Coban Rondo memang terkenal dengan wisata Air terjunnya, coban adalah bahasa jawa untuk Air terjun, atau orang Jawa barat menyebutnya Curug. Namun sebenarnya banyak aktivitas lain yang dapat kita nikmati di kawasan ini selain kawasan air terjunnya, mulai dari bermain petak umpet di taman Labirin, memanah, berkemah, hingga air berkuda, atau hanya sekedar untuk menikmati segelas kopi dipagi hari ketika menanti sang mentari terbit dari arah timur, diatas kota Malang dan Batu.
Salah satu saran tempat yang nyaman buat duduk-duduk santai di sini adalah DANCOK: Daun Cokelat (Cafe, Trail & Jeep Station). Lokasi ini tepat di seberang jalan taman labirin. Masih rimbunnya pepohonan disekelilingnya menjadikannya cukup sejuk, karena sinar mentari tersaring oleh daun-daun hijau yang memanjakan mata sekaligus menyegarkan paru-paru kita. Tempat ini cocok untuk mengamati kota batu jauh di kaki bukit.
Selain segarnya udara, kicau burung adalah hal yang dapat kita nikmati di kawasan ini. Tempat yang sebenarnya tidaklah terlalu jauh dari gunung Banyak, lokasi wisata yang terkenal dengan wisata paralayangnya. Mungkin hanya dibutuhkan sekitar 15-20 menit berkendara dari gunung Banyak ke lokasi ini. Hanya perlu menyeberang di perbukitan sebelah selatan gunung Banyak.
Sebuah tempat alternatif bagi wisatawan yang berkunjung ke Malang atau Batu. Saran saya malah sebaiknya Anda mencoba menginap di sini setidaknya sehari, dengan bangun dipagi hari Anda dapat berjalan santai menikmati segar dan dinginnya udara yang semakin langka akhir-akhir ini. Dingin sejuk yang tidak terlalu menusuk menurut saya, pas sekali untuk suasana liburan keluarga Anda.
Yakin tidak ingin mencobanya berkunjung kemari?. Atau setidaknya lain waktu sempatkan kemari 🙂
Sekedar catatan, semua foto di postingan ini menggunakan camera dari Xiaomi Mi 4i, selama setahun ini saya cukup puas mengabadikan perjalanan saya dengan kamera dari smartphone ini.
Langit masih memerah di ufuk Timur tatkala saya dan teman-teman tiba ditepian pantai. Melangkahkan kaki dengan sedikit terburu diatas hamparan pasir putih pantai dan menyelinap diantara mobil-mobil pengunjung lain yang terparkir rapi disana. Selamat datang di Pantai Goa Cina, sebuah destinasi wisata berlokasi tidak jauh disebelah Barat Pantai Sendang Biru – Malang Selatan.
Kedatangan kami sepertinya tepat waktu, seusai subuh pemandangan sebelah Timur pantai ini benar-benar menjadi daya tarik utama. Semburat gradasi warna langit cerah dari warna kuning jingga merah hingga kelabu, ditambah dengan gugusan pulau-pulau karang dan bukit batu menjorok ke pantai, perpaduan itu menciptakan siluet alam yang sangat memanjakan mata. Kami dan para pengunjung lain tidak henti-hentinya membidikkan kamera mengabadikan momen istimewa itu, dan tentunya sebagian besar dari mereka tidak lupa bernarsis ria dengan latar kemolekan Sunrise pantai.
Dibandingkan dengan Sendang Biru atau Balekambang yang sudah lama dikenal, Pantai Goa Cina mungkin belum setenar pantai-pantai lain di Malang Selatan. Seiring dengan meningkatnya pembangunan prasarana transportasi, jangkauan menuju ketempat ini pun semakin mudah. Cukup mengikuti jalan aspal baru yang masih mulus disisi Barat sebelum masuk ke Sendang Biru, kita bisa menemukan banyak papan penunjuk jalan menuju Pantai Goa Cina.
Nama Goa Cina sendiri berasal dari sebuah goa yang ada di salah satu tebing pantai. Konon dahulu ada seorang keturunan Cina yang menyepi atau bertapa didalam goa tersebut hingga akhir hayatnya. Oleh karena itulah, pantai nan elok dengan pasir putih dan tepian karang ini lantas dinamakan Pantai Goa Cina.
