Dua Benang Air Di Kaki Rinjani

Benang Stokel dan benang Kelambu, merupakan dua air terjun yang cukup poluler di Lombok. Keduanya berada berada di kaki gunung Rinjani, yang hanya dipisahkan dengan jarak lebih kurang 2 kilometer dari gerbang masuk kawasan wisata. Jika hendak ke air terjun benang Stokel, pengunjung cukup melakukan trekking sekitar 300 meter dari arah kiri pintu masuk, sedangkan menuju ke benang Kelambu, tinggal berjalan lurus mengikuti jalur dengan jarak tempuh sekitar 1500 meter.

Benang Stokel memang paling mudah dijangkau karena jaraknya relatif lebih dekat, cukup mempersiapkan alas kaki yang nyaman dan anti selip jika berencana mengunjunginya, terlebih jika musim hujan tiba. Begitu juga dengan benang Kelambu, jaraknya yang lumayan jauh dengan jalur trekking  berkombinasi naik turun akan merepotkan, apabila alas kaki kita tidak nyaman. Saya sempat melihat beberapa wisatawan yang pada akhirnya kesulitan berjalan ketika mengenakan alas kaki dengan hak tinggi (High Heels).

Satu hal lagi, demi keamanan bawaan dan benda berharga, anda sebaiknya membawa tas kedap air. Tidak hanya soal hujan yang kerap turun mendadak di tempat seperti lereng gunung, namun juga soal percikan air terjun acapkali menerpa cukup deras dari ketinggian.

Pilihan pertama saya untuk memulai trekking kala itu tentu saja menuju lokasi air terjun benang Stokel, yang dalam bahasa lokal artinya seikat benang. Trek yang relatif ringan dan dukungan cuaca masih cerah, hampir tidak ada kesulitan sama sekali untuk mencapainya. Sesampai di lokasi kita bisa melihat terdapat dua air terjun yang berdampingan, dimana terdapat kolam tampungan air terjun di bagian bawahnya. Beberapa pengunjung terlihat asyik mandi dan menikmati guyuran kesejukan air terjun di kaki gunung Rinjani ini.

air-terjun-benang-stokel-4

[one-half-first]air-terjun-benang-stokel-1[/one-half-first]
[one-half]air-terjun-benang-stokel-2[/one-half]

Tidak jauh di bawah air terjun benang Stokel terdapat satu air terjun dengan kolam yang cukup dalam. Seorang pemandu perjalanan sempat menantang tamunya untuk melompat dari tebing atas hingga terjun ke kolam di bawahnya. Abang pemandu perjalanan akhirnya mempraktikkan untuk meyakinkan tamunya bahwa kolam sangat dalam sehingga aman jika kita meloncat dari ketinggian yang cukup lumayan ini. Setelah melompat akhirnya mereka berjalan menyusuri sungai sebentar, mencari tebing sedikit landai yang mengantar mereka naik kembali ke lokasi awal.

air-terjun-benang-kelambu-jalur-treking

Destinasi selanjutnya tentu saja benang Kelambu. Butuh stamina yang cukup untuk mencapai Air terjun ini. Hal yang diluar prediksi sewaktu saya ke sana adalah, hampir saja handphone dan dompet saya basah karena hujan yang turun mendadak. Beruntung sebelum turun ke bawah air terjun saya sempat mengantongi dua bungkus plastik tempat makanan ringan yang sudah habis dan dibuang begitu saja di jalan oleh pengunjung. Yakin bahwa dompet dan handphone saya aman dari air, sayapun memutuskan trekking sekalian berhujan-hujanan saja, karena memang sudah sangat mustahil menghindari air hujan dalam kondisi ditengah jalur treking seperti ini. Tiada tempat berteduh jika sudah memastikan turun menuju ke lokasi air terjun, tempat-tempat strategis seperti di bawah pohon yang rindang pun, sudah penuh dengan pengunjung lain.air-terjun-benang-kelambu-dari-atas

air-terjun-benang-kelambu-2

[one-half-first]air-terjun-benang-kelambu-tangga-turunan[/one-half-first]
[one-half]air-terjun-benang-kelambu-1[/one-half]

Di bawah rintik hujan yang lebat saya menyempatkan mengamati air terjun Benang Kelambu. Namun tak lama saya memutuskan segera naik karena saya merasa terlalu beresiko berteduh dibawah tebing-tebing curam dalam kondisi hujan lebat seperti ini, apalagi jika berada dibawah sekitar air terjun. Mengambil tidakan berhati-hati tentu adalah prioritas yang saya utamakan, mengingat saya bukan orang lokal yang pastinya belum tahu kondisi dan tingkat keamanan disini.

