“Sewa payung mas…?? Mbak…??” beberapa pemuda menyapa kami tatkala memasuki areal trek menuju air terjun. Saya hanya membalas dengan senyum menolak tawaran mereka, karena sudah dari awal jas hujan dan cover bag telah siap didalam ransel. Bukan kali pertama saya berkunjung ke tempat ini, dan perlengkapan musim hujan adalah piranti wajib yang harus tersedia jika ingin berkunjung ke Air Terjun Madakaripura.
Terletak di Kecamatan Lumbang – Probolinggo, menuju ke tempat ini tidak terlalu sulit. Selain masih satu jurusan dengan akses yang menuju Gunung Bromo via Tongas – Probolinggo, papan petunjuk disetiap persimpangan juga cukup komunikatif memandu para wisatawan untuk menjangkau salah satu spot air terjun yang erat kaitannya dengan legenda Patih Gajah Mada ini.
Sebenarnya akses menuju titik air terjun sudah dilengkapi dengan jalur pedestrian dari beton dan plester semen. Akan tetapi karena medan yang sangat ekstrim, beberapa jalur dan jembatan ada yang rusak arena longsor maupun tergerus air. Maka bisa dipastikan, perjalanan menuju lokasi yang memakan waktu setengah jam itu, menjadi cukup menarik dan merupakan petualangan seru bagi mereka yang baru pertama kali mencoba.
Walau jalurnya tidak terlalu menanjak, perjalanan menyusuri tepian sungai dengan batu-batu besar merupakan pengalaman yang menarik. Beberapa kali pengunjung harus turun dan menyeberangi sungai berarus deras dengan bantuan pemandu warga lokal. Walau tidak terlalu berbahaya, ada baiknya kita tetap berhati-hati agar tidak jatuh terpeleset dan basah kuyup.
Perjalanan seru diapit tebing-tebing curam yang dipenuhi tanaman hijau itupun akhirnya sampai juga, kami berhenti di ujung pedestrian yang langsung berubah menjadi undak-undakan kecil masuk kedalam aliran sungai. Gemuruh suara air terjun terdengar jelas, beberapa pemuda lokal tampak sibuk menawarkan jasa peminjaman payung dan jas hujan plastik. Sayapun segera mengenakan perlengkapan anti air, dan secepatnya memasuki aliran sungai dengan gemuruh air yang cukup deras.
Luar biasa, pada tikungan pertama saya langsung disambut dengan pemandangan yang eksotis, sepanjang tebing dipenuhi dengan pancuran air yang seakan muncul dari ribuan lubang-lubang pada tebingnya. Dipenuhi hijaunya tanaman yang merambat dari bawah hingga ke puncak tebing, derasnya pancuran membentuk tirai air yang mana semua pengunjung harus masuk melewatinya jika ingin melanjutkan perjalanan. Beberapa rekan saya yang baru pertama kali kemari, sampai terpukau dan tak henti mengarahkan kamera mengambil gambar tirai air raksasa yang menyambut kami.
Bagaikan melangkah dalam hujan, kami berjalan dengan hati-hati menyusuri sungai berbatu menembus derasnya ribuan kubik air yang tumpah dari atas, rasanya menyenangkan dan sedikit menegangkan. Andai saja tidak membawa perlengkapan kamera dan gadget, mungkin saya akan memuaskan diri bermain-main dengan kesegaran air disini.
Rintangan menuju air terjun utama bukan hanya itu saja, kami harus mendaki lereng tebing yang sempit dan berbatu tajam. Meski tidak terlalu tinggi, namun aktivitas ini cukup menguras adrenalin, lintasan sempit yang hanya muat untuk satu orang dengan pijakan yang licin dipenuhi batu-batu tajam bukanlah kompromi yang baik jika sampai terpeleset. Dan jatuh terhempas dari ketinggian dua meteran menuju aliran sungai juga sudah tentu berbahaya. Sembari terus mendokumentasikan lalu lalang pengunjung yang bergantian melewati jalur sempit itu, kami mengantri menunggu giliran melintas.
Saat kami mencobanya, sebenarnya tidak terlalu sulit, hanya karena pemandangan dibawah yang arus airnya cukup deras, dan lintasan yang memang sempit, sehingga psikologis para pengunjung menganggapnya terkesan menegangkan. Meski demikian tetap saja semua pengunjung sebaiknya harus berhat-hati, dan terus ikuti arahan bapak petugas yang memandu jalan dan mengatur antrian.
Gemuruh suara air terjun jelas terdengar, hempasan uap air terasa menerpa wajah dan membuat lensa kamera mendadak basah dalam waktu sekejap. Para pengunjung kini sudah berdiri ditengah tebing dengan dua air terjun berukuran raksasa menjulang setinggi duaratus meter dihadapan. Yaa… benar-benar berada ditengah tebing, karena sejatinya Air Terjun Madakaripura berbentuk ceruk yang dikelilingi tebing tinggi disekelilingnya. Hanya seperlima bagian ceruk saja yang terbuka dan itu adalah aliran air sekaligus satu-satunya tempat pengunjung untuk masuk dan keluar dari dalam area air terjun.
Dengan ukuran demikian besar, kami bagaikan berada didalam sebuah tabung alami berskala raksasa. Derasnya air yang jatuh ke dasar kolam membuat ragu salah satu rekan saya yang tadinya hendak mencoba mandi dan bermain-main dibawahnya, karena puncak air terjun yang demikian tinggi sudah cukup menciutkan nyalinya.
Menurut legenda tempat ini dulu digunakan oleh Mahapatih GajahMada untuk bersemedi, dan ada pula yang mengatakan bahwa disini adalah tempat terakhir beliau bermeditasi. Namun terlepas dari legenda dan sejarahnya, Madakaripura memang tempat yang eksotis. Dinding air terjun sebagian masih terlihat dipenuhi tanaman rambat, dan ceruk tebing membentuk tigaperempat lingkaran, serta derasnya tirai air yang menyambut di ujung perjalanan, adalah daya tarik yang mungkin tidak ditemui di destinasi lain.