Sejenak Bermain di Alam, dengan Berarung Jeram

Hujan masih turun dengan cukup deras membasahi tubuh terbalut pelampung kami. hawa dingin dan suasana mendung siang itu lumayan membuat kami bertujuh terdiam diatas mobil bak terbuka menyusuri jalanan perbukitan di daerah Probolinggo. “Kalau hujan masih tetap aman kan mas?” tanya sahabat saya Vika pada pemandu kami disebelah.

“Aman mbak, selama kami cek masih layak disusuri, kita bisa turun”, jawab salah satu pemandu rafting yang mendampingi kami siang itu.

Yaa, Sabtu siang ini saya diajak oleh Vika, seorang sahabat saya di kampus dulu untuk memacu adrenalin berarung jeram di sekitar Probolinggo. Walaupun musim hujan lagi puncak-puncaknya, si Vika masih tetap bernyali juga menjajal derasnya arus sungai Pekalen Probolinggo yang memang populer sebagai trek rafting di jawa Timur. Meski awalnya sempat ragu, akhirnya saya penasaran juga menjajal liarnya arus sungai dikala hujan. Lagipula masak saya kalah sama teman cewek saya sih, hahaha.

Sampai pada titik pemberhentian, kami bertujuh turun dari mobil bak terbuka sembari membawa dayung masing-masing, perjalanan menuju start point sungai ditempuh berjalan kaki sekitar setengah jam dari sini. Disepanjang trek jalur setapak menembus perkebunan dan belukar naik turun itu, kami memulai obrolan ringan. Kebetulan kali ini Vika mengajak serta ibunda dan adik-adiknya, trekking melelahkan itu jadi tidak terasa karena penuh dengan percakapan. Selain sama-sama satu profesi, si Vika ini juga penggemar ekstrim sport. Pembicaraan pun jadi mengarah pada adventure travelling deh, apalagi sahabat saya mengajak pula temannya mas Kunto yang juga suka olahraga air, “wah… hari ini bakal beraksi bersama orang-orang yang mahir bermain di air nih”, pikir saya.

Sungai dengan gemuruh suara arus deras terbentang didepan, dua perahu karet besar telah siap di tepian. Sejenak kami melakukan briefing seperlunya, serta tak lupa memanjatkan doa untuk keselamatan selama perjalanan… eh, ralat… Selama Petualangan… Hehehehe.

DSC_0045

Perahu karet pun mulai melaju diantara derasnya arus penuh bebatuan sungai, dan dikawal oleh rintik hujan yang tanpa henti terus berjatuhan dari langit mendung. Saya satu perahu bersama Vika, ibundanya, serta keponakannya Awang. Sementara perahu kedua ada Kunto serat adiknya Vika, Dewi dan Abhi ditemani dua orang skipper (nahkoda rafting). Semua orang dalam perahu kami masih terdiam dan memainkan dayung perlahan, mungkin sedikit tegang dan merinding melihat hujan yang belum berhenti dan arus air berwarna keruh kecoklatan karena debitnya yang mulai naik.

Ketegangan tiba-tiba berubah menjadi teriakan seru ketika skipper meneriakkan “boom” pertanda perahu memasuki jeram yang cukup dalam. Sontak kami semua mengambil posisi duduk berjongkok didalam perahu diiringi jeritan ekspresif dan tawa geli. Jeram pertama tadi menandakan dimulainya petualangan kami kali ini.

Selain jeram yang cukup menantang adrenalin, spot sungai Pekalen juga dihiasi tebing-tebing yang sangat mempesona. Tebing dialiri air terjun dan goa penuh kelelawar adalah spot istimewa yang bisa ditemui ditengah perjalanan menyusuri sungai Pekalen ini. Derasnya arus sungai dan banyaknya jeram membuat perahu kami pontang-panting seolah mobil yang nge-drift kesana kemari. Namun setidaknya rasa lelah kami terbayar dengan berpose didiepan air terjun besar icon sungai Pekalen yang cukup populer itu.

