Mencoba Sony a6000 di Bromo

Kamera apa yang lebih cocok untuk menemani saya sebagai pejalan yang semakin tua ini? haha… ya sebenarnya seiring dengan tenaga yang sudah tidak meledak-ledak lagi seperti beberapa tahun yang lalu, tentu ada pertimbangan untuk mengganti kamera dslr lama yang cukup berat dengan kamera baru. Kamera yang lebih ringan dan praktis, tentu dengan tidak mengorbankan sisi kualitas fotonya secara “teknis”.

Maksud “teknis” diatas adalah secara sepesifikasi teknisnya. Karena kalau soal ranah bagus tidaknya kembali ke penggunanya, seperti pepatah yang cukup terkenal diantara tukang jepret saat ini, semua tergantung dari “Man Behind the Gun”. Saya cukup sepakat dengan kata tersebut, tapi juga bukan yang setuju seratus persen juga, haha. Bagaimanapun kamera yang secara teknologi semakin advance akan sangat membantu banyak penggunanya. Walaupun disini saya tidak akan menjelaskan detail teknik hasil foto-foto saya. Hanya sekedar built-in kualitas kamera dengan feel/style saya memotret.

Selebihnya saya tidak akan berpanjang lebar, foto-foto berikut adalah testing pertama saya yang mencoba menggunakan kamera mirrorless a6000 (alpha 6000) keluaran dari Sony. Untuk spesifiasi lengkapnya silahkan dilihat langsung disini.

DSC00347

DSC00348

DSC00331

Lensa yang saya coba hanyalah Kit-nya saja, Sony 16-50mm f/3.5-5.6 OSS, secara umum saya cukup puas dengan lensa ini, cukup tajam dengan rentang yang pas buat berjejalan. 16mm-nya lebih dari cukup untuk menangkap landscape alam. Bagaimana untuk Selfie? ya walaupun tidak memungkinan melihat melalui lcd, namun dengan lensa yang cukup lebar, selfie dengan gaya ngawur-pun akan ter-cover dengan baik :p.

DSC00524

DSC00272

DSC00111

IMG_1248

Kamera ini cukup ringan dan ringkas buat penyuka gaya snap-shoot, sangat nyaman untuk memotret dengan kondisi bergerak atau objek-nya yang bergerak, atau bahkan keduanya bergerak bersama. Pemotret dan objek yang dipotret sama-sama bergerak. Ya cukup nyaman untuk melakukannya.

IMG_1252

LCD-nya cukup tajam dengan warna yang cerah, komposisi peletakan menu di LCD juga cukup terorganisir dengan baik, untuk aksesnya sepertinya hanya butuh membiasakan diri saja, terlebih buat saya yang lebih familiar dengan urutan menu Canon setelah bertahun-tahun menggunakannya.

IMG_1253

Bagaimana dengan Electronic View Finder-nya? atau biasa disebut EVF. Sebelumnya saya belum pernah menggunakan kamera dengan penggunaan EVF, tetapi secara umum saya cukup puas dengan EVF milik a6000 ini, semua menu juga dapat terakses/tampil langsung di dalam EVF. Memudahkan untuk mengubah-ubah setingan sambil tetap fokus membidik melalui EVF. Cukup keren menurut saya.

DSC00286

DSC00282

DSC00319

Untuk kondisi low light-pun saya cukup puas. Percobaan dengan iso 3200-pun memunculkan noise yang menurut saya masih bisa diterima.

Slebihnya silahkan menilai sendiri melalui hasil jepretan saya lainnya.

DSC00327

DSC00395

DSC00414

DSC00415

DSC00439

DSC00447

DSC00550

DSC00544

DSC00497

DSC00570

DSC00490

DSC00480

DSC00468

DSC00466

DSC00465

DSC00160

DSC00181

Bagimana kalau pendapat Anda?

Menembus Tirai Air Madakaripura

“Sewa payung mas…?? Mbak…??” beberapa pemuda menyapa kami tatkala memasuki areal trek menuju air terjun. Saya hanya membalas dengan senyum menolak tawaran mereka, karena sudah dari awal jas hujan dan cover bag telah siap didalam ransel. Bukan kali pertama saya berkunjung ke tempat ini, dan perlengkapan musim hujan adalah piranti wajib yang harus tersedia jika ingin berkunjung ke Air Terjun Madakaripura.

Terletak di Kecamatan Lumbang – Probolinggo, menuju ke tempat ini tidak terlalu sulit. Selain masih satu jurusan dengan akses yang menuju Gunung Bromo via Tongas – Probolinggo, papan petunjuk disetiap persimpangan juga cukup komunikatif memandu para wisatawan untuk menjangkau salah satu spot air terjun yang erat kaitannya dengan legenda Patih Gajah Mada ini.

