Istana Ratu Boko

Pesona Senja, di Situs Purbakala

Para tukang ojek itu berebut mendekati saya, “kemana mas…?? Prambanan…??” tanya mereka berulang-ulang. Sembari membetulkan ransel setelah tadi terpaksa menentengnya saat berada didalam bus TransJogja, saya dengan sopan menolak tawaran mereka. Agak berjalan menjauh dari terminal mungil Bus TransJogja area Prambanan, saya melirik jam tangan yang menunjuk pukul tiga sore. Segera saya mencangklong ransel, memakai topi lebar menahan panas, lantas melangkahkan kaki kearah selatan. Tidak ada tujuan lain saya di sore itu, kecuali menuju salah situs purbakala populer di Jogja, yakni Candi Ratu Boko.

Lokasi Candi yang terkenal dengan pemandangan saat sunset ini berada tidak jauh dari Kompleks Candi Prambanan. Hanya berjarak sekitar 6km sebelah selatan Prambanan. Anda bisa menjangkaunya menggunakan ojek, sewa mobil, atau bahkan membeli tiket terusan dari Prambanan dan nantinya akan diantar mobil ke lokasi Ratu Boko. Namun tidak demikian halnya dengan saya, sore itu saya bertekad menembus terik mentari dengan trekking menuju lokasi.

Sunset Candi Ratu Boko
Candi Ratu Boko
Sunset Candi Ratu Boko
Candi Ratu Boko

Bagi yang tidak terbiasa jalan kaki, tentu aktivitas ini amat sangat menyiksa. Namun setidaknya saya masih bisa sejenak “membuang” waktu agar supaya sampai dilokasi menjelang pukul 16.00 sore. Bagi saya, semakin sore keindahan Ratu Boko semakin mempesona, dan saya sudah berniat mendokumentasikan salah satu spot sunset terbaik di Jogja itu. Dan tak sampai 30 menit, Bukit Boko sudah terlihat diujung tikungan jalan. Bagi yang terbiasa menggunakan kereta api, bukit ini bisa terlihat disisi selatan rel kereta, sesaat setelah anda melewati stasiun Lempuyangan menuju kearah Solo.

Langkah kaki saya makin bersemangat, melintasi rel dan jembatan sungai penuh batu-batu menarik. Hingga tak lama saya telah tiba di gerbang utara Bukit Boko. Setelah membeli tiket masuk senilai 20 ribu rupiah, saya harus menaiki ratusan anak tangga untuk mencapai check-point yang berada sekitar 40 meter diatas sana. “Fuuhh….!! demi sunset di Ratu Boko, semua akan saya lalui”, demikian pikir saya.

Sampai di check point, saya disambut petugas yang menyobek tiket masuk. Dengan menyodorkan jatah air mineral botol, dia bertanya dengan sopan, “kok sendiri mas..? terus kendaraannya mana..?”

Dengan mengatur nafas yang sedikit tersengal, saya sampaikan bahwa saya seorang lone-traveller dan kebetulan pingin mencoba mengunjungi Ratu Boko dengan trekking. Saya sampaikan pula bahwa sebelumnya saya sudah trekking ke Candi Plaosan dan Prambanan, dan bapak itu mengangguk-angguk tersenyum, “yaa… silahkan masuk mas, mumpung belum tutup. Kita satu jam lagi sudah mau tutup”.

Akhirnya saya segera memasuki area kompleks Candi yang punya sejarah kental dengan Candi Prambanan itu. Konon menurut legenda, Candi Prambanan dibangun oleh Bandung Bondowoso demi ikrar cintanya kepada Loro Jonggrang, Putri Raja Boko, Penguasa istana Boko. Jadi jika dikaitkan dengan legenda yang ada, maka Candi Ratu Boko tak lain adalah sisa-sisa istana Kerajaan Boko.

