Begitu halnya dengan para kru jejalan.com yang selama dua hari kemarin, Sabtu dan Minggu disibukkan dengan acara menyantap aneka hidangan berbahan dasar Ketupat. Namun kami tidak bisa bersantai-santai dengan program “penggemukan badan” seusai puasa, tahun ini kru jejalan sudah berencana menyempatkan diri untuk menengok sejenak, perayaan Lebaran Ketupat Khas masyarakat Pesisir Pasuruan. Kebetulan tahun ini kami memilih jejalan ke daerah Lekok, salah satu kecamatan di Pesisir Kabupaten Pasuruan.
Bukan tanpa alasan kami sepakat memilih Lekok sebagai destinasi jejalan kali ini. Karena setiap bertepatan dengan momen Lebaran Ketupat, daerah Lekok selalu ramai dengan aktivitas festival budaya. Ada yang namanya tradisi Praon (berperahu), dimana orang-orang mengajak keluarganya menyewa perahu yang dihias berwarna-warni, kemudian berpesiar dengan kapal layar kecil itu mengelilingi sekitar pesisir Lekok. Selain rekreasi keluarga ala Praon, ada pula yang namanya festival balap Skilot. Dan balap Skilot inilah yang kali ini menjadi bidikan utama kami sebagai salah satu artikel pembuka nuansa Lebaran khas jejalan.
Konon menurut asal kata, Skilot adalah kepanjangan dari Ski dan Celot. Beberapa warga lokal juga mengartikannya sebagai “bermain Ski diatas Celot”, celot mengandung arti lumpur dalam bahasa lokal. Jadi istilah gampangnya yaa… Ski Lumpur, begitulah mungkin gambarannya. Karena memang sejatinya peserta skilot adalah para nelayan sekitar, yang memang terbiasa meluncur diatas papan kayu mencari kerang diantara lembeknya lumpur pantai.
Peserta skilot berpose dengan papan seluncurnya
Skilot yang sudah dilombakan sejak tahun 80-an memang menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan lokal maupun luar Pasuruan. Karena itu pada hari Minggu kemarin yang bertepatan dengan Lebaran Ketupat, ratusan bahkan mungkin ribuan warga berbondong-bondong menuju arena skilot yang tidak jauh dari kawasan tambak pesisir Lekok. Tua, muda, laki-laki, perempuan, bahkan anak-anak kecil turut berebut menonton walau dalam gendongan ibunya. Kami sendiripun harus berdesakan untuk mendapat tempat diantara sesaknya tepian arena yang dulunya merupakan bekas tambak warga itu. Apalagi lebaran ketupat kali ini masih bernuansa Agustusan, arena semakin terlihat meriah dengan banyaknya umbul-umbul dan aksesoris warna merah putih disekitarnya.
Tepat pukul Sembilan pagi, setelah dibuka oleh para Pejabat setempat yang diiringi oleh adik-adik dari Paguyuban Duta Wisata, para “atlit” skilot satu-demi satu mulai terjun kedalam arena. Sorak-sorai para penonton mulai membahana memberi semangat masing-masing atlit jagoan mereka. Perlombaan meluncur diatas lumpur dengan papan kayu itu benar-benar menjadi hiburan yang luarbiasa untuk para penontonnya. Apalagi bagi beberapa fotografer yang sudah sejak pagi turut berlomba mengabadikan aksi para peserta skilot, senyum kepuasan juga tersungging di bibir mereka setiap kali mendapatkan gambar yang menarik.
Memasuki babak semifinal, pertandingan semakin ramai. Kali ini para peserta jauh lebih piawai melajukan papan “ski” handmade diatas lumpur becek, bak kereta salju Sinterklas yang lancar meluncur diatas lembutnya salju. Saking semangatnya hingga beberapa peserta ada yang mengalami kram, atau bahkan nyaris pingsan akibat kehabisan nafas kala berlaga di lintasan skilot. Perkara nantinya kalah ataupun menang, mereka tetap menjaga sportivitas lomba. Sebuah contoh sikap yang patut mendapat apresiasi acungan jempol.
Kala mentari tepat tegak lurus diatas kepala, dan teriknya terasa semakin menyengat ubun-ubun. Lomba skilot yang meriah itu pun berakhir. Hadiah berkelas macam televisi layar datar pun diterima oleh para juara. Dan bagi kru jejalan, sepiring ketupat lontong dan segelas es sirup sajian dari rumah kerabat sudah cukup menjadi hadiah yang memuaskan, setelah berpanas ria ditengah tambak yang membuat lapar dan haus tadi. Aahh… semoga gelaran skilot tahun depan kami bisa hadir lagi disana.
[wpcol_1half id=”” class=”” style=””]