Sayapun menyempatkan diri menengok Goa yang keberadaannya membuat penasaran itu. Mentari pagi yang sinarnya sudah mulai terang memudahkan saya mendaki jalan setapak terjal dipermukaan tebing karang. Tersembunyi dibalik dedaunan semak, mulut goa tempat bertapa itu mulai nampak. Tidak terlalu besar memang, seukuran tinggi manusia dewasa dengan lebar satu meter lebih. Bagian dalam sedikit luas namun masih tidak jauh dari mulut goa, sehingga cahaya terang bisa dirasakan disini.
Puas menamatkan rasa penasaran akan goa tadi, saya kembali menyusul teman-teman yang asyik bermain-main denga air laut dan pasir pantai. kendati tergolong perairan laut Selatan yang terkenal ganas, pengunjung bisa bermain air di bibir pantai jika cuaca sedang bagus seperti saat kami tiba kemarin. Yang penting tetap berhati-hati dan menikmati wisata dengan sewajarnya.
Akhirnya, kunjungan kami pagi itu diakhiri dengan pakaian yang basah kuyup oleh air laut, serta kenang-kenangan pasir pantai yang menempel keseluruh permukaan tubuh. Hehehe, kami harus segera membersihkan diri dan bertukar pakaian. Karena para pemilik warung dan tempat makan disekitar parkiran pantai, tentu kurang nyaman menerima tamu kelaparan yang basah kuyup dan penuh pasir macam kami ini.
Tiap kali menyambangi kota Batu, kita tak lepas dari bayangan akan wisata alam pegunungan berhawa dingin, sekaligus juga wisata keluarga penuh dengan wahana buatan yang rekreatif. Beberapa tahun terakhir, wahana rekreatif ini jauh lebih populer dibanding wisata alam yang merupakan ke-khas-an kota pegunungan seperti Batu. Siapa yang tidak kenal dengan Jatim Park 1 dan Jatim Park 2, Batu Night Spectacular, dan juga Museum Angkut serta Eco Green Park. Kesemuanya merupakan destinasi wisata yang selalu ramai disetiap hari libur.
Waktu lalu, kami sempat mampir di Eco green park, salah satu destinasi yang baru saja diresmikan sekitar tahun 2012 kemarin. Sesuai dengan namanya, Eco Green Park merupakan Wahana mengenal entang Ekosistem sekaligus belajar memupuk kesadaran terhadap Lingkungan Hijau. Dengan tema Fun and Study, menjelajah Eco green Park kami serasa belajar tentang Pendidikan Lingkungan, Budaya, serta kreatifitas seni yang menarik.
Dari pintu gerbang utama, kami langsung disambut sekumpulan miniatur candi-candi yang menjadi latar sebuah kolam ikan berisi unggas warna-warni. Menyusul kemudian aneka ragam sculpture terbuat dari daur ulang barang bekas pakai yang disusun menjadi sebuah karya seni instalasi nan menarik. Konsep “green” dan ramah lingkungan juga terlihat dari detail tempat sampah yang memisahkan antara sampah organic dan sampah non organic.
Usai berkenalan dengan aneka barang bekas pakai, kami disambut dengan insektarium raksasa yang memajang beragam jenis serangga hidup maupun diawetkan. Beberapa serangga langka dan kupu-kupu beraneka warna bisa ditemui ditempat ini. Bahkan beberapa kalajengking bisa bebas dipegang dan diajak berinteraksi dengan tangan kami.
Tak kalah menarik dengan insektarium, zona unggas juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Di beberapa titik, pengunjung juga bebas berfoto bersama burung berwarna warni, maupun coba member makan beberapa jenis burung unta dan kasuari.
Memasuki area yang lebih menarik, adalah Jungle Adventure. Konsepnya sederhana, pengunjung diajak bersafari memasuki hutan buatan dengan mengendarai mobil berbentuk klasik. Namanya juga hutan buatan, pasti saja banyak ditemui satwa liar dan ganas yang tentunya juga berupa patung buatan. Kami bisa menggunakan senjata laser yang terpasang disetiap tempat duduk mobil untuk mencoba “menembak” beberapa patung pemburu liar yang berada disana.