Sunset Candi Ratu Boko
Candi Ratu Boko
Sunset Candi Ratu Boko
Candi Ratu Boko
Sunset Candi Ratu Boko
Candi Ratu Boko

Dari pintu masuk, anda akan berjalan menuju arah Timur dan menaiki gerbang yang sangat menarik. Seperti sisa-sisa reruntuhan Gapura pintu masuk menuju kerajaan Boko. Ini adalah salah satu spot favorit untuk berfoto. Dari balik gerbang batu ini, pemandangan kota Jogja yang berada disisi Barat terlihat seolah dibingkai oleh Gapura bernuansa Purbakala. Eksotis…!!

Setelah menaiki tangga dan melewati gerbang, kita disambut pemandangan hamparan rumput hijau yang luas, dan jika mengikuti jalan setapak terus kearah Timur, sampailah pada area Kraton Ratu Boko. Kebetulan saat itu sudah terlampau sore, tidak terlalu banyak pengunjung yang berada dalam kompleks candi. Sayapun leluasa membuka papan sketsa dan mulai menggores pensil diatas kertas, mencoba menerjemahkan Kraton Boko dalam sebuah sketsa. Sebuah panggung beralas batu dengan pagar keliling juga dari batu yang diukir, membawa khayalan saya pada dongeng Loro Jonggrang dimasa lampau.

Tidak begitu lama, saya masih menyempatkan diri menjenguk kolam bekas pemandian yang berada disisi Timur bangunan Kraton. Walau kondisinya sudah tidak terawat, namun keadaan kolam-kolam batu yang airnya demikian tenang itu menyiratkan bahwa area ini dulunya adalah area privasi dari Kraton Boko. Masih terlihat pagar batu berlumut yang mengelilingi kolam-kolam yang bentuknya sudah tak teratur itu, sekaligus menunjukkan betapa lama dan tua-nya situs purbakala ini.

Lamunan dan analisa iseng saya sontak buyar, tatkala seorang petugas keamanan candi memperingatkan kami bahwa sudah pukul 5 sore, dan candi akan ditutup. Dengan perasaan kecewa, saya dan empat orang pengunjung yang kebetulan berada disitu segera bergegas kembali ke pintu masuk. Dan bapak petugas itu melanjutkan aktivitasnya menyisir sekeliling kompleks, mengantisipasi andai ada pengunjung yang tertinggal. Mengingat jika menjelang gelap, dalam area candi di perbukitan luas ini tidak ada jaringan penerangan listrik yang memadai.

Saya berjalan kembali menuju pintu masuk, dan sebelum sampai pada gerbang gapura utama. Saya segera mengambil posisi untuk mengabadikan tenggelamnya matahari di area favorit itu. Kebetulan sekali sore itu ada sesi foto prewed dari sekelompok pengunjung, akhirnya sayapun seolah-olah “membonceng” menjadi bagian dari kru foto prewed sehingga tidak segera diusir keluar dari area Candi. Hehehe…

Candi Ratu Boko
Candi Ratu Boko
Candi Ratu Boko
Candi Ratu Boko

Sayangnya saya hanya membawa kamera Hape, tapi setidaknya langit sore itu cukup bersahabat, sehingga saya masih cukup puas dengan beberapa jepretan di kamera hape saya. “mas…, masnya mau jalan kaki lagi, sebaiknya saya antar aja ke Halte TransJogja, sudah gelap”, tawaran bapak petugas pintu masuk membuyarkan keasyikan saya menyeleksi foto-foto dalam hape. Ternyata hanya tinggal saya seorang pengunjung yang tersisa didalam candi, sementara waktu sudah menunjukkan pukul 18.00.

“Wah, terima kasih tawarannya pak. Kebetulan saya butuh tumpangan”, saya berseri dan segera mengikuti bapak petugas itu menuju area parkir motor karyawan. Dalam benak saya hanya ada satu kalimat, “Tiada senja hari yang istimewa di Jogja, selain menikmatinya dengan jejalan di Candi Ratu Boko”.