Debur ombak semakin jelas terdengar menghantam batu karang di pagi buta itu. Gemuruhnya seakan berlomba dengan hempasan angin laut yang menggoyang tenda kami, berisik kain penutup tenda inilah yang sejak tadi malam membuat sering terjaga. Bagi saya yang terbiasa camping di gunung dengan segala suasana sepi dan dingin suhu udara, coba menjajal menginap ditepi pantai adalah sesuatu yang baru. Saya belum beradaptasi dengan segala berisik ombak dan terpaan angin pantai yang terus menderu diluar tenda.
Akan tetapi semua suara yang semalam penuh menggema di telinga, seketika itu juga lenyap tatkala saya terbangun dan menyibak kain penutup pintu tenda. View sunrise pagi dengan setting ala pantai terpampang jelas seolah terbingkai pintu tenda yang memang sengaja kami tempatkan langsung menghadap ke laut. Jarang-jarang saya bisa menemukan pemandangan seperti ini, apalagi menyaksikannya disaat kali pertama membuka mata terbangun dari tidur. Hanya ada satu kata, Istimewa…
Sembari membenahi dan membersihkan sisa arang kayu bakar didepan tenda bekas api unggun semalam, saya tidak melewatkan kesempatan emas ini untuk sejenak menikmati terbitnya fajar dan mengabadikannya dengan kamera. “Selamat pagi anak pantai…!!” demikian sapa saya, menggoda teman-teman yang juga mulai terbangun dan ikut terperangah menyaksikan pemandangan pagi itu.
Yaa… itulah sambutan pagi paling menyenangkan yang kami alami weekend kemarin, disaat saya dan beberapa teman sengaja mengagendakan traveling ala Camping di tepi pantai. Hanya berbekal rencana dadakan ala “just pack and go”, saya dan Arin, traveller sekaligus adik kelas di kampus dulu, sepakat mengajak teman kami masing-masing untuk berpiknik ria dan ngecamp ala anak pantai.
Pilihan lokasi camping kami jatuh ke pantai Bolu-bolu di Malang Selatan. Sebenarnya cukup banyak pantai indah di sepanjang Malang Selatan, namun untuk berakhir pekan kali ini sengaja kami memilih pantai Bolu-bolu bukan tanpa alasan. Disamping pemandangannya yang lumayan indah, pantai ini juga relatif sepi dan diperbolehkan mendirikan tenda untuk menginap.
Jangkauan lokasinya cukup sulit memang, belum terdapat jalur darat yang representatif untuk menuju kemari, salah satu solusi adalah harus memutar menyeberangi perbukitan menggunakan perahu motor dari pantai Lenggoksono. Namun hal itu terbayar lunas dengan menikmati pantai yang masih cukup alami, berair bening, berpasir putih dan menjanjikan pemandangan eloknya laut di sebelah Timur, dan pastinya suara ombak khas laut selatan yang bergemuruh sepanjang hari. Hehehe.
Tidak banyak aktivitas yang bisa kami lakukan mengisi akhir pekan di tepi pantai, berburu foto, memasak menu instan dengan peralatan camping sederhana, berbagi cerita dan pengalaman sambil makan bersama, serta menikmati buah kelapa muda yang dipetik langsung dari pohonnya. Pantai ini memang tidak terlalu luas, kiri kanan dan belakang terkepung oleh bukit-bukit terjal, dan lautan dengan ombak besar membentang didepan. “Mirip tempat pengasingan yang terisolasi” gurau saya, “pengasingan yang menyenangkan tentunya”.
Tatkala mulai jenuh, kami juga bisa mampir ke pantai Banyu Anjlok disebelah. Yang juga menjanjikan pemandangan air terjun dari perbukitan yang aliran airnya jatuh langsung ke laut. Walaupun debit airnya tidak terlalu besar, akan tetapi keunikan air terjun ditepi pantai adalah suatu sensasi tersendiri bagi para penggemar selfie yang ramai berpose ria dengan tongsisnya, berfoto dengan latar belakang air terjun banyu anjlok.
Namun bagi saya, Arin, dan para partner jejalan kali ini. Tiada aktivitas yang lebih menyenangkan selain tiduran didalam tenda, menikmati semilir angin, dan memandangi birunya air laut ditepian pantai. Karena bermalas-malasan di pantai ini, adalah salah satu cara bersantai menikmati akhir pekan yang paling menyenangkan.