Memasuki zona berikutnya, kami lebih banyak menemui wahana edukasi disini. Mulai dari wahana aliran air yang diatur hingga mengeluarkan bunyi-bunyian layaknya composer musik, hingga edukasi tentang bercocok tanam secara Hidroponik. Tak ketinggalan juga area peternakan yang membuat pengunjung bisa mencoba belajar profesi seorang peternak dengan berinteraksi member makan binatang-binatang ternak.
Selain area edukasi, juga terdapat beberapa wahana yang menguji nyali dan ketrampilan. Simak saja Rumah terbalik, yang membuat kami kehilangan orientasi dan merasa “aneh” saat memasukinya, atau permainan berjalan diatas balok-balok air ala Takeshi Castle yang bisa membuat pengunjung basah kuyup, cukup menyenangkan dan melelahkan.
Menjelang pintu keluar, cafeteria dengan konsep green garden setidaknya menjadi tempat melepas penat sekaligus mencicip aneka makanan dan minuman segar. Dan disebelah cafeteria, kami bisa menemui Cinema Multidimensi, wahana pemutaran film animasi dengan tema cerita khas pewayangan cukup sayang untuk dilewatkan.
Jangan lupa pula untuk memasuki Science Center, beragam pengetahuan tentang apa saja yang ada didalam perut bumi diceritakan disini. juga ada simulasi rumah gempa yang mampu membuat kami merasakan seperti apa jika gempa berskala kecil melanda.
Sehari menyusuri Eco Green Park memang cukup melelahkan, walau tersedia kendaraan Electric Bike yang bisa disewa diawal pintu masuk, menyusuri semua wahana dengan berjalan kaki sembari menikmati udara sejuk khas pegunungan, adalah pilihan yang terbaik bagi para kru Jejalan. Hehehe.
Tidak sampai dua jam perjalanan santai dari arah Surabaya, kami telah memasuki daerah Lawang, Malang. Sengatan terik mentari menjelang siang yang kami rasakan disepanjang jalanan dari Surabaya, sontak berubah seketika sejuk dan adem tatkala memasuki area Kebun Teh Wonosari Lawang. Kami mengurangi laju kecepatan motor, melepas helm sambil mengemudi lebih santai menikmati perjalanan memasuki area Kebun Teh yang berada di Lereng Gunung Arjuna ini.
View Pegunungan di Kebun TehAreal Perkebunan TehPencari Kayu Bakar
Tepat pukul sebelas siang, kami memasuki areal parkir perkebunan yang konon telah eksis sejak tahun 1910 ini. Walau dulunya bekas peninggalan pekebunan jaman Belanda, semenjak Kemerdekaan perkebunan Teh Wonosari Lawang sudah diambil alih, dan saat ini dikelola oleh PTPN sekaligus dijadikan sebuah wisata alam perkebunan yg menyajikan beragam fasilitas dan berbagai jenis rekreasi.
Kami mencoba berkeliling melihat segala aktivitas pengunjung yang asyik menikmati fasilitas di areal ini. Ada kereta kelinci, mini zoo, taman bunga, play ground. Juga arena outbund yang dilengkapi dengan jogging track dan jalur trek kendaraan ATV. Sementara untuk pengunjung yang menginap, disediakan fasilitas penginapan dengan meeting room dan fasilitas kolam renang air panas. Cukup kompleks untuk areal tempat wisata perkebunan. Apalagi di dekat pabrik pengolahan teh, terdapat Koperasi swalayan wonosari yg menjual souvenir dan oleh-oleh khas, kebanyakan memang olahan daun teh. Dan di sudut koperasi disediakan area Tea Corner yang menyediakan sajian teh alami dari hasil perkebunan itu sendiri.
Memang keberadaan fasilitas pendukung itu cukup memuaskan pengunjung. Disamping mereka bisa menikmati hamparan hijaunya perkebunan teh disepanjang jalur trekking yang sebagian lintasannya sudah beraspal dan bisa dilalui mobil. Namun bagi kami, sabtu siang itu lebih menarik jika kami gunakan berkeliling sembari menyaksikan ibu-ibu setengah baya yang asyik memetik teh langsung dari perkebunan. Kami sarankan waktu paling baik berkunjung kemari adalah sabtu menjelang akhir pekan, karena jika bertepatan hari Minggu, bisa dipastikan tempat ini akan dipenuhi pengunjung, serta anda tidak akan menemukan momen para pekerja yang asyik memanen teh, karena hari Minggu segala aktivitas pengolahan teh termasuk pabrik libur.
Setelah hampir satu jam trekking membelah perkebunan, serta menyempatkan diri mengambil gambar-gambar unik dan berpose serba menarik. Mendung gelap mulai menggelayut disertai rintik hujan gerimis. Seketika para pengunjung berlarian mencari area berteduh, namun tidak dengan kami. Begitulah, kami justru semakin dalam masuk kearea perkebunan sembari memasang perlengkapan tempur yang telah kamisiapkan. Mantel hujan, sandal anti selip, serta seperangkat kamera.
Awan Tebal Menggantung
Pemetik teh
[/wpcol_1half_end]
Inilah salah satu konsep Jejalan yang sedikit berbeda, dikala pengunjung lain mengutuk datangnya hujan yang mengganggu liburan mereka, kami justru berniat kemari untuk menunggu datangnya hujan. Karena salah satu daya tarik Kebun Teh yang jarang ditemui adalah keunikan kabutnya yang kerap muncu seusai hujan lebat. Karena itulah kami berkunjung tepat di musim hujan dan menjelang sore, sengaja untuk memburu kehadiran kabut yang eksotik itu.
Tak terasa berapa lama waktu telah berlalu, tetapi kami dengan sabar menanti hujan usai sembari menggigil menahan dingin ditengah perkebunan. Jalur trek mulai banjir dan disepanjang hamparan hijaunya perkebunan itu tidak ada orang lain kecuali kami berempat yang sedikit gila, mematung dengan kamera ditangan menunggu hujan reda. Namun sayangnya, walau hujan telah reda, kabut beum juga muncul. Dengan kekecewaan yang menyesakkan dada, kami melangkah gontai dengan kaki gemetar menahan dingin menuju kearah Selatan Pabrik, dimana terdapat para penjual makanan.
Berhujan-hujanan Di Kebun Teh
Boleh jadi hujan siang itu memang lebat, namun suhunya belum cukup dingin untuk mendatangkan kabut. Apa boleh buat, kamipun terpaksa mampir ke warung-warung kaki lima, sekedar menikmati makan siang menjelang sore. Banyak pilihan makanan diarea ini, mulai bakso, nasi goreng, mie, gado-gado dan masakan praktis lainnya. Dengan ditemani para pengunjung lain yang nampaknya menikmati makan dan berteduh sejak siang tadi. Tiba-tiba hujan kembali turun lebih deras lagi.
Untuk kedua kalinya para pengunjung kecewa, rencana mereka menikmati liburan sampai sore kembali terganggu. Akan tetapi, kami semakin semangat dan deg-degan menunggu hujan reda. Walau pakaian masih sedikit basah, dan mantel hujan belum kering betul, kami Pantang Surut Memburu Kabut.
Tepat pukul tiga sore hujan mulai reda, disaksikan pandangan-pandangan aneh dari para pengunjung lain, kami menghambur masuk lagi kedalam area perkebunan. Memburu kabut yang mulai turun seiring berakhirnya hujan. Sungguh pemandangan yang luar biasa, kepadatan kabut menciptakan pemandangan yang samar diarea perkebunan hijau itu. Seolah ada nuansa mistis, imajinasi kami melayang pada berbagai hal tentang keindahan, misteri, dan juga rasa penasaran. Mengingatkan kami akan tampilan film-film horror kelas Hollywood. Walau jarak pandang terbatas, kami tetap menyeruak menerobis diantara dedaunan teh, mengambil gambar-gambar yang cukup menarik untuk disajikan bagi para penikmat Jejalan.
kabut tebal membatasi visual dan jarak pandangkebun teh diselimuti kabut tebalkabut tebal di jalanan perkebunan teh lawang
memulai trekking menikmati kabut dan dingin
menikmati kesegaran udara perkebunan teh
menikmati kesegaran udara sejuk perkebunan teh
Akhir cerita, jam empat sore kami mengakhiri perburuan dan keluar dari area perkebunan. Tentunya dengan kepuasan yang luar biasa karena berhasil mendapatkan apa yang kami buru. Meskipun demikan, daya tarik keberadaan kabut di Kebun Teh masih memancing penasaran kami hingga saat ini.
Semoga dimusim hujan lain waktu, tim Jejalan bisa mendokumentasikan keunikan ini dengan lebih baik. Jejalan Yuk…!