalau kami akan berangkat ke Brussels. Karena demikian menggebunya, tepat pukul Sembilan pagi saya dan Jeri sudah bertemu di sekitar perempatan Gempol. Sembari menikmati beberapa butir Klepon di pagi hari, kami berdua melibas jalan raya Gempol – Pandaan dengan motor.

gunung-penanggungan-sawah

Tujuan kami berdua adalah  Candi Belahan, sebuah situs Purbakala di lereng Gunung Penanggungan, tepatnya di dusun Belahan Jowo, desa Wonosunyo, kecamatan Gempol, Pasuruan. Yang mana oleh warga sekitar lebih dikenal dengan sebutan Candi Tetek, tetek adalah sebutan untuk payudara dalam bahasa jawa. Petirtaan ini adalah sebuah pemandian bersejarah dari abad ke 11, di masa kerajaan Airlangga. Konon tempat ini terkenal sebagai tempat pertapaan prabu Airlangga, selain itu ada cerita juga tempat ini sebagai lokasi pemandian untuk selir-selirnya. Sebagai penanda maka dibangunalah dua buah patung yang mengalirkan air dari payudaranya.

Tidak mudah akses menuju kesana, dari pertigaan Pom Bensin Pelem, menuju ke arah barat dan berjarak kurang lebih berjarak 10 km dari jalan utama. Perjalanan 30 menit menyusuri perkampungan penduduk, diselingi dengan hamparan bukit dan persawahan di jalur aspal yang tidak begitu bagus. Pula motor-motor kecil kami harus bersaing dengan truk-truk pengangkut tanah dan pasir yang berukuran raksasa.

candi-tetek-bermotor-ke-penanggungan

candi-tetek-penanggungan

Debu dan deru asap monster-monster otomotif itu memang sangat mengganggu, namun efeknya justru kami akhirnya mendapatkan spot-spot penambangan pasir batu di kiri kanan jalan yang menampilkan view spektakuler. Belum lagi mendekati lokasi Situs Purbakala, terhampar pemandangan sawah hijau dengan landscape terasering khas pegunungan.

pertanian-lereng-gunung-penanggungan

Tiba di lokasi kami disambut hamparan pohon-pohon tinggi menjulang, suara kicauan burung, berisik serangga, dan gemericik air pancuran. Berbentuk kolam pemandian persegi empat, dengan pasokan air dari sebuah sumber kecil. Diperkirakan dibangun pada masa Raja Airlangga. Dinding sebelah barat belakang mengepras lereng gunung penanggungan dengan bentuk relung-relung yang dahulunya berisi arca perwujudan Airlangga sebagai dewa Wishnu. Jujur, ada rasa sedikit kecewa menyaksikan sosok Candi Tetek yang legendaris itu, ternyata kondisinya tidak seperti yang kami bayangkan. Berbahan dari batu bata, dengan permukaan yang sebagian sudah ditumbuhi lumut.

Sembari berdiskusi dengan warga lokal, kami cukup lama meluangkan waktu berteduh dibawah pendopo sederhana dalam kompleks candi seluas kurang lebih 120 meter persegi itu. Menyempatkan menyaksikan aktifitas penduduk sekitar yang memanfaatkan petirtaan candi sebagai sarana kebutuhan air bersih. Mulai mencuci, mandi, sekedar membasuh muka, atau bahkan mengambil langsung air dari pancuran untuk kebutuhan air minum.

candi-tetek

[one-half-first]candi-tetek-1[/one-half-first]
[one-half]candi-tetek-2[/one-half]

[one-half-first]candi-tetek-3[/one-half-first]
[one-half]candi-tetek-4[/one-half]

Tidak sedikit pula warga dari luar kota berkunjung untuk sekedar rekreasi, studi, atau juga wisata religi. Sebagian juga percaya jika air dari tempat ini membawa berkah, kesembuhan, dan juga berkhasiat. Bahkan pada malam-malam tertentu menurut penanggalan jawa, sering ditemui orang yang berkunjung dengan keperluan khusus. Tak heran kami juga menemukan beberapa sisa sesajen dan bekas bakaran dupa.

Mungkin sekarang candi Sumber Tetek mungkin sudah tak sebagus, atau sesakral pada masanya dulu. Namun setidaknya, eksistensinya masih bisa memberikan manfaat bagi penduduk sekitar, menjadi sebuah tanda keberadaan sebuah sejarah pada eranya. Dan yang paling penting, terlepas dari segala mitos dan kepercayaan tentang mistis tempat ini. Saya berharap, suatu saat nanti akan membuat replika Candi Tetek skala kecil untuk hiasan pancuran kolam air didepan rumah, hehe.

candi-tetek-belahan

Lontong Kupang Kraton Pasuruan

Sajian Meriah, Harganya Murah

Dari beragam kuliner yang menggunakan olahan berbahan dasar petis, seperti Rujak Cingur, Lontong Balap, Tahu Campur, maupun Lontong Lodeh. Ada satu khasanah kuliner yang tak kalah unik, yakni Lontong Kupang. Mungkin nama menu ini terdengar sedikit asing di telinga orang luar Jawa Timur. Namun bagi penggemar makanan di Jawa Timur khususnya Surabaya, Sidoarjo dan Pasuruan, Lontong Kupang adalah menu yang tak boleh dilewatkan.

