Jari jemari saya menari lincah diatas permukaan layar sentuh itu. Sesekali mengetuk menu, atau juga menggeser dan memilih segala jenis informasi yang ditampilkan diatas layar selebar lebih dari 50 inchi itu. Memang tidak terlalu banyak informasi yang tersedia dimasing-masing layar menu, namun setidaknya sudah cukup membuat saya tersenyum puas. Karena layanan informasi berupa touchscreen ukuran besar ini tersedia sebagai sebuah fasilitas informasi di sebuah museum Indonesia. Yaa… betul… tepatnya di Museum Nasional Benteng Vredeburg Jogjakarta.
Menjadi salah satu dari beberapa bangunan kuno di area Titik Nol Kilometer pusat kota Jogja, Benteng yang dibangun pada tahun 1760-an ini berdiri kokoh hingga saat ini. Terletak berhadapan dengan Gedung Agung (salah satu Istana Kepresidenan yang ada di Indonesia), Benteng Vredeburg merupakan museum yang kerap menjadi jujugan pelajar sekolah selama wisata di kota Jogja. Seperti halnya saya, dengan membayar tiket masuk Cuma 2000 rupiah. Saya memuaskan diri menjelajah satu demi satu ruangan yang ada di dalam kompleks benteng.
Setelah melewati gerbang disisi Barat, saya disambut oleh halaman luas memanjang kearah Timur. Dengan bangunan-bangunan kembar dikiri kanannya, semakin memperkuat konsep simetris dari bangunan berbentuk persegi ini. Masing-masing bangunan menyimpan banyak barang bernilai sejarah. Terutama koleksi asli berupa senjata, pakaian perang, bahkan alat-alat rumah tangga. Juga ada koleksi berupa foto maupun diorama yang menggambarkan perjalanan perjuangan bangsa Indonesia. Diorama itu dibuat demikian detail dan ekspresif sehingga cukup memuaskan para pengunjung. Namun jujur saja, yang membuat saya puas dan bangga adalah sistim informasi layar sentuhnya itu, benar-benar berkelas…!! Hahaha…
Puas berkeliling didalam masing-masing ruangan, saya mencoba beralih menikmati suasana diluar. Sembari memperhatikan bentuk arsitektural bangunan, pula menikmati penataan landscape benteng yang cukup sederhana, dan sekali lagi… semua nyaris Simetris.
Dikelilingi oleh tembok yang kokoh disemua sisi, dan beberapa lubang-lubang intai diujungnya. Segala akses didalam benteng dibuat demikian mudah, banyak undak-undakan, trap tangga, lantai yang dibuat tinggi untuk dudukan meriam, dan keempat sudutnya dilengkapi menara pantau. Semakin menunjukkan betapa kuatnya pertahanan benteng ini dari sisi dalam. Sementara area luar dikelilingi parit dan dinding yang tinggi licin. Kiranya pada masa itu sulit sekali bagi lawan untuk menembus kedalam, karena pastilah dengan mudah dibabat habis jauh sebelum mendekati benteng.
Sementara bagi yang didalam benteng, tentulah merasa sangat aman dengan kondisi pertahanan yang demikian kuat. Mungkin kondisi itulah yang awalnya membuat benteng ini dinamakan Benteng Rustenburg, artinya Benteng Peristirahatan. Karena mungkin tentara yang ada dalam barak secara psikologis merasa aman-aman saja sehingga lebih cocok beristirahat didalam barak. Hehehe.
Sembari membayangkan sebagai seorang komandan benteng, saya menaiki salah satu sisi tembok utara benteng. Terlihat dengan jelas area pasar Beringharjo yang ada di Utara benteng, begitu pula dengan sisi benteng yang lain. Memang keberadaan benteng ini sangat strategis, pantaslah jikalau dulu benteng ini dibangun sebagai reaksi Belanda atas keberadaan Kraton Jogja disebelah Selatan. Kekhawatiran Belanda akan segala perkembangan dalam Kraton, membuat mereka membangun Benteng yang katanya hanya berjarak sekali tembakan meriam dari Kraton Jogja.
Namun pada tahun-tahun selanjutnya, perkembangan politik di Kraton tidak terlalu mengkhawatirkan pihak Belanda. Sehingga pada tahun 1860-an, nama benteng diubah menjadi Vredeburg, atau Benteng Pedamaian. Seiring dengan adanya sedikit renovasi di beberapa bangunannya yang rusak karena Gempa.
Tapi kiranya saya tidak perlu berkisah panjang lebar mengenai asal-usul benteng ini, karena saya pikir anda bisa mendapatkan informasinya jauh lebih lebih lengkap melalui berbagai sumber di internet. Yang perlu saya tekankan, keberadaan benteng ini hanyalah sebuah bukti penggalan sejarah dimasa lalu. Terlepas dari tampilannya yang kokoh dan terkesan mengintimidasi, serta simbol Benteng selalu identik dengan Perang, Vredeburg adalah simbol wacana Perdamaian dimasa lalu. Biarlah para pelajar serta generasi muda yang mengunjunginya, bisa mengenal sejarah dan berusaha mewujudkan iklim Perdamaian di masa depan. Dan jari-jemari sayapun masih terus menari diatas layar sentuh raksasa itu, membuat iri dan dengki Hape touchscreen ukuran mini milik saya, yang sudah hampir dua jam dibiarkan merana dalam kantong celana. Hehehe.