Sebenarnya akses menuju titik air terjun sudah dilengkapi dengan jalur pedestrian dari beton dan plester semen. Akan tetapi karena medan yang sangat ekstrim, beberapa jalur dan jembatan ada yang rusak arena longsor maupun tergerus air. Maka bisa dipastikan, perjalanan menuju lokasi yang memakan waktu setengah jam itu, menjadi cukup menarik dan merupakan petualangan seru bagi mereka yang baru pertama kali mencoba.

IMG_7326

IMG_7331

Walau jalurnya tidak terlalu menanjak, perjalanan menyusuri tepian sungai dengan batu-batu besar merupakan pengalaman yang menarik. Beberapa kali pengunjung harus turun dan menyeberangi sungai berarus deras dengan bantuan pemandu warga lokal. Walau tidak terlalu berbahaya, ada baiknya kita tetap berhati-hati agar tidak jatuh terpeleset dan basah kuyup.

Perjalanan seru diapit tebing-tebing curam yang dipenuhi tanaman hijau itupun akhirnya sampai juga, kami berhenti di ujung pedestrian yang langsung berubah menjadi undak-undakan kecil masuk kedalam aliran sungai. Gemuruh suara air terjun terdengar jelas, beberapa pemuda lokal tampak sibuk menawarkan jasa peminjaman payung dan jas hujan plastik. Sayapun segera mengenakan perlengkapan anti air, dan secepatnya memasuki aliran sungai dengan gemuruh air yang cukup deras.

Luar biasa, pada tikungan pertama saya langsung disambut dengan pemandangan yang eksotis, sepanjang tebing dipenuhi dengan pancuran air yang seakan muncul dari ribuan lubang-lubang pada tebingnya. Dipenuhi hijaunya tanaman yang merambat dari bawah hingga ke puncak tebing, derasnya pancuran membentuk tirai air yang mana semua pengunjung harus masuk melewatinya jika ingin melanjutkan perjalanan. Beberapa rekan saya yang baru pertama kali kemari, sampai terpukau dan tak henti mengarahkan kamera mengambil gambar tirai air raksasa yang menyambut kami.

Bagaikan melangkah dalam hujan, kami berjalan dengan hati-hati menyusuri sungai berbatu menembus derasnya ribuan kubik air yang tumpah dari atas, rasanya menyenangkan dan sedikit menegangkan. Andai saja tidak membawa perlengkapan kamera dan gadget, mungkin saya akan memuaskan diri bermain-main dengan kesegaran air disini.

IMG_7317

Rintangan menuju air terjun utama bukan hanya itu saja, kami harus mendaki lereng tebing yang sempit dan berbatu tajam. Meski tidak terlalu tinggi, namun aktivitas ini cukup menguras adrenalin, lintasan sempit yang hanya muat untuk satu orang dengan pijakan yang licin dipenuhi batu-batu tajam bukanlah kompromi yang baik jika sampai terpeleset. Dan jatuh terhempas dari ketinggian dua meteran menuju aliran sungai juga sudah tentu berbahaya. Sembari terus mendokumentasikan lalu lalang pengunjung yang bergantian melewati jalur sempit itu, kami mengantri menunggu giliran melintas.

Saat kami mencobanya, sebenarnya tidak terlalu sulit, hanya karena pemandangan dibawah yang arus airnya cukup deras, dan lintasan yang memang sempit, sehingga psikologis para pengunjung menganggapnya terkesan menegangkan. Meski demikian tetap saja semua pengunjung sebaiknya harus berhat-hati, dan terus ikuti arahan bapak petugas yang memandu jalan dan mengatur antrian.

Gemuruh suara air terjun jelas terdengar, hempasan uap air terasa menerpa wajah dan membuat lensa kamera mendadak basah dalam waktu sekejap. Para pengunjung kini sudah berdiri ditengah tebing dengan dua air terjun berukuran raksasa menjulang setinggi duaratus meter dihadapan. Yaa… benar-benar berada ditengah tebing, karena sejatinya Air Terjun Madakaripura berbentuk ceruk yang dikelilingi tebing tinggi disekelilingnya. Hanya seperlima bagian ceruk saja yang terbuka dan itu adalah aliran air sekaligus satu-satunya tempat pengunjung untuk masuk dan keluar dari dalam area air terjun.

Dengan ukuran demikian besar, kami bagaikan berada didalam sebuah tabung alami berskala raksasa. Derasnya air yang jatuh ke dasar kolam membuat ragu salah satu rekan saya yang tadinya hendak mencoba mandi dan bermain-main dibawahnya, karena puncak air terjun yang demikian tinggi sudah cukup menciutkan nyalinya.

Menurut legenda tempat ini dulu digunakan oleh Mahapatih GajahMada untuk bersemedi, dan ada pula yang mengatakan bahwa disini adalah tempat terakhir beliau bermeditasi. Namun terlepas dari legenda dan sejarahnya, Madakaripura memang tempat yang eksotis. Dinding air terjun sebagian masih terlihat dipenuhi tanaman rambat, dan ceruk tebing membentuk tigaperempat lingkaran, serta derasnya tirai air yang menyambut di ujung perjalanan, adalah daya tarik yang mungkin tidak ditemui di destinasi lain.

