Rindu Jejalan

Sebulan belakangan ini saya diteror oleh kerjaan  yang tak kunjung selesai, dan sekarang sudah memasuki bulan terakhir ditahun 2011. Dan saya belum berjalan-jalan sama sekali, begitu juga dengan partner Jejalan saya. Kebetulan kali ini saya terlibat dalam kerjaan yang sama dengan dia, jadi ya sama-sama memahami kesibukannya masing-masing.

Tetapi bagaimanapun kaki dan mata ini sudah kangen dengan aktivitas Jejalan tanpa di sibukkan dengan pikiran soal deadline yang semakin ketat. Ya sebenarnya awal tahun nanti (2012) kami sudah mengantongi beberapa tiket perjalanan liburan yang cukup panjang. Selama 8 hari penuh kita akan bermain-main air dipantai di dua tempat berbeda. Selain itu sebenarnya ada beberapa destinasi yang akan saya kunjungi tetapi belum benar-benar fix jadwal keberangkatannya. Ya bervariasi antara yang dekat-dekat saja dengan yang cukup jauh, baik dalam maupun luar negeri.

Jadi semoga bisa bersabar sampai hari H keberangkatannya nanti… ohh saya sudah rindu berat dengan Jejalan… Pantai, Gunung, Hutan, Sungai, Danau, Sawah… nantikan saya 🙂

Bersenang-senang dalam Jejalan

Sudah lama saya tidak bersenang-senang dalam melakukan aktivitas Jejalan. Akhir-akhir ini perjalanan saya lebih diribetkan  dengan urusan teknis seperti kamera, bekal dan sebagainya. Tetapi hal tersebut tidak bisa saya hindari sih, mengingat sejak saya memutuskan untuk men-sharing kisah perjalanan dalam bentuk blog ini, maka mutlak setiap perjalanan harus di rencanakan dan dokumentasikan secara lebih matang, walaupun proses menuju matangnya sendiri, saya masih perlu belajar banyak hal.

Kondisi ini membuat saya cukup merindukan saat-saat proses Jejalan masih sekedar mengunjungi sebuah destinasi dan mencoba beradaptasi dengan segala kondisinya. Kondisi alam yang tidak bersahabat, kekurangan bekal dan peralatan tidak menyurutkan saya untuk dapat menikmati perjalan apa adanya.

Seperti yang terlihat dalam Foto-foto berikut, sebuah perjalanan saya tahun lalu ke sebuah kawasan kebun teh di Lawang. Sebuah perjalanan singkat dengan tujuan menikmati udara dingin dan pemandangan yang terbentang hijau di areal perkebunan teh. Sebuah perjalanan yang cukup menyenangkan dengan teman-teman yang asyik, sehingga cukup untuk mengeluarkan segala bentuk ekspresi kami dengan spontan, keadaan dimana saat-saat kami teringat betapa anak kecil ketika bermain bisa bebas sebebas-bebasnya, tanpa beban dan pikiran aneh-aneh, just fun.

Dan itulah yang kami lakukan saat itu, padahal tidak lama setelah kami menginjakkan kaki di sana, awan mendung dan hujan deras menghampiri. Ketika pengujung yang lain pada berebut berteduh di pondokan dan kantin-kantin disekitar Pabrik teh, kami malah mengenakan jas hujan dari motor untuk dapat terus menerobos lebatnya hujan dan tetap berkeliling menikmati kebun teh hingga puas dan senang.

Mungkin ada kalanya Jejalan kami berikut-berikutnya tetap mengedepankan dokumentasi yang ciamik, tetapi juga tidak meninggalkan prinsip-prinsip mendasar untuk tetap menikmati setiap tahapan perjalanan. 🙂

Bersatu Kita Senang-senang
Bersatu Kita Senang-senang

 

Formasi Tiga Pendekar
Formasi Tiga Pendekar

 

Jurus Tangan Sewu
Jurus Tangan Sewu
Menantang
Tantangan Pendekar
Let's Fight
Adu Kesaktian “Let’s Fight”
The Brandals
The Brandals
Masih Kanak-kanak
Harap Maklum Masih Kanak-kanak

Air Terjun Sekuti Part 2

Kali ini saya mencoba sedikit berbagi cerita Jejalan yang tetap meng-explore keadaan air terjun Sekuti. Jika postingan cerita sebelumnya adalah tentang Sekuti atas (dapat dibaca disini), maka kali ini saya mencoba mengunjungi Sekuti dari view bawah air terjunnya. Untuk mudahnya kita sebut saja Sekuti bawah.