Kata “Kupang”  identik dengan hewan laut sejenis kerang atau juga sebagian menyebut siput laut, berukuran sebesar kacang kedelai dan bercangkang tipis. Kumpulan hewan inilah yang menjadi bahan dasar olahan Kupang, dipisahkan dari cangkangnya lantas direbus hingga matang.

Kebetulan siang hari itu, seusai jejalan disekitar Pasuruan. Kami menyempatkan diri berburu Lontong Kupang khas Kraton. Salah satu kuliner lokal yang mudah ditemui disepanjang jalan raya Bangil – Pasuruan. Tentunya favorit saya adalah beberapa depot yang berada  di Sentra Kuliner pertigaan Kraton – Pasuruan.

kupang-bu-ning

lontong-kupang-kraton

 

Seporsi Lontong Kupang Kraton disajikan dengan bumbu meliputi gula, cabe, sedikit petis dan kucuran air jeruk nipis. Semua bahan diaduk diatas masing-masing piring. Dengan ditambah beberapa potong cabai bagi yang suka pedas. Setelah semuanya dicampur diatas piring, beberapa potong lontong ditambahkan diatasnya. Terakhir disiram dengan rebusan kupang dan kuah panas yang baunya… “hhmmm”… Sungguh menggoda selera.

Sebelum meng”eksekusi” seporsi makanan ini, saya sempatkan menjumput sepotong Lentho dan beberapa tusuk sate kerang. Tanpa permisi kedua jenis makanan ini langsung “nyemplung” dalam luberan kuah Lontong Kupang dipiring saya. Waahh, tampilan makanan ini semakin meriah saja.

Lentho adalah gorengan dari parutan ketela pohon, atau ada juga yang dicampur dengan butiran kacang beras. Sedangkan sate kerang adalah biji-biji kerang kaya bumbu yang dirangkai jadi satu ditusuk batangan lidi. Kedua macam makanan ini seolah sudah menjadi “sobat karib” yang selalu menemani seporsi Lontong Kupang.

Aroma rasa Lontong Kupang semakin istimewa dengan taburan bawang goreng diatasnya. Dan tatkala sesendok pertama saya coba, seketika sensasi gurih khas rasa kupang, berpadu dengan rasa manis, asin dan asem, mengiringi pedas yang menyengat dari cabai yang dicampur didalam bumbunya. “Wuuaahh…”, seketika itu juga sesuap demi sesuap sajian Lontong Kupang masuk kedalam mulut rakus saya. Terus mengunyah dengan sesekali meneguk segelas es Kelapa Muda, mendorong makanan nikmat ini kedalam tenggorokan. Benar-benar makan siang yang menggila, demikian pikir saya.

sate-kerang

Bagi anda yang pertama kali menjajal kuliner ini, ada baiknya memesan Es Kelapa Muda sebagai minuman pendamping. Memang sebagian besar depot Lontong Kupang senantiasa menyediakan menu Es Kelapa Muda. Bukan tanpa alasan, karena memang es Kelapa Muda adalah penawar mujarab bagi para konsumen yang tidak tahan atau alergi dengan olahan Lontong Kupang.

Tidak sampai memakan waktu lama, seporsi Lontong Kupang tandas kedalam perut saya. Piring seketika kosong dan nyaris licin tidak menyisakan kuah atau apapun. Sembari asyik menikmati es kelapa muda, mulut saya masih juga menyempatkan mengunyah sate kerang dan lentho yang tersedia diatas meja. Hehehe, anda tak perlu khawatir jika ingin menambah porsi lagi. Karena makanan Lontong Kupang bukanlah jenis kuliner yang menguras kantong.

A Trip to Siem Reap [part 1]

Sebenarnya “a trip to Siem Reap” ini diniatkan untuk dijadikan ebook, tetapi apa daya terlalu banyak gangguan yang menyebabkan ebook tertunda terus, sampai pada akhirnya kami sepakat untuk dijadikan postingan biasa saja. Berhubung sudah terlanjur menulis cukup panjang, kami juga berniat untuk memecahnya menjadi beberapa bagian terpisah. Tujuannya jelas biar lebih terfokus per-bagian waktu perjalanan yang kami lakukan.

Masa Lalu Yang Melegenda, Nyaris Tergerus Perang Saudara

“Ngapain ke Kamboja…? Memangnya ada apa disana…?”, dan banyak lagi pertanyaan lain yang saya temui dari para sahabat tatkala baru saja mengunjungi Kamboja di awal tahun 2011. Memang wajar pertanyaan seperti demikian. Karena dalam mindset mereka, Kamboja adalah sebuah Negara kecil di Asia Tenggara, dan baru saja bangkit setelah perang saudara berkepanjangan beberapa dekade silam dengan korban jiwa jutaan manusia.

Continue reading “A Trip to Siem Reap [part 1]”