Mentari baru saja menampakkan sinarnya, semburat cahaya keemasan memantul di kaca-kaca gedung pencakar langit yang mendominasi Singapura. Langkah kaki saya berjalan berpadu dengan hentakan musik yang mengalun dari headset handphone kesayangan. Irama lagu Gurindam 12 besutan Jogja HipHop Foundation membawa saya berkeliling Kampong Glam, salah satu kawasan heritage di Singapura dengan Sultan Mosque sebagai ikonnya. Dan kebetulan juga menjadi setting video klip lagu HipHop penyemangat pagi saya seusai shalat subuh di Sultan Mosque.
Masih ingat sehari sebelumnya berdebat dengan partner jejalan karena bingung memilih penginapan di hari ketiga kedatangan. Saya bersikeras memilih di Aliwal Street, sementara dia kepingin stay di kawasan Bugis karena jangkauan jalan kaki ke stasiun MRT lebih dekat, akhirnya mau tidak mau kami harus berpisah (sedih juga). Kendati penginapan saya lokasinya memang sedikit nanggung, jauh dari Stasiun Bugis dan Rochor, agak jauh pula dari Stasiun Nicoll Highway. Tapi setidaknya saya cukup puas karena bisa berjalan-jalan setiap pagi menyusuri lorong demi lorong Kampong Glam dengan bangunan khas nya, mirip seperti adegan dalam video klip HipHop favorit saya. Hahaha.
Okelah, tidak perlu berpanjang lebar tentang lagu HipHop, dan tidak perlu pula sedih karena harus berpisah dengan partner jejalan saya yang manis. Ada banyak hal menarik yang bisa ditemui di kawasan Kampong Glam ini, dan saya cukup nyaman dengan nuansa “gado-gado” nya.
Ditilik dari sejarah, area ini memang didominasi oleh warga keturunan Bugis dan Arab, serta suku Jawa. Juga terdapat beberapa keluarga keturunan Banjar, Cina dan India. Oleh karena itu jangan heran dengan identitas jalan di kawasan Kampong Glam, nama-nama seperti Arab Street, Baghdad Street, Haji Lane, Kandahar Street, juga Bussorah street akan kita temui disana.
[one-half-first][/one-half-first]
[one-half][/one-half]
Dari segi kuliner juga terdapat perpaduan yang unik, banyak kafe dan resto di sepanjang Busorrah Street yang tertata rapi dan glamor, menyajikan aneka pilihan makanan Halal. Daftar menu semacam Kebab Turki, Martabak, Mie Goreng, Nasi Briyani, dan beberapa kuliner lain, kadangkala berpadu dengan menu familiar semacam Nasi Rawon dan Nasi Soto. Bagi saya yang orang Jawa, hal ini adalah sesuatu yang cukup menarik. Dengan komunitas multi etnis, akan ditemui juga ragam kuliner yang “gado-gado” (walau saya belum menemukan menu gado-gado tulen disana).
Kawasan Kampong Glam diapit oleh jalan besar dengan nama-nama asing seperti Ophir Road, Victoria Street, dan Nicoll Highway. Disepanjang jalan itulah sebagian besar berupa bangunan gedung pencakar langit yang berarsitektur modern. Cukup berbeda dengan kawasan Kampong Glam yang masih bertahan dengan desain kawasan perumahan dominan berlantai dua, serta keberadaan Masjid Sultan sebagai Vocal Point ditengah-tengahnya.
Lebih detail lagi berbicara keberadaan Busorrah Street. Selain Muscat Street, jalan inilah yang posisinya paling strategis dan berhadapan langsung dengan Sultan Mosque di ujung sebelah Barat. Juga merupakan satu-satunya jalan yang tidak diaspal, pula diberi penghalang temporer bagi kendaraan bermotor untuk bisa masuk kedalam kawasan. Tentu saja demikian, mengingat disinilah satu-satunya area yang arsitekturalnya masih dipertahankan dan kondisinya hampir mirip dengan foto lawasnya yang diambil pada tahun 1910.
Jalan ini juga kerap menjadi jujugan para traveler untuk menikmati sajian kuliner, serta tentunya berfoto dengan latar arsitektural klasik. View paling mainstream adalah Busorrah street sisi Barat, yang mana dipenuhi oleh lampu jalan model kuno, jajaran pohon palem yang tumbuh rapi di area rumput segar, serta diakhiri dengan keberadaan Sultan Mosque berkubah keemasan di ujung jalan. Tentunya dengan tampilan warna warni bangunan kaya ornamen disepanjang sisi lorong jalan.
Warna krem terang, hijau muda, putih dengan aksen ukiran emas, adalah warna yang paling banyak ditemui disini. Atap genteng rumah makan (kadang juga sekaligus penginapan), dilengkapi pula dengan listplank kayu yang diukir serta identik dengan arsitektur tempo dulu. Lantai dua bangunan menjorok sekaligus sebagai atap teras depan, jajaran kursi dan lampu kuno juga banyak ditemui disini. Menambah nuansa klasik dan perkuatan identitas kawasan heritage diantara kepungan arsitektur pencakar langit modern.
Dominasi ornamen terasa kental menghias tampilan tampak bangunan disepanjang jalan. Detail-detail ukiran dekoratif gaya campuran Eropa dan Timur Tengah menjadi favorit untuk mengisi bidang-bidang di lantai dua bangunan. Bentuk kusen dan daun jendela model klasik berbahan kayu, menjadi semakin manis dengan pilihan warna-warna yang senada dengan bangunan. Sesekali warna kusen dan jendela sedikit kontras dengan cat bangunan, akan tetapi hal itu justru menambah semarak kawasan yang memang dihuni oleh multi etnis itu.
Permainan dekoratif juga terasa pada area sepanjang jalan. Pedestrian didepan bangunan ditata sedemikian rupa. Pilihan perkerasan non aspal dilabur warna merah terakota, berpadu dengan lantai abu-abu serta ornamen geometri bermotif Islami di beberapa titik, merupakan sebuah aksentuasi landscape yang menarik. Pula keberadaan area penghijauan rumput sebagai media perletakan lampu jalan dan pohon palem menambah manis warna-warni dan segar pemandangan di kawasan ini.
Pagi itu saya cukup puas mengapresiasi Busorrah Street dari sisi Arsitektural. Keberadaannya sebagai area heritage diantara kepungan pencakar langit, serasa oase segar ditengah belantara batu beton dan kaca bangunan modern.
Lumayan lama saya asyik mendokumentasikan suasana Heritage Kampong Glam dengan kamera ponsel, tak terasa jam sudah menunjuk angka delapan. Astaga, saya hampir lupa untuk menjemput partner di Bugis, mengingat siang ini sudah berjanji hendak menyambangi Orchid Garden di kawasan Konservasi Bootanical Garden . Segera saya mengakhiri jalan-jalan pagi ditempat ini, karena jika wanita sudah berencana mengunjungi taman bunga, terlambat sedikit saja bakal ditinggal duluan. Hahaha.