IMG_7256

IMG_7066

Grand Master Jalanan

Malam itu udara tidak begitu dingin, setidaknya tidak sedingin Bromo sewaktu saya kunjungi saat Kasada tahun lalu. Akhirnya saya bersama seorang teman memutuskan jalan kaki dari penginapan menuju pasar dadakan. Pasar dadakan ini selau ramai disaat malam menjelang ritual Kasada dimulai.

Tetapi sebelumnya kami berhenti dahulu dipinggir jalanan yang menurun menuju lautan pasir. Sejenak mengamati Pura Luhur Poten di kaki gunung Batok. Samar-samar tertutup kabut tipis. Kamerapun saya keluarkan untuk sedikit mengabadikan pemandangan sekeliling. Ah rupanya saya kurang beruntung, tidak lama kabut mulai menebal membatasi pandangan mata. Saya mengurungkan niat untuk memotret lagi, dan bergeser kembali ke keramaian pasar dadakan.

lautan pasir bromo malam hari
Lautan Pasir Bromo di Malam Hari
Warga tengger menunggu Puncak Kasada
Warga Tengger Menunggu Prosesi Malam Puncak Kasada

Gerombolan penduduk terlihat menunggu puncak acara ditengah malam disana. Hal itu saya ketahui setelah bertanya ke salah seorang yang asyik duduk dipinggir jalan. Memang mereka adalah warga yang rumahnya jauh dari lokasi acara, sehingga lebih baik menunggu dari sore hari daripada kehilangan momen mengikuti ritual Kasada.

Kesempatan bergerombolnya warga maupun turis dalam jumlah banyak tentu memancing banyak pengusaha kecil menawarkan dagangan maupun jasanya kepada siapa-saja yang membutuhkan. Beragam hal yang mereka tawarkan dari penjual makanan, minuman tradisional alias jamu, hingga penjual kupluk dan sarung tangan untuk pengunjung yang kelupaan membawanya dari rumah.

Penjual Jamu Tradisional
Penjual Meracik Jamu Tradisional

 

Grand Master Jalanan
‘Grand Master’ Jalanan

Saya dan teman sempat berhenti lama mengamati seorang ‘Grand Master’ jalanan yang menantang setiap orang yang lewat untuk mencoba catur tiga langkah. Teman saya yang merasa pecatur handal di ‘facebook chess’ merasa tertarik untuk mencoba. Cukup lama dia mengamati susunan catur yang sudah disiapkan oleh sang ‘Grand Master’. Hingga pada suatu ketika teman saya tersenyum dan mencoba menjelaskan analisanya yang memastikan dia pasti menang telak. Ketika hendak mencobanya saya cegah.

Jangan itu orang cari makan, kasihan kalau nanti dia kalah beneran, kata saya.

Hehe tidak apa-apalah, nanti uang hasilnya kita belikan nasi dan dikasihkan kembali ke orangnya, teman saya menimpali sambil tertawa ringan.

Sayapun ikut tertawa geli setelah mendengar jawaban yang bernada bercanda itu.

Ya memang tidak ada niatan untuk benar-benar main dalam permainan sang ‘Grand Master’ jalanan yang sedang mengadu ilmu di pasar kaget Bromo tersebut. Setelah mengambil beberapa gambar akhirnya kami memutuskan kembali ke penginapan untuk beristirahat.

Teman Jejalan di Homeland

Sekilas tentang Bromo dan Scenery indahnya, beberapa footages diambil pada dua kesempatan berbeda. Pertama sebulan sebelum acara Kasada di Bromo dimuali. Sedang satunya lagi adalah ketika puncak acara Kasada itu sendiri. Dan pada saat bertepatan dengan acara Kasada, teman-teman dari Hifatlobrain mengeksekusi ide pembuatan video tentang traveling. Video ini diberi judul Homeland, sebuah pesan pendek tetang seorang pejalan pada akhirnya akan dianggap sukses jika sudah kembali ke rumah.

Eksekusi video tersebut berangkat dari kata-kata seorang penulis asal China, “No one realizes how beautiful it is to travel until he comes home and rests his head on his old, familiar pillow.

Hal yang tidak berbeda  dapat kita amati sebagai budaya bangsa kita Aktivitas pulang kampung atau dikenal dengan sebutan mudik selalu menjadi tradisi tahunan, baik bagi individu maupun kelompok masyarakat yang merantau untuk kembali ke kampung halamannya. Mudik menjadi  momen penting dalam mempertahankan tali silaturahmi dengan kerabat dikampung, terlepas dengan embel-embel bahwa si pemudik telah benar-benar sukses di perantauannya ataupun malah sebaliknya.

Continue reading “Teman Jejalan di Homeland”