air-terjun-benang-kelambu-hujan

Hujan semakin lebat dengan suara guntur terdengar dengan intensitas semakin sering. Saya memutuskan menyudahi kunjungan dengan berjalan balik ke arah motor sewaan saya terparkir. Kembali menyusuri medan naik turun sejauh 1500 meter untuk mencapai gerbang masuk bukan hal yang singkat. Lagipula, berjalan sendirian ditengah hujan di kaki Rinjani cukup dingin juga rupanya. Jangan dibayangkan jalurnya murni hutan di lereng gunung, jalur ke air terjun tadi merupakan kombinasi hutan dan kebun warga sekitar, yang mana kebanyakan berupa kebun pisang. Ah sepertinya saya harus cari penjual kopi dan pisang goreng ketika sudah sampai sekitar parkiran motor, demikian pikir saya selama menyusuri jalur menembus dinginnya hujan.

Menghabiskan Sabtu di Grojogan Sewu

Penunjuk waktu yang tertera dilayar ponsel sudah menunjuk pukul tujuh, tidak terlalu pagi kami berempat tiba di kota Karanganyar, Jawa Tengah. Perjalanan saya kali ini ditemani Zakky, Diky, dan Faris, tiga kawan dari Pasuruan yang juga doyan travelling. Sesuai rencana awal, tujuan jejalan kali ini adalah menyambangi Air Terjun Grojogan Sewu di Tawangmangu. Dan kami tidak sendirian, saya juga mengajak Maya, sahabat lama jaman sekolah yang kebetulan sudah lama stay di kota ini. Karena kami yang buta rute menuju destinasi, akhirnya sepakat menemui Maya di pusat kota Karanganyar pagi-pagi sekali.

Lima jam berkendara dari Surabaya menembus pekat malam terasa cukup melelahkan bagi kami. Sembari menunggu si Maya tiba di lokasi, sejenak saya dan kawan-kawan merebahkan diri di jok kendaraan, dengan diiringi lantunan musik dari audio mobil setidaknya bisa membuat kami rileks.

IMG_3125

Tak berapa lama, yang kami nanti sudah tiba. Dengan senyum manisnya Maya menyapa kami yang sedang terkantuk-kantuk didalam mobil. “ayo sarapan dulu”, dia mengajak kami menuju warung Timlo yang tidak jauh dari tempat kami menunggu. “Pagi yang masih dingin disuguhi kuliner Timlo yang hangat tentu sangat mengundang selera” pikir saya.

Sambil saling mengenalkan kawan-kawan saya dengan si Maya, kami bercakap-cakap ringan ditemani sajian nasi hangat dan semangkuk sup Timlo yang masih mengepulkan uap panas, sup hangat dengan tampilan bening ini terasa segar di tenggorokan. Irisan telur pindang, dadar gulung, sosis, ditambah dengan mihun, potongan wortel dan sedikit jamur, semakin menggugah selera dengan suwiran daging ayam serta taburan bawang goreng yang menambah aroma. Ahh, kami hampir lupa untuk segera berkemas lagi menuju destinasi.

Dari kota Karanganyar, lokasi Grojogan Sewu Tawangmangu tidak lebih dari 30 kilometer. Jalur khas pegunungan berkelok dengan pemandangan perkebunan indah dikiri kanan jalan adalah salah satu daya tarik yang tidak bisa dilewatkan. Sejenak kami lupa akan rasa kantuk sebelumnya, dan fokus menikmati rute sepanjang perjalanan. Apalagi Maya mengajak serta dua temannya, Ami dan mas Ari. Perjalanan semakin menarik dan penuh dengan obrolan.

IMG_3133

Atas saran mas Ari, kami diarahkan masuk melalui pintu gerbang kedua Grojogan Sewu, mengingat jika melalui gerbang utama, jumlah undak-undak turunan anak tangga yang konon katanya mencapai 1200 lebih itu bisa membuat kaki gemetaran. Karenanya kami memilih alternatif gerbang kedua yang mana lokasi parkirnya lebih jauh, namun trek jalannya relatif lebih ringan. Apalagi teman saya Maya kala itu belum sepenuhnya fit akibat didera flu, medan yang berat dan cuaca hujan bisa menambah resiko.

Menerobos hutan pinus dan menapaki jalur bebatuan yang lembab berlumut bagaikan olahraga pagi buat kami. Cuaca mendung dan hawa pegunungan yang sejuk memang tidak membuat berkeringat, tapi setidaknya bisa menyegarkan paru-paru kami yang sudah lama merindukan udara segar travelling di alam terbuka. Trek relatif datar yang tidak terlalu menguras tenaga membuat kami lekas sampai pada view point Air Terjun Grojogan Sewu yang Legendaris itu.

 IMG_7267
 IMG_7289

 

Dari makna kata, Grojogan Sewu berasal dari kata Grojogan : Pancuran, Air Terjun dan kata Sewu : Seribu. Yang secara sederhana berarti Air Terjun Seribu. Entah darimana nama itu berasal, terkait mitos atau legenda, saya belum sempat bertanya. Tapi yang jelas, setelah berjalan menurun menuju aliran sungai, saya berdiri diatas jembatan dan menatap sebuah tampilan alam yang luar biasa. Sebuah air terjun yang cantik, hanya sebuah bukan seribu.

Sejenak saya terdiam menikmati hempasan uap air yang menerpa halus kulit muka, sementara yang lain mulai sibuk mengabadikan momen melalui kamera. Salah satu pesona wisata di kaki Gunung Lawu ini memang luar biasa, gemuruh deras aliran air yang tumpah dan hempasan angin bercampur uap air demikian terasa dari Air Terjun setinggi kurang lebih 80 meter ini. Kebetulan waktu itu bertepatan dengan musim penghujan, dimana debit air sedang tinggi. Kami benar-benar menikmati kemolekan Grojogan Sewu dengan sosok yang nyaris sempurna.

IMG_3147

Sedikit berhati-hati dengan banyaknya kera liar yang ada disana, kami harus pandai-pandai menyimpan benda-benda berwarna mencolok yang menarik perhatian mereka. Kacamata, jam tangan, gantungan kunci, makanan, bahkan ponsel. Satwa yang satu ini kadang tak segan bersitegang dengan pengunjung dan berani melakukan intimidasi. Tapi maklum sajalah, kita datang ke habitat mereka, mestinya kita yang harus tahu diri. Hehehe.

snapshot_00.02

Pukul sebelas siang mendung mulai bergelayut disusul rintik hujan, kabut juga mulai memenuhi udara disekitar kami. Hawa semakin terasa dingin dan jaket yang mulai basah mengingatkan kami untuk segera meninggalkan lokasi. Sembari menyempatkan diri mengambil beberapa gambar sepanjang trek menuju pintu keluar, perjalanan kami diiringi dengan obrolan dan debat santai terkait pilihan menu makan siang nanti. Hahaha, benar-benar Sabtu siang yang menyenangkan.

Menembus Tirai Air Madakaripura

“Sewa payung mas…?? Mbak…??” beberapa pemuda menyapa kami tatkala memasuki areal trek menuju air terjun. Saya hanya membalas dengan senyum menolak tawaran mereka, karena sudah dari awal jas hujan dan cover bag telah siap didalam ransel. Bukan kali pertama saya berkunjung ke tempat ini, dan perlengkapan musim hujan adalah piranti wajib yang harus tersedia jika ingin berkunjung ke Air Terjun Madakaripura.

Terletak di Kecamatan Lumbang – Probolinggo, menuju ke tempat ini tidak terlalu sulit. Selain masih satu jurusan dengan akses yang menuju Gunung Bromo via Tongas – Probolinggo, papan petunjuk disetiap persimpangan juga cukup komunikatif memandu para wisatawan untuk menjangkau salah satu spot air terjun yang erat kaitannya dengan legenda Patih Gajah Mada ini.

Sebenarnya akses menuju titik air terjun sudah dilengkapi dengan jalur pedestrian dari beton dan plester semen. Akan tetapi karena medan yang sangat ekstrim, beberapa jalur dan jembatan ada yang rusak arena longsor maupun tergerus air. Maka bisa dipastikan, perjalanan menuju lokasi yang memakan waktu setengah jam itu, menjadi cukup menarik dan merupakan petualangan seru bagi mereka yang baru pertama kali mencoba.

IMG_7326

IMG_7331

Walau jalurnya tidak terlalu menanjak, perjalanan menyusuri tepian sungai dengan batu-batu besar merupakan pengalaman yang menarik. Beberapa kali pengunjung harus turun dan menyeberangi sungai berarus deras dengan bantuan pemandu warga lokal. Walau tidak terlalu berbahaya, ada baiknya kita tetap berhati-hati agar tidak jatuh terpeleset dan basah kuyup.

Perjalanan seru diapit tebing-tebing curam yang dipenuhi tanaman hijau itupun akhirnya sampai juga, kami berhenti di ujung pedestrian yang langsung berubah menjadi undak-undakan kecil masuk kedalam aliran sungai. Gemuruh suara air terjun terdengar jelas, beberapa pemuda lokal tampak sibuk menawarkan jasa peminjaman payung dan jas hujan plastik. Sayapun segera mengenakan perlengkapan anti air, dan secepatnya memasuki aliran sungai dengan gemuruh air yang cukup deras.

Luar biasa, pada tikungan pertama saya langsung disambut dengan pemandangan yang eksotis, sepanjang tebing dipenuhi dengan pancuran air yang seakan muncul dari ribuan lubang-lubang pada tebingnya. Dipenuhi hijaunya tanaman yang merambat dari bawah hingga ke puncak tebing, derasnya pancuran membentuk tirai air yang mana semua pengunjung harus masuk melewatinya jika ingin melanjutkan perjalanan. Beberapa rekan saya yang baru pertama kali kemari, sampai terpukau dan tak henti mengarahkan kamera mengambil gambar tirai air raksasa yang menyambut kami.

Bagaikan melangkah dalam hujan, kami berjalan dengan hati-hati menyusuri sungai berbatu menembus derasnya ribuan kubik air yang tumpah dari atas, rasanya menyenangkan dan sedikit menegangkan. Andai saja tidak membawa perlengkapan kamera dan gadget, mungkin saya akan memuaskan diri bermain-main dengan kesegaran air disini.

IMG_7317

Rintangan menuju air terjun utama bukan hanya itu saja, kami harus mendaki lereng tebing yang sempit dan berbatu tajam. Meski tidak terlalu tinggi, namun aktivitas ini cukup menguras adrenalin, lintasan sempit yang hanya muat untuk satu orang dengan pijakan yang licin dipenuhi batu-batu tajam bukanlah kompromi yang baik jika sampai terpeleset. Dan jatuh terhempas dari ketinggian dua meteran menuju aliran sungai juga sudah tentu berbahaya. Sembari terus mendokumentasikan lalu lalang pengunjung yang bergantian melewati jalur sempit itu, kami mengantri menunggu giliran melintas.

Saat kami mencobanya, sebenarnya tidak terlalu sulit, hanya karena pemandangan dibawah yang arus airnya cukup deras, dan lintasan yang memang sempit, sehingga psikologis para pengunjung menganggapnya terkesan menegangkan. Meski demikian tetap saja semua pengunjung sebaiknya harus berhat-hati, dan terus ikuti arahan bapak petugas yang memandu jalan dan mengatur antrian.

Gemuruh suara air terjun jelas terdengar, hempasan uap air terasa menerpa wajah dan membuat lensa kamera mendadak basah dalam waktu sekejap. Para pengunjung kini sudah berdiri ditengah tebing dengan dua air terjun berukuran raksasa menjulang setinggi duaratus meter dihadapan. Yaa… benar-benar berada ditengah tebing, karena sejatinya Air Terjun Madakaripura berbentuk ceruk yang dikelilingi tebing tinggi disekelilingnya. Hanya seperlima bagian ceruk saja yang terbuka dan itu adalah aliran air sekaligus satu-satunya tempat pengunjung untuk masuk dan keluar dari dalam area air terjun.

Dengan ukuran demikian besar, kami bagaikan berada didalam sebuah tabung alami berskala raksasa. Derasnya air yang jatuh ke dasar kolam membuat ragu salah satu rekan saya yang tadinya hendak mencoba mandi dan bermain-main dibawahnya, karena puncak air terjun yang demikian tinggi sudah cukup menciutkan nyalinya.

Menurut legenda tempat ini dulu digunakan oleh Mahapatih GajahMada untuk bersemedi, dan ada pula yang mengatakan bahwa disini adalah tempat terakhir beliau bermeditasi. Namun terlepas dari legenda dan sejarahnya, Madakaripura memang tempat yang eksotis. Dinding air terjun sebagian masih terlihat dipenuhi tanaman rambat, dan ceruk tebing membentuk tigaperempat lingkaran, serta derasnya tirai air yang menyambut di ujung perjalanan, adalah daya tarik yang mungkin tidak ditemui di destinasi lain.

IMG_7256

IMG_7066

Air Terjun Sekuti Part 1

Ini adalah dokumentasi hasil jejalan iseng kami ke air terjun Sekuti (Atas), sebuah tempat terbuka di bagian atas air terjun Sekuti. Pemandangan yang ditawarkan di lokasi inilah yang menjadikan tempat itu sebagai lokasi favorit saya untuk menghilang dari rutinitas.

Air Terjun Sekuti dari kejauhan
Air Terjun Sekuti

Waktu saat itu tepat menunjukkan jam tiga sore hari. Setelah berputar-putar mencari lokasi parkir yang paling aman untuk si motor kesayangan saya. Cukup sulit memang menemukan tempat parkir untuk kesana, hingga akhirnya saya menemukan sebuah lokasi parkir liar yang dikelola oleh masyarakat sekitar, itupun tukang parkirnya mengasih peringatan untuk kembali sebelum jam lima sore. Walah waktu kami berkunjung pun sangat terbatas saat itu.

Continue reading “Air Terjun Sekuti Part 1”