Suguhan minuman hangat dan pisang goreng di saung tepi sungai tatkala kami beristirahat adalah momen untuk sejenak menarik nafas dan melonggarkan ketegangan kami. Hujan yang mulai reda dan tubuh yang basah kuyup membuat saya lupa berapa potong pisang goreng yang masuk kedalam mulut rakus ini. Jeda istirahat sekitar limabelas menit tidak terlalu lama dibanding total hampir tiga jam perjalanan rafting kami kali ini. Dayung kembali direngkuh helm kembali terpasang, sisa trek kurang dari setengah lagi. Kami masih punya semangat untuk menuntaskan perjalanan. Semangat yang timbul dari pisang goreng setengah basah akibat terguyur tetesan air hujan yang bocor dari atap rumbia saung. Hahaha.

Masih melewati beberapa jeram dan pemandangan indah dari tebing, setengah perjalanan juga melintasi pemandangan air terjun yang cukup deras, sayangnya lokasi cukup jauh dari alur sungai, sehingga kami cukup puas dengan menyaksikannya sembari melaju diatas perahu.

DSC_0028

 DSC_0036
 DSC_0071

Pada salah satu spot menjelang akhir rute, kami berhenti pada sebuah tebing dengan arus yang menikung tanpa bebatuan. Di tempat ini kami semua mencoba mendaki tebing setinggi lebih dari enam meter dan bergantian melompat dari atas. Waow, inilah jumping spot yang menjadi primadona saya kali ini, karena mengingatkan masa kecil yang suka bermain loncat dari atas pintu air milik Jasa Tirta di sungai dekat rumah saya. Hehehe.

Satu demi satu kami mencoba meloncat dari atas dan jatuh kedalam arus air dibawah sana. Benar-benar sensasional, free fall dari ketinggian enam meter lebih membuat darah berdesir dan adrenalin memuncak. Jatuh kedalam air memang sangat menyenangkan, namun kadang membuat kehilangan orientasi arah karena sungai yang cukup keruh dan kondisi tubuh yang sedikit lelah. Walau demikian, saya acungi jempol kepada ibunda teman saya yang sepuh itu, ternyata bernyali juga untuk bersaing dengan kami meloncat dari ketinggian.


IMG_6723

IMG_6718

Rasa lelah mengarungi trek sepanjang lebih dari sepuluh kilometer tadi membuat perut terasa keroncongan. Apalagi setelah tubuh dan kostum perang yang basah sudah berganti dengan pakaian kering. Kami tak sabar menuju tempat makan berbentuk pendopo tradisional dengan furniture kayu serta penerangan lampion. Hujan deras yang kembali turun sore itu membuat makan siang kami serasa makin nikmat. Sayur urap, sambal terong, ikan asin, ikan panggang, dadar jagung, khas makanan pedesaan. Ditambah dengan minuman hangat, kami disuguhi tampilan foto-foto ekspresif kami selama arung jeram yang terpampang pada televisi layar datar di ujung pendopo. Mengesankan, kami akan coba lagi lain waktu.

Fashion On The River

Saya memperlambat laju kendaraan tatkala memasuki tikungan pertigaan Kejayan. Jalan arteri yang menghubungkan Pasuruan dengan Malang itu terlihat lebih ramai daripada biasanya. “Tidak salah lagi, ini pasti tempatnya”, demikian pikir saya, sembari seksama memperhatikan tikungan jalan yang dilalui sungai lebar dibawahnya. Tanpa ragu lagi kami memarkir kendaraan dan langsung mengikuti mereka yang berjalan menyusuri tepian sungai menuju pusat keramaian.