Air Terjun Sekuti Tretes Prigen
Air Terjun Sekuti Bawah Dari Kejauhan

Continue reading “Air Terjun Sekuti Part 2”

Renungan Alam

Setelah beberapa waktu lalu saya seharian jelajah hutan dikaki Gunung Welirang – Arjuno, menemukan beberapa keadaan hutan yang kini mulai rusak dijamah tangan manusia. Semuanya jika ditelusuri maka bermula dari masalah ekonomi masyarakat sekitar, hutan-hutan mulai di babat untuk dijadikan lahan berkebun demi pemenuhan kebutuhan makan keluarga setiap hari. Sungguh pemandangan yang menyedihkan. Disatu sisi untuk kebaikan, disisi lain mengancam kelestarian alam.

Dalam benak saya jadi teringat cerita teman saya Ayos, yang mengutip dialognya dengan pejabat pemerintahan di bidang pariwisata. Pejabat tersebut menyayangkan semakin maraknya pembangunan wahana wisata buatan di Jawa Timur semacam WBL atau Jatim Park, tentu hal ini dapat menggeser kepopuleran wisata alam yang merupakan potensi utama dari Jawa Timur. Memang ada benarnya juga yang dikatakan pejabat tadi. Selain budaya yang lebih beragam, Jawa Timur memang sesungguhnya adalah rumah bagi pencinta alam.

Hal tersebut sempat saya sampaikan ke teman saya Surya, dan dia malah berpikir sebaliknya. Menurut dia biarkan saja wahana buatan itu semakin ramai dengan pengunjung. Agar potensi wisata alam di Jawa Timur tidak semakin rusak karena semakin di eksploitasi guna memenuhi kebutuhan dan kenyamanan pengunjungnya, dia berpendapat biarlah hanya orang-orang yang tertarik dengan wisata alam yang datang untuk meng-ekplornya tanpa merusaknya. Baginya seorang traveler/petualang harus bisa beradaptasi dengan lingkungan yang dia kunjungi, tanpa harus memaksa lingkungannya untuk dapat menyesuaikan kebutuhan pengunjung.

Kembali soal kerusakan hutan tadi, masalah dilematis kembali terjadi disini. Seorang teman pernah bercerita bahwa dia sangat tidak setuju spot-spot wisata alam yang cukup menarik, tetapi belum di buka untuk umum kemudian akan di buka. Dia berpendapat bahwa pembukaan lokasi itu untuk umum sama saja dengan membiarkan perusakan terjadi pelan-pelan. Tetapi dia juga dihadapkan pada kenyataan, bahwa masyarakat sekitar spot wisata tadi juga membutuhkan pilihan lapangan pekerjaan. Jika tidak pembukaan lahan hutan secara liar untuk berkebun, seperti terpampang di depan saya ini menjadi pilihan utama masyarakat sekitar. Benar-benar masalah yang pelik, disatu sisi petugas perhutani sebagai penanggung jawab resmi kawasan tersebut, terlihat membiarkan saja kondisi tersebut. Jika dibiarkan maka secara pelan-pelan akan menjadi pembenaran masyarakat sekitar untuk terus membuka lahan di hutan.

Dari hal-hal diatas saya jadi berpikir, bahwa beberapa pendapat yang saling bertolak belakang tadi masing-masing mempunyai argumentasi yang sama-sama dapat dibenarkan. Tidak ada yang mutlak seratus persen benar dan juga tidak ada yang salah pula. Entahlah saya sendiri cuma bisa berkeluh kesah tanpa bisa berbuat banyak.  Harapan saya cuma satu, semoga egoisme kita sebagai manusia ini menemukan jalan keluar yang terbaik bagi dirinya dan juga alamnya.

Nasi Punel Emperan

Seperti biasa ketika pikiran kalut dan suasanan jenuh datang, aktivitas yang dapat saya lakukan adalah tancap gas keluar kota. Sebenarnya saya orangnya suka pantai, tapi tidak untuk kondisi seperti tempo hari. Udara gunung dan hutan sepertinya emang obat mujarab untuk meredakannya, dingin, sejuk dan suasana damai adalah yang saya cari.

Kebetulan sahabat saya yang juga penulis di web ini adalah teman yang sangat cocok untuk diajak jalan naik gunung dan masuk hutan. Singkat cerita setelah seharian naik gunung dan nongkrong lama di kaki gunung. lewat tengah malam kami bergegas turun kembali ke rumah sahabat saya di kota Bangil untuk beristirahat.

Setelah cukup beristirahat dan pagi telah menjelang, sahabat saya mengajak untuk sarapan nasi punel, nasi punel yang dipilih adalah yang lokasinya tak jauh dari depan Lembaga pemasyarakatan. Berbeda dengan nasi punel yang pernah saya coba sebelumnya, kali ini adalah nasi punel yang sepengetahuan saya merupakan satu-satunya yang dijual di emperan toko, alias kaki lima. Walaupun demikian sahabat saya menuturkan bahwa nasi punel ini adalah salah satu nasi punel yang sudah lama ada semenjak dia masih kecil. Sehingga teman saya mengkategorikan dalam istilah Nasi Punel Original, hehe. Wajar saja sih mengingat sekarang di kota sekecil Bangil ini warung yang jualan nasi punel dan cukup punya nama tidak kurang dari 7 lokasi, dan kebanyakan dari mereka adalah warung atau depot yang baru saja dibuka.

Sebagai bukti ucapan teman saya tadi adalah pembeli yang kebetulan makan bersama dengan kami adalah nenek-nenek yang merupakan langganan setia sejak jaman dahulu. Perhatian saya sejenak tertahan ketika mengamati sekelompok nenek-nenek didepan saya yang berdebat soal uang pembayaran dan juga kembaliannya. Uang beberapa puluh ribu dan pecahan lainnya juga dikeluarkan dari dalam sebuah buntalan kecil sapu tangan, hehe. Gambaran itu langsung mengingatkan saya akan kebiasaan orang jaman dahulu, ketika kebanyakan pecahan uangnya masih berupa kepingan logam, maka sangat pantas untuk di simpan dalam bentuk buntalan sapu tangan.

Lokasi Nasi Punel Emperan
Lokasi Nasi Punel Emperan
Pelanggan Setia Nasi Punel
Pelanggan Setia Nasi Punel

Tanpa perlu panjang lebar lagi, silahkan dinikmati video pendek yang saya sempatkan untuk merekamnya sembari menikmati maknyusnya nasi punel emperan ini. 🙂

Tinggal di Pulau Impian

Akhir-akhir hari ini saya mencoba belajar membiasakan diri untuk mulai mendokumentasikan segala macam aktivitas dengan cara menulis. Orang bilang untuk dapat menulis dengan baik harus banyak membaca. Sedari kecil saya memang sudah terbiasa membaca. Tapi ya itu tadi ‘just read‘ nggak lebih, akibatnya saya cuma jago membaca saja dan tidak jago menulis. Haha aneh memang tapi ya itulah saya, dan seperti yang sudah saya bilang tadi, kali ini saya mulai belajar untuk menulis dengan ‘baik’.

Hal pertama yang saya lakukan adalah memperbanyak kembali aktivitas membaca tetapi kali ini tentunya dengan sedikit analisa cara penulisannya. Malam ini waktu sedang asyik mencari sumber bacaan, perhatian saya berhenti pada sebuah website yang menawarkan majalah digital. Seperti namanya, ‘ISLANDS’ isinya memang menceritakan tentang eksotisme pulau-pulau di dunia. Isinya tidak hanya full description artikel tetapi juga foto-foto keren yang kalo boleh meminjam istilah mereka, disebut ‘breathtaking photography’.

Islands, Richly illustrated magazine for travelers eager to explore the world

Malam ini saya fokus membaca Islands Magazine edisi Juli-Agustus 2011, yang isinya bercerita tentang 20 pulau terbaik di dunia untuk ditinggali. Imajinasi saya langsung melayang ke tempat-tempat eksotis di dunia seperti di film-film maupun acara dokumenter televisi semacam National Geographic maupun Discovery Channel, haha katrok memang saya, tetapi siapa sih yang tidak suka melihat pulau-pulau eksotis dengan pantai nan menawan, apalagi bermimpi untuk dapat tinggal dan hidup di sana.

Peta Pulau Terbaik di Dunia
Daftar Pulau Terbaik di Dunia, Islands Magazine July-August 2011
Preview Islands Magazine
Salah Satu Preview Halaman Islands Magazine

Mulai dari Bora Bora, Caribbean, Tahiti hingga ke Bali dan sekitarnya, sungguh lokasi yang selama ini memang terkenal menawan di dunia. Ditunjang dengan layout foto-foto yang super besar, majalah ini sukses membuat otak dan mata saya sedikit terhibur mendapati kenyataan bahwa tinggal di kota nan panas dan macet, tetapi itulah kota saya yang bagaimanapun tetap punya keunikannya tersendiri.  Dalam hati saya oke suatu hari saya harus mengunjugi tempat-tempat tersebut, kalau punya banyak uang banyak tentunya. Amin, hehe…

Note: Versi free majalah ini hanya dibatasi sampe 3x Zoom saja, selebihnya Anda harus membayar $9.97 US untuk Full Digital Versionnya.