Sesuai info beberapa teman dari Paguyuban Cak Yuk Kabupaten Pasuruan, pada pagi ini diselenggarakan acara unik di Kejayan – Pasuruan. Dalam rangka menyambut Sumpah Pemuda 28 Oktober 2012 yang bertepatan dengan hari Minggu, digelar pula acara bertajuk Fashion On The River. Yaa, sesuai dengan judulnya, acara ini menyuguhkan parade Fashion diatas aliran sungai. Bukan sekedar berjalan dipanggung atas sungai, tapi benar-benar berjalan “mengapung” diatas permukaan sungai.

Fashion On The River ini diagendakan rutin oleh siswa-siswi SMAN 1 Kejayan setiap peringatan Sumpah Pemuda. Dengan mengambil tempat di sungai Complong – Kejayan, aliran air akan menjadi pengganti karpet merah bagi para peserta parade. Dan pada gelaran kali kedua ini, tim jejalan berkesempatan menyaksikan uniknya sebuah Karnaval fashion diatas sungai.

[one-half-first][/one-half-first]
[one-half][/one-half]

Menjelang pukul Sembilan pagi, para peserta sudah mulai bersiap di lokasi. Sepasang pelajar berseragam menaiki rakit pertama dengan masing-masing membawa bendera Merah Putih. Dipimpin beberapa dewan guru dari tepi sungai, acara dibuka dengan menyanyikan Lagu Kebangsaan. Darah serasa berdesir dan suasana mendadak hening tatkala Indonesia Raya berkumandang. Semua peserta dan penonton ditepi sungai bersama-sama menyanyi, bahkan bapak pengunjung disamping saya tak kalah antiusias menyanyi dengan suara lantang mengikuti aba-aba dari dirigen. Dari ekspresi dan semangatnya saya yakin betul, pasti bapak setengah baya ini serasa muda kembali di peringatan hari Sumpah Pemuda ini. Hehehe.

Setelah bersama-sama menyanyikan lagu kebangsaan disusul mengucapkan Sumpah Pemuda, satu demi satu peserta mulai berangkat dari garis start. Satu atau dua pelajar dengan kostum kreasi mereka, berdiri diatas rakit yang turut dihias sedemikian rupa. Dengan berpose didepan para penonton disepanjang tepian sungai, rakit berjalan mengikuti aliran air sungai dipandu oleh dua tiga teman lain yang berendam sepertiga badan didalam air sungai. Mengatur dan mengarahkan rakit agar tetap stabil berada ditengah jalurnya.

Haha, cukup lucu dan menarik juga. Bukan hanya gemelap warna-warni kreasi desain yang membuat Karnaval diatas air ini terlihat unik, tapi juga melihat perjuangan para pesertanya kadang membuat saya dan beberapa teman tersenyum geli. Bayangkan betapa sulitnya mereka berusaha berdiri bak peragawan peragawati diatas goyangan rakit yang diterpa arus sungai, butuh keseimbangan ekstra agar mereka tetap bisa berdiri stabil sembari menahan rasa takut akan terpeleset dengan kamuflase senyum yang menghias bibir.

fashion-on-the-river-2

fashion-on-the-river

Lihat pula perjuangan para pengendali rakit yang ada dibawah permukaan air. Mereka rela berbasah kuyup, berendam sampai ke batas leher, mengeluarkan tenaga ekstra untuk menjaga rakit tidak terbawa arus dan tetap stabil di tengah sungai. Usaha mereka untuk menyemarakkan acara ini patut diacungi jempol. Bahkan sebagian besar peserta juga rela menyisihkan uang saku beberapa waktu sebelumnya, untuk bisa membeli tambahan aksesoris karnaval bagi regu mereka.

Cukup banyak juga rakit yang menjadi peserta acara kali ini, rata-rata memang menampilkan kreasi fashion dengan tema keBhinekaan suku bangsa di tanah air. Masing-masing regu yang mewakili kelas tampil all out menyajikan kreasi fashion ala pelajar SMA yang kompetitif. Bahkan yang membuat saya kagum adalah, para pelajar lain yang tidak turun menjadi peserta karnaval, juga turut hadir menonton dengan dresscode Batik.

fashion-